Jalan Kebangkitan; Indonesia untuk Indonesia (Epilog)

Author : Sj Arifin | Senin, 12 Mei 2014 09:57 WIB

Tidak ada negeri sekompleks Indonesia. Dengan bentangan wilayah sejauh mata memandang, 1.919.440km2, yang sebagian besar adalah lautan, dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 (data terbaru dari Badan Informasi Geospasial, 2013),  1.128 suku bangsa (BPS, 2010), dan 746 bahasa daerah (pusat Bahasa Depdiknas, 2011). Bandingkan dengan raksasa Tiongkok yang hanya memiliki 56 etnis dan 70 bahasa, dan India dengan 161 kelompok etnis dan 57 bahasa. Keragaman Indonesia tak ada duanya.

Beberapa peristiwa selepas runtuhnya Orde Baru 1998, seperti lepasnya Timor-timur, bangkitnya GAM, konflik-konflik berbau sara di Ambon, Poso, dan Sampit, sempat membuat sejumlah tokoh demikian khawatir akan kemungkinan terjadinya balkanisasi Indonesia. Betapa tidak, Indonesia tiba-tiba menjadi selembar kain gombalyang tercabik-cabik dan cemang-cemong. Waktu kemudian membuktikan kekhawatiran tersebut tidak terbukti. Indonesia tetap tegak berdiri hingga saat ini.

Para pemikir internasional mungkin juga kebingungan, apa formula yang membentuk kekuatan Indonesia sehingga mampu bertahan walau (selalu) di tepi jurang. Dengan semua permasalahannya: penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme, kekacauan sistemnya, potensi konflik sosialnya, ketidaktertiban dan ketidakdisiplinan semua elemen masyarakatnya, di atas kertas seharusnya negeri ini sudah roboh berkali-kali.

Sebagian dari kita barangkali beranggapan bahwa daya tahan Indonesia adalah karena negeri ini diberkahi. Kekayaan alamnya yang luar biasa, tanaman pangan tumbuh lebat tanpa perlu sentuhan budidaya rumit, sumber daya perikanan yang melimpah tanpa harus dirawat. Hutan, plasma nutfah, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Keseluruhannya menyebabkan manusianya cukup santai dan longgar bahkan manja sembari menunggu kemurahan alam. Alam membentuk watak manusia.

Keberkahan kedua adalah faktor manusia Indonesia yang baik hati, ramah, rendah hati, sabar, tabah, gemar menolong, dan tidak banyak menuntut. Manusia Indonesia juga terkenal toleran, salah satunya adalah sangat toleran terhadap perlakuan apapun yang menimpa mereka. Toleran pada jenis kekuasaan apapun yang mendominasinya. Sesekali mereka dapat mengamuk (amok), namun akan berhenti sendiri tanpa diminta. Secara umum mereka cenderung taat kepada kepemimpinan, apapun bentuknya.

Alam dan manusia Indonesia adalah kombinasi yang menjadi idaman penguasa manapun. Terutama bagi penguasa yang gemar menyalahgunakan kekuasaan. Tidak mengherankan corak kekuasaan di Indonesia nyaris tidak pernah berubah, dari Hindia Belanda hingga Republik Indonesia. Dari Orde Lama hingga Orde (yang katanya) Reformasi. Apa yang membedakan birokrat Hindia Belanda yang santai minum teh di sore hari sembari menunggu setoran, dengan birokrat masa kini yang siang hari berkeliaran di mall setelah menuntut fee.

Kekuasaan di Indonesia selalu menjadi faktor determinan yang menentukan dinamika sosial ekonomi dan kebudayaan. Menjadi penguasa (atau teman penguasa) merupakan jalan utama tercepat agar bisa unggul di aspek kehidupan lain. Para pengusaha tidak akan maju usahanya jika jauh dari kekuasaan, bahkan—tren saat ini—pengusaha memaksa diri menjadi politisi. Para budayawan dan agamawan bisa hidup lebih lumrah jika berdekatan dengan kekuasaan.

Kemudian Bagaimana?

Berkah (jika kita sepakat menyebutnya), belum tentu sebuah takdir. Situasi tanpa pilihan hanya dirasakan oleh mereka yang menutup dirinya dari pilihan-pilihan. If you do not make a choice, The choice will make you!. Sejak manusia dilahirkan di dunia, ia harus memilih antara bertahan (pada keadaan yang ada) atau bangkit (membuat perubahan).

Dalam situasi yang cukup rumit, jalan kebangkitan tidak pernah mudah. Ia membutuhkan mental yang kuat dan semangat yang senantiasa terpelihara.

Menyimak beban dan tantangan sebagaimana disebut di atas. Jalan kebangkitan bagi Indonesia harus meliputi semuanya, seluruh elemen masyarakat, hingga para pemimpin. Sebab masyarakat Indonesia tidak akan pernah terlepas dari sosok pemimpinnya.

Di ranah kemasyarakatan (horizontal), pembaharuan karakter dan mentalitas serta kemandirian adalah kunci utamanya. Bersikap adil, berpendirian kukuh, mencintai kebenaran adalah mandat yang harus dikerjakan bersama-sama. Saling menghidupi, saling menumbuhkan, dan saling menguatkan, karena kita tidak mungkin melakukan semuanya sendirian. Demikian pula membangun kemandirian dalam segala aspek kehidupan, sosial, ekonomi, dan budaya, hanya bisa dikerjakan bersama-sama.

Ranah kekuasaan (kepemimpinan), juga memberikan kontribusi yang hampir sama besarnya, karena pada dasarnya manusia Indonesia mencintai, tunduk, dan mengambil inspirasi dari para pemimpinnya. Kondisi sebuah masyarakat tergambar dari para pemimpinnya.

Syarat utama dari kepemimpinan Indonesia adalah kesungguhannya mengangkat harkat dan martabat rakyat sehingga mampu menikmati keberkahan Indonesia, bukan hanya berebut memakan remah-remah yang disisakan oleh penguasa. Kesungguhan tentu bukan sekadar kata-kata atau pidato menyala di depan kamera. Keseluruhan sistem, harus ditujukan kepada kepentingan umum, bukan hanya bekerja untuk kalangan tertentu.

Di bidang ekonomi, kemandirian bangsa harus menjadi tujuan utama. Apalah artinya ekonomi berkembang jika sebagian besar tetap bergantung kepada luar negeri, tidak mampu berdiri di atas kaki sendiri. Industri strategis, terutama yang berkorelasi dengan sektor pangan, energi, industri dasar, industri pertahanan, transportasi dan komunikasi, harus mandiri dan sanggup berkembang menjadi kekuatan regional bahkan dunia. Penguasa wajib memenuhi amanat ini dengan program terencana. Masyarakat harus membantunya dengan mengendalikan sifat konsumtifnya pada barang-barang impor.

Pemerataan ekonomi menjadi satu tarikan nafas bersama pertumbuhan. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa pertumbuhan yang menunda pemerataan selalu menjadi pintu masuk penyalahgunaan kekuasaan dan favoritisme yang tidak bertanggung jawab. Pemerataan berarti perluasan akses kepada sumber daya ekonomi dengan memprioritaskan pengembangan si kecil agar mampu mengejar yang lebih besar.

Di bidang hukum, penegakan hukum terhadap aparat hukum harus menjadi prioritas sebelum melebar kemana-mana. Bagaimana kita hendak menyapu ruangan kotor jika sapunya sendiri kotor. Ketidakfokusan pada pembersihan aparat hukum menyebabkan hukum tetap akan tunduk pada kehendak politik yang berujung kepada cara tebang pilih dan kriminalisasi politik. KPK tetap harus dilanjutkan namun sebaiknya mereka lebih fokus kepada pembersihan aparat hukum, agar prioritas penegakan hukum dapat diukur kemajuannya. Apa artinya ada KPK jika tidak mampu menularkan kinerjanya kepada aparat hukum yang lain. Dengan cara yang sekarang, pemberantasan korupsi dapat memakan waktu ratusan tahun, karena KPK hanya satu institusi saja yang tidak mungkin menyelesaikan seluruh Indonesia.

Tidak mungkin, dan tidak perlu ada senopati pamungkas sakti mandraguna yang dapat menyelesaikan semuanya. Yang perlu adalah mengembangkan sistem. Suatu saat kita tidak butuh KPK lagi karena seluruh aparat hukum (polisi, jaksa, dan hakim) telah mampu bekerja sesuai fungsinya. Kesanalah tujuannya. Pemberantasan korupsi tanpa membangun kerangka sistemnya, akan membuka peluang datangnya masuk angin dan jebakan politik, sebab KPK tetap terdiri dari manusia biasa yang tidak sakti.

Rasionalisasi birokrasi adalah satu-satunya jalan membangun birokrasi agar lebih efisien. Rasionalisasi tidak melulu mengacu kepada jumlah tetapi juga perbandingannya dengan kinerja. Diperlukan sanksi yang lebih keras kepada aparat birokrasi yang tidak cakap. Outsourcing dan model lelang jabatan dapat dikembangkan lebih canggih untuk menantang konservatisme birokrasi.

Pendidikan nasional harus dibangun pada kerangka yang bertumpu pada pembentukan integritas manusia Indonesia. Integritas berarti keseimbangan antara elemen kecerdasan, emosional-mental, dan spiritual. Penguasa wajib merombak ulang visi pendidikan usia dini dan pendidikan dasar yang melihat siswa didik seperti celenganyang diisi dengan semua jenis pengetahuan. Pembentukan watak dan karakter harus diutamakan sejak usia dini dan pendidikan dasar.

Kesehatan seluruh warga negara Indonesia adalah tanggung jawab negara dan penguasa. Kebijakan BPJS perlu dikembangkan lagi, lebih komprehensif, sehingga tidak hanya indah di atas kertas. Sebab salah satu yang membedakan manusia dan binatang adalah caranya melihat dan memperlakukan anggotanya yang sakit. Selain itu, kesehatan warga adalah salah satu elemen penting yang menjadi syarat produktivitas bangsa.

Penguasa sebaiknya tidak lagi mengurus hal-hal yang tidak menjadi urusannya, misalnya pengembangan kebudayaan. Yang bisa dilakukan di sektor ini hanyalah menjadi fasilitator yang mempermudah masyarakat mengembangkan kebudayaannya.

Tentu saja, kebangkitan yang sesungguhnya tidaklah semudah uraian di atas.

Sumber: http://sosbud.kompasiana.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: