Jokowi Efek tak Berefek (PDIP Mengakui Salah Strategi)

Author : Uci Junaedi | Kamis, 10 April 2014 09:43 WIB

Prediksi dari Presiden SBY bahwa tidak ada partai yang dominan terbukti benar, PDIP tak boleh lagi sombong dan jumawa. Hal ini terbukti dari hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survey yang menyebutkan perolehan PDIP tidak lebih dari 20% suara.

Tren hitung cepat yang ditunjukan beberapa lembaga survey juga menunjukkan tak ada partai politik yang meraup suara dominan. Sesumbar PDIP yasg sebelumnya yakin mampu mendapat 27,02 persen suara, faktanya cuma meraih 19% suara. Artinya PDIP masih harus “mencari teman” untuk mengusung calon presidennya.

Ahli statistik politik dari Charta Politika Arya Fernandes menyatakan hasil hitung cepat yang menempatkan PDIP, Golkar, Gerindra dan Demokrat di posisi empat besar ini menggambarkan bahwa efek Jokowi tidak ada. “Jokowi effect tak berpengaruh besar, hal ini membuktikan bahwa raupan suara PDIP murni merefleksikan hasil kerja pimpinan dan kader partai,” ujarArya di Jakarta Rabu (9/4).

Selain itu hasil ini mencerminkan kualitas organisasi ditambah dengan profil ketokohan dari para pimpinan partai dan caleg-calegnya. Dari hasil hitung cepat itu bisa disimpulkan bahwa pengalaman, kerja keras dan soliditas partai jadi faktor utama yang lebih nenentukan dibandingkan figur capres. Apalagi dari hasil banyak survei, raupan suara Jokowi sebagai presiden mencapai 40 persen, berbeda jauh dengan hasil pemilu legisltaif.

Arya pun merinci bahwa suara PDIP justru malah tergerus. Pasalnya, Jokowi saat ini cenderung ditinggalkan pendukungnya setelah menerima pencapresan dirinya oleh PDIP. Partai juga saat ini telah kembali ke basis pemilih tradisionalnya karena rakyat atau pemilih sudah pintar.

Kemudian Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan munculnya fenomena “JokowiYes PDIP No” adalah fakta yang kini tak bisa dibantah. Fenomena yang menggambarkan pendukung Jokowi belum tentu memilih PDIP ini sempat dibantah elite PDIP, bahkan oleh Jokowi sendiri. Namun faktanya, suara PDIP tak terlalu terdongkrak.

“Artinya Jokowi bukan hanya dilihat sebagai kader PDIP semata,” kata Yunarto Wijaya.

Yunarto Wijaya mengatakan juga bahwa popularitas Jokowi yang tinggi adalah karena tim sukses Jokowi menggarap semua kalangan termasuk swing voters dan pemilih partai lain. Itu yang membuat elektabilitas Jokowi bisa di atas 30 persen sementara PDIP hanya sekitar 19 persen.

Kalangan PDIP merespons keras munculnya fenomena ini. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo bahkan menuding fenomena ini dihembuskan oleh intelijen. Saat isu ini menyeruak, satu demi satu elite PDIP merespons keras. Siapa nyana, kini terbukti Jokowi effect yang diharapkan mampu mendongkrak suara PDIP malah melempem.

Menurut Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi, seharusnya PDIP tak lagi jumawa. Namun mulai menghitung peluang koalisi karena jelas tak mungkin mengusung capres sendiri. Sebagai informasi untuk mengusung capres minimal diperlukan 25% suara sah atau 20% kursi DPR.

“Jokowi dan PDIP harus interospeksi, sebab selama ini mereka merasa jadi pemenang tapi mereka hanya menang tipis,” katanya.

Terkait kemenangan yangtak sesuai target, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDIP, Puan Maharani mengatakan PDIP akan segera mengevaluasi. Ia sendiri sebelumnya sesumbar bahwa PDIP mampu mendapatkan 27,02 persen suara di pemilu Legislatif 2014.

Dalam sebuah diskusi yang dipandu oleh Chairul Tanjung baru-baru ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak yakin ada parpol yang mampu menembus 30 persen suara. SBY mengatakan jangan dibayangkan ada parpol mencapai 30 persen, kemudian nomor dua 20 persen, ketiga lima persen.

“Maybe I am wrong, lihat saja nanti,” kata SBY yang menyatakan bacaan dan ramalannya itu didasarkan pada pengalamannya pada dua kali Pemilu 2004 dan 2009.

Dan terbukti, apa yang diprediksikan Ketua Umum Partai Demokrat ini benar adanya.

Sumber: http://politik.kompasiana.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: