Jalan Trans Papua, Cahaya Papua

Author : Mahasiswa Ilmu Politik FISIP USU , Ketua Himpunan Mahasiswa Jurasan (HMJ) Ilmu Poliltik 2014-2015. | Rabu, 26 Oktober 2016

Oleh: Rafyq Panjaitan.

Papua telah sekian lama menjadi negeri yang terpinggir­kan, mereka seolah bukan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia padahal kita ketahui Bumi Papua menyimpan surga dunia yang kaya raya dan juga turut serta membangun keuangan negara, tambang emas Freeport misalnya. Bumi cenderawasih sudah saatnya menjadi perhatian khusus pemerintah, pembangunan harus dirasa merata oleh seluruh wilayah Indonesia, termasuk Papua.

Presiden Jokowi seperti kita ketahui terus mengebut pembangunan di bumi cenderawasih. Ini merupakan suatu wujud tindakan nyata beliau dalam menuntaskan sejumlah persoalan di Papua. Sangat miris, melihat Papua yang begitu asri dengan buminya namun rakyatnya menjerit karena semua kebutuhan pokok masyarakat serba mahal, harga-harga kebutuhan pokok masyarakat bisa tiga bahkan empat kali lipat lebih mahal dari harga-harga di luar papua.

Hal inilah yang membuat Presiden Jokowi merasa bahwa pembangunan jalan trans Papua dinilai amat penting untuk meringankan harga-harga bahan pokok kebutuhan masyarakat di Papua, dengan adanya jalan Trans Papua diharapkan tidak ada lagi air mineral yang harganya mencapai lima puluh ribu rupiah, ungkap Presiden.

Cahaya untuk Papua

Kemajuan setiap masyarakat adalah suatu keniscayaan, pembangunan jalan trans Papua ini adalah awal dari terbukanya ‘ikatan ketertinggalan’ daerah-daerah di Papua. Pembangunan seperti inilah yang semestinya menjadi fokus pemerintah, karena tingkat membutuhkannya sangat tinggi, ketimbang semakin mempercantik kota-kota di Indonesia dengan infrastruktur-infrastruktur yang sejatinya belum tepat sasaran.

Untuk mendorong percepatan pembangunan di Bumi Cenderawasih, Pa­pua, seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo, Balai Jalan Wilayah X Papua dan Papua Barat menggenjot percepatan pembangunan Jalan Trans Papua sepanjang 4.325 kilometer. “Dari jumlah ini, 827 kilometer masih hutan belantara,” kata Kepala Balai Jalan Wilayah X Pa­pua dan Papua Barat Oesman Marbun.­Se­hingga menurut Oesman, pihaknya masih membutuhkan dana sekitar Rp 15 triliun guna membuka jalan sepanjang 827 kilometer yang masih berupa hutan belantara itu.

“Tugas kami membuka 827 kilometer ini hingga 2018 mendatang, jadi sisa kurang lebih tiga tahun lagi. Hanya saja, dari panjang Jalan Trans Papua saat ini, ada sejumlah jalan yang sudah dilakukan peningkatan, juga ada yang pengera­san, serta pengaspalan,” ia menjelaskan (Tempo, september 2015).

Jalan Trans Papua ini nantinya akan menghubungkan sejumlah ruas jalan, seperti Manokwari, Sorong, Wondama, Enarotali di Pania, Nabire, Bioga, Sugapa, Ilaga, Mulia di Puncak Jaya, Sinak, Karubaga di Tolikara, Ilu, Jayapura dan Elelim. Sedangkan jalur lintas bawah, yakni ruas Jalan Habema, Wamena, Paro, Mapenduma, Kenyam, Oksibil di Pegunungan Bintang, Dekai di Yahukimo, Iwur, Tanah Merah, Merauke, dan Waropko.Soal biaya, hingga 2018 ditargetkan proyek ini selesai dibutuhkan biaya sekitar Rp 30 triliun untuk pemba­ngunan Trans Papua, atau setiap tahun membutuhkan dana sekitar Rp 6 triliun.

Dalam setiap proyek besar tentu selalu dihadapkan dengan kendala-kendala klasik di lapangan. Dalam proyek pem­ba­ngu­nan jalan trans papua ini, Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hediyanto W. Husaini mengatakan, tantangan pertama dalam pemba­ngu­nan jalan tol Trans Papua ada­lah mo­bilisasi peralatan. Ini sangat sulit, kare­na lokasi proyek di daerah terpencil bahkan terisolasi.

“Lokasinya di atas pegunungan, jadi kalau kita pakai eskavator itu kita harus preteli dulu eskavatornya, pakai helikopter taruh di sana nanti sampai di sana dipasang lagi, jadi lebih kompleks dalam mobilisasi alat, mobilisasi bahan bakar, serba mahal, jadi Trans Papua itu kendalanya adalah keterisolasian wilayah, terbatasnya semua fasilitas,” papar Hediyanto.

Lalu kendala kedua adalah masalah keamanan. Hediyanto mengatakan, ada pekerja proyek ini yang menjadi korban penculikan dan si penculik meminta tebusan. “Daerah-daerah konflik yang agak tinggi intensitasnya kita menghadapi berbagai penculikan. Diculik kita tebus lagi, pekerjanya diculik, jadi pekerja-pekerja Papua yang kita pekerjakan itu juga kadang disandera sama mereka,” ujar Hediyanto. Biaya penebusan untuk 4-5 orang pekerja yang diculik, kata Hediyanto, mencapai Rp 1 miliar (detik finance.com)

Pembangunan jalan Trans Papua ini akan sangat bermanfaat bagi rakyat Papua. Jalan ini akan membuat masyarakat semakin mudah untuk berkomunikasi antar kabupaten, dan juga yang terpenting adalah meningkatkan perekonomian ma­syarakat dengan aksesibilitas yang tinggi. Jalan ini dimaksudkan agar rakyat tidak terlalu terbebani dengan harga-harga yang melonjak tinggi dari harga aslinya.

Seperti kata Theo Hesegem, anggota Tim Peduli Hak Asasi Manusia Pegunungan Tengah Papua. Beliau menjelaskan bahwa mahalnya harga-harga kebutuhan masyarakat di Papua disebabkan langkanya bahan bakar minyak. Kalaupun ada BBM atau bensin di tengah warga, harganya pasti selangit. “Ini sudah lama terjadi, membuat ma­sya­rakat di Papua khususnya di pegunungan merasakan adanya diskriminasi ekonomi dibandingkan masyarakat Indonesia di wilayah lain,”

Betapa tidak, seluruh kebutuhan ma­syarakat diangkut melalui pesawat, biaya bahan bakar pesawat ini yang membuat harga-harga melonjak tak terkendali. Kita harapkan dengan adanya jalan Trans Papua ini, masyarakat dapat me­nik­mati keadilan harga. Sudah sekian lama papua terbelenggu dari keterasingan pembangunan yang menyiksa. Akses rakyat akan semakin ringan dalam mobilitas sosialnya, lebih jauh masyara­katnya pun akan lebih terbuka dengan masyarakat daerah lain, pendek kata ja­lan Trans Papua ini pun akan membuka kebudayaan papua dari ketermarjinalan, jalan Trans Papua ini adalah cahaya bagi rakyat papua.

Kawal pembangunan

Dalam proyek jalan Trans Papua ini masalah keamanan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, mengingat pa­pua adalah salah satu daerah yang inte­nsitas konfliknya tinggi. Seperti kita ketahui empat Pekerja jalan trans papua di Mulia Kabupaten Puncak Jayatewas ditembak kelompok bersenjata pa­da selasa (15/3/2016). Akibat kejadian ter­sebut selain empat orang pekerja me­ninggal dunia akibat ditembak, satu unit excavator dan satu unit buildozer milik PT Modern dibakar (Detik.com). Namun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan bahwa proyek jalan trans papua tetap akan terus berlanjut.

Geliat Papua untuk merdeka melalui kelompok separatis OPM (Organi­sasi Papua Merdeka) tentu memiliki banyak andil dalam meneror para pekerja yang tujuan akhir mereka adalah menggagalkan proyek pembangunan jalan trans papua. Namun, setelah kejadian penembakan, TNI mulai menyia­ga­kan pasukan untuk menjaga pekerja proyek yang sedang bekerja di daerah hutan, kita tentu berharap TNI-POLRI dapat mengawal pembangunan tersebut.

Keamanan menjadi salah satu kendala pembangunan jalan trans Papua, sinergitas dengan seluruh elemen daerah di Papua harus terus digalakkan, ka­rena tanpa pendekatan kultural, tampaknya agak sulit untuk menyamakan persepsi akan pentingnya jalan trans Papua pada seluruh rakyat Papua. Manajemen konflik pemerintah diuji dalam pro­yek jalan trans Papua ini, tentu negara tidak boleh kalah dengan kelompok separatis, Papua yang sejahtera adalah keniscayaan, sudah saatnya label ‘Papua yang termarjinalkan’ dihapus, mereka berhak hidup layak dan nyaman sebagaimana di daerah Indonesia tengah dan barat.

Sumber: http://harian.analisadaily.com/opini/news/jalan-trans-papua-cahaya-papua/283645/2016/10/26
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: