(mengkaji-cermati persoalan ekonomi umat)
Islam turun sebagai agama penyempurna agama terdahulua sebagaimana disebut dalam al Quran-al Karim. “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa” (QS 5:46). Bahwa Al-Qur'an membawa kebenaran dan pembenar kitab-kitab sebelumnya (QS 5: 48). “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan” (QS. 3: 83).
Masih banyak lagi petunjuk Allah dalam al Quran yang menegaskan bahwa Islam menuntun pengikutnya agar selamat dunia akhirat, membawa kesejahteraan dunia dan akhirat pula, Islam memberikan tuntunan yang jelas dalam menjalani hidup ini yaitu dengan pedoman yang bersumber dari Al Qur`an dan Hadist. Dengan demikian maka tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia yang tidak dibahas oleh Islam karena sebagai ajaran agama yang rahmatan lil alamin tuntunan hidup di dunia telah diungkap oleh al Quran, Hadist dan dicontohkan sunnah Nabi termasuk sirah Nabawiyyah sebagai sumber keberhasilan hidup.
Kejayaan Islam mulai pada saat Muhammad SAW mengemban misi kerasulan hingga setelah masa kenabian telah menujukkan bahwa jikalau umat Islam memegang teguh pada azas-azas agama secara istiqamah (konsisten, ajeg, dan berkelanjutan) maka kemakmuran sebagai misi dan tujuan terciptanya ilmu ekonomi itu dapat dinikmati warga bangsa bahkan dalam wujud kesejahteraan hakiki. Rezeki diberikan Allah sebagai hasil aktivitas ekonomi secara Islam mesti disyukuri misal dengan membelanjakan sebagian rezekinya di jalan Allah sebagaimana telah diperintahkan melalui al Quran dan hadist. Penunaian zakat umat Islam diikuti oleh infak dan sedekah (ZIS) merupakan bentuk rasa syukur tersebut sekaligus berupa kegiatan ekonomi Islam berdasarkan syariah. Penerapan konsep ZIS yang dikenakan bagi umat Islam sesungguhnya adalah instrumen ekonomi syariah yang efektif apabila dikelola secara profesional dan proporsional dalam upaya memeratakan hasil pembangunan bagi masyarakat suatu bangsa. Konsep ini pada masa Nabi dan Sahabat benar-benar dijalankan secara ketat, tegas dan terukur sehingga umat Islam yang membangkang dan tidak patuh pada perintah mengeluarkan kewajiban zakat dengan serta-merta akan diperangi. Sehingga ketimpangan kesejahteraan tidak menganga atau tak dibiarkan terbuka lebar di masa itu. Sementara itu seperti diketahui fenomena kesenjangan sosial ekonomi terasa pada penerapan ekonomi liberal dewasa ini.
Azas-azas kebersamaan, keadilan dan kesetiakawanan sosial menjadi prinisp landasan konsep ZIS yang berdampak signifikan bagi masyarakat Muslim pada masa-masa kejayaan Islam. Praktek bisnis (jual beli) dalam bidang dan jenis apapun hukum asalnya adalah halal sampai ada ketentuan yang melarangnya, misal penerapan bisnis berdasar sistem riba yang dalam ekonomi liberal biasa dilakukan perbankan konvensional dengan sistem bunga bank (interest) juga termasuk praktek-praktek bisnis yang bisa merusak keseimbangan ekosistem.
Ekonomi dalam bahasa arab disebut iqtisad atau asal kata qasad yang bermakna sederhana, pertengahan atau bisa juga diberi arti sebagai suatu keseimbangan, berada ditengah-tengah, misal tidak mubazir juga tidal royal, atau dalam konteks aktivitas eksplorasi sumber daya alam tidak boleh menyababkan terjadinya kerusakan alam. Manakala kegiatan ekonomi tersebut akan menyebabkan mudharat dan menzholimi sebagain masyarakat lain maka sebesar apapun keuntungan yang diperoleh dalam perspektif Islam kegiatan ekonomi seperti ini tidak dibenarkan dan dilarang dilakukan. Aktivitas ekonomi yang menyimpang ini seharusnya dicegah karena merupakan ajaran Islam untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar termasuk bidang ekonomi. Wallahu a'lam . . . (bersambung)