Masih hangat pemberitaan dimedia massa tentang kasus korupsi dalam tubuh lembaga legislatif republik ini. Apalagi beberapa nama inisial oknum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terindikasi melakukan korupsi muncul ke publik. Rakyat makin geram dengan tingkah laku ‘tangan-tangan kotor’ yang duduk di kursi empuk nan mewah ini. DPR juga semakin kehilangan kredibilitasnya dimata rakyatnya sendiri. Senin (5/11) lalu, Badan Kehormatan (BK) DPR akhirnya resmi memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan untuk mengeluarkan nama-nama oknum DPR yang terindikasi menyuap perusahaan dibawah BUMN.
Kita semua tahu melalui media massa, bahwa DPR enggan meloloskan proyek-proyek sebelum ada ‘jatah’ yang masuk ke kantong-kantong oknum yang meminta. BUMN layaknya sapi perah yang terus diperah susunya oleh oknum tersebut. Jika tidak diberikan, maka akan terus dikejar, bahkan sampai luar negeri. Sebenarnya, kurang kaya apa sih oknum anggota DPR ini?
Bayangkan, Rp51,5 juta gaji mereka. Dengan gaji sebanyak itu, mereka masih merasa kekurangan dengan memeras BUMN-BUMN ini. Rakyat Indonesia mendukung penuh langkah Dahlan Iskan dalam mengungkap praktek kongkalikong beberapa oknum DPR ini. Tentunya, banyak yang menginginkan, atau mungkin seluruh rakyat menginginkan DPR bersih dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ini. Jika praktek KKN ini tidak diberantas, maka tinggal tunggu waktu sampai hancurnya negeri ini. Ayo Pak Dahlan! Ungkap semua pemeras BUMN di DPR!!Dikutip dari Vivanews.com 12 Mei 2011, Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR.
Berdasarkan surat edaran tersebut, gaji pokok anggota DPR disebut berjumlah Rp4,2 juta. Namun gaji itu masih dilengkapi dengan sejumlah tunjangan, yaitu tunjangan istri sebesar Rp420 ribu, tunjangan anak sebesar Rp168 ribu, tunjangan beras sebesar Rp198 ribu, tunjangan PPH sebesar Rp 1,7 juta, tunjangam sidang/paket sebesar Rp2 juta, dan yang paling besar adalah tunjangan jabatan sejumlah Rp9,7 juta. Uang itu tidak semuanya dapat langsung dibawa pulang oleh anggota DPR.
Total gaji pokok dan berbagai tunjangan itu masih harus dipotong iuran wajib anggota sebesar Rp478 ribu, dan pajak PPH sebesar Rp1,7 juta. Dengan demikian, total gaji pokok dan tunjangan dasar mereka adalah Rp16 juta.
Namun angka itu masih bertambah karena setiap anggota DPR menerima tunjangan kehormatan yang jumlahnya ditentukan posisi dan jabatan yang mereka pegang. Semakin tinggi jabatan, maka jumlah tunjangan pun akan semakin tinggi.
Ketua alat kelengkapan atau ketua komisi misalnya, menerima tunjangan kehormatan sebesar Rp4,4 juta. Wakil ketua alat kelengkapan menerima tunjangan kehormatan sebesar Rp4,3 juta, sedangkan anggota alat kelengkapan menerima tunjangan kehormatan sebesar Rp3,7 juta. Tunjangan sebesar itu masih ditambah lagi dengan tunjangan komunikasi sebesar Rp14 juta untuk setiap anggota dewan.
Anggota DPR juga masih menerima tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, masing-masing Rp3,5 juta untuk ketua alat kelengkapan, Rp3 juta untuk wakil ketua alat kelengkapan, dan Rp2,5 juta untuk anggota alat kelengkapan.
Ada pula yang namanya biaya penelitian dan pemantauan peningkatan fungsionalitas konstitusional dewan, masing-masing sebesar Rp600 ribu untuk ketua alat kelengkapan, dan Rp500 ribu untuk wakil ketua alat kelengkapan. Khusus untuk anggota komisi yang merangkap anggota Badan Anggaran, mereka pun menerima tunjangan, masing-masing Rp2 juta untuk ketua, Rp1,5 juta untuk wakil ketua, dan Rp1 juta untuk anggota.
Ada juga tunjangan listrik dan telepon sebesar Rp5,5 juta bagi setiap anggota DPR, dan biaya penyerapan aspirasi masyarakat sebesar Rp8,5 juta.
Jadi, jika dihitung-hitung, total take home pay untuk anggota DPR yang merangkap ketua alat kelengkapan adalah Rp54,9 juta, dan untuk anggota DPR yang merangkap anggota alat kelengkapan adalah Rp51,5 juta.