Dampak kenaikan harga BBM, Gagal Panen, dan Bank Keliling

Author : Irwan Siswanto | Rabu, 17 Desember 2014 10:29 WIB

Di Jabodetabek saya merantau, pada tanggal 12 Desember 2014 kemarin saya pulang ke kampung halaman karena rindu dan kebetulan ditelepon orang tua untuk pulang. kampungku terletak disalah satu daerah pantura Jawa barat, disana sebagian besar warganya menggantungkan hidup sebagai petani padi, entah itu buruh tani ataupun juragan sawah.

Sore hari ketika saya tiba dirumah, setelah selesai mandi dan makan saya duduk diteras rumah bersama ibu saya dan disitu ibu mulai bercerita mengenai dampak kenaikan harga BBM, kata ibu “ternyata solusi untuk warga miskin masih sama ky yang dulu, serta kenaikan harga sembako yang membuat ibu mengatur ulang uang belanja sehari-hari dengan sangat ketat”.

sudah jatuh tertimpa tangga mungkin itu ungkapan yg sesuai untuk kampungku, ketika kebutuhan hidup harus di setting kembali agar sesuai dengan kondisi yang ada, ternyata sawah yang merupakan tempat mereka menggantungkan hidup secara tiba-tiba diserang hama setelah sebelumnya harus gotong royong mengambil air dari sungai yang besar yang jaraknya cukup jauh dari lahan pertanian dengan cara disedot menggunakan mesin karena air dari irigasi sawah sama sekali tidak mencukupi untuk seluruh sawah dikampung karena persediaan air yang sedikit di musim panas untuk lahan pertanian di daerah hilir.

Sekarang setelah seluruh sumber daya masyarakat digunakan untuk sawah dan tinggal menunggu waktu panen hama wereng dan sundep tiba-tiba datang. pestisida, insektisida dan obat-obat sawah yang lainpun tidak dapat menolong sehingga menghancurkan harapan orang satu kampung karna semua tanaman padi menjadi putih dan tidak berisi, modal tidak kembali untung tidak didapatkan dan akhirnya pesta rakyat (panen) yang sebenarnya pun tidak terjadi.

Sangat ironis memang, setelah musibah itu melanda banyak dari mereka yang memiliki sawah ingin menjual sawah ataupun menggadaikan sawah mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup.sebagian warga lainnya yang berprofesi sebagai buruh tani (tidak memiliki lahan pertanian) ditawarkan peminjaman uang dari bank keliling (rentenir) dengan bunga yang tidak biasa, ada yang menolak tapi banyak juga orang yang tergiur karena sedang kesusahan, dan beberapa dari mereka yang meminjam sudah ada yang dimaki-maki karena tidak bisa membayar cicilan hariannya. Saat saya bermain ke beberapa rumah sodara yang masih satu kampung, penyajian ceritapun sama dengan apa yang diceritakan oleh ibuku yaitu, dampak kenaikan harga BBM, gagal panen dan juga bank keliling.

Sumber: http://regional.kompasiana.com/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: