Esensi Idul Adha di Jalan Raya

Author : Aries Musnandar | Sabtu, 27 September 2014 11:48 WIB

SEBUAH artikel yang ditorehkan Aries Musnandar berjudul ‘Makna Idul Adha dan Peningkatan Kualitas Diri’ menggoda perhatian saya. Artikel oleh Aries Munandar yang ditulis saat dia menjadi
peserta Program Doktor UIN Maliki Malang, Jawa Timur itu, menyebutkan tiga pembelajaran penting dari Idul Adha.

Idul Adha atau di masyarakat kita dikenal dengan Hari Raya Haji atau Idul Qurban, dilengkapi dengan ritual menyembelih hewan kurban. Di negara kita jenis hewan yang banyak dijadikan kurban adalah kambing dan sapi. Seperti ditulis Aris Munandar, anjuran berkurban ini bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim agar melakukan penyembelihan kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail. karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Walau, pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dan digantikan dengan seekor domba. Kisah ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.

Nah, tiga pembelajaran yang dimaksud mencakup Pertama, ketakwaan. Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan seorang hamba pada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Nya. Lalu kedua, hubungan antar manusia. Ibadah-ibadah umat Islam yang diperintahkan Tuhan senantiasa mengandung dua aspek tak terpisahkan yakni kaitannya dengan hubungan kepada Allah (hablumminnalah) dan hubungan dengan sesama manusia atau hablumminannas. Ajaran Islam sangat memerhatikan solidaritas sosial dan mengejawantahkan sikap kepekaan sosialnya melalui media ritual tersebut. Dan terakhir, kata Aris Munandar, peningkatan kualitas diri. Hikmah ketiga dari ritual keagaamaan ini adalah memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim.

Korelasi dengan perilaku saat berlalu lintas jalan rasanya amat kuat. Khususnya pada solidaritas sosial serta pengendalian dan pengelolaan diri dengan memperkukuh empati. Kesemuanya mengerucut pada sikap peduli dengan sesama pengguna jalan. Ketika kepedulian membesar, tak perlu ada lagi saling serobot. Saling sikut dan saling menindas di jalan raya.

Keengganan berempati dan tak mampu mengendalikan diri bisa berujung pada tindakan melibas aturan yang ada. Berkendara tidak tertib, alias melabrak aturan yang ada. Padahal, fakta memperlihatkan sepanjang Januari-Agustus 2013, seperti dilansir Data Korlantas Polri, ada empat faktor pemicu kecelakaan, yakni manusia, jalan, kendaraan, dan alam. Dalam rentang delapan bulan 2013, faktor manusia menjadi pemicu kecelakaan yang terbesar, yakni 87,48%.
Faktor kedua terbesar adalah faktor jalan, yakni 8,34% dan ketiga terbesar, faktor kendaraan (3,28%). Sedangkan faktor alam menyumbang sekitar 0,90%.
Bila mengutip data Kepolisian RI, sepanjang Januari-Agustus 2013 terlihat ada beberapa aspek di faktor manusia. Aspek utama di faktor manusia yang memicu kecelakaan sepanjang delapan bulan 2013 adalah faktor tidak tertib, yakni 45,23%. Sedangkan aspek kedua dan ketiga terbesar adalah lengah 32,32% dan berkendara cepat 14,59%.

Pengendalian diri yang berujung pada saling menghargai saat berkendara di jalan, semestinya bisa ikut memperkecil peluang terjadinya kecelakaan di jalan. Termasuk, tentu saja diharapkan mampu menekan fatalitas kecelakaan. Indonesia sudah cukup menderita dengan tewasnya 80-an anak bangsa dalam satu hari akibat kecelakaan di jalan. Selamat Idul Adha. (edo rusyanto)

sumber: http://edorusyanto.wordpress.com/2013/10/15/esensi-idul-adha-di-jalan-raya/

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: