Kebebasan Pers di Era Presiden SBY

Author : Uci Junaedi | Selasa, 09 September 2014 10:31 WIB

Pada tanggal 20 Oktober mendatang, Presiden SBY akan menyelesaikan masa jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia, beliau akan menjadi rakyat biasa, warga Indonesia sekaligus warga dunia. Salah satu hal yang menarik dari pemerintahannya Presiden SBY adalah hubungannya dengan dunia pers yang terkadang turun naik akan tetapi tetap hangat, Presiden SBY pada mulanya menjadi media darling dengan mendapatkan dukungan yang luar biasa dari berbagai media. Akan tetapi di saat yang lain, media juga mengkritik Presiden SBY dengan sangat kritisnya.

Keluarga Presiden SBY pun, kerap merasa “tersudutkan” dengan pemberitaan yang ada di media massa. Bahkan, sering kali kritikan itu dilakukan media massa tanpa disertainya data ataupun fakta yang benar-benar akurat.

Pada Jum’at (5/9), dalam peluncuran buku “SBY dan Kebebasaan pers” di Jakarta, Presiden SBY menggambarkan bahwa hubungan pemerintah dengan media massa itu ibartakan “benci tapi rindu”. Siapapun yang menjadi presiden di negara demokrasi tentu akan merasakan suasana tersebut. Walaupun media pers sering mengkritik dengan kerasnya, Presiden SBY ternyata tidak pernah membenci bahkan mengambil jarak dengan para media massa. Presiden SBY tetap proporsional, tenang dalam setiap pernyataan, namun tetap menampilkan kehangatan.

Untuk Presiden SBY, kritikan walaupun itu sangat pahit dan terasa sakit akan tetapi diibartakan sebagai obat, yang apabila diminum dalam dosis yang tepat itu akan bisa menyembuhkan penyakit. Karena dengan kritikan, Presiden SBY bisa terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu juga menurut SBY bahwa dengan kritikan pers juga bisa menjadi semacam “penyaluran” terhadap berbagai ketidakpuasan masyarakat. Kemampuan Presiden SBY dalam menciptakan hubungan hangat dengan pers trurut membangun sebuah kebabasan pers tanpa rasa takut untuk menyampaikan pendapat.

Di bawah kepemimpinan Presiden SBY selama satu dasawarsa, pers Indonesia benar-benar telah menikmati kebebasan nya. Hal ini bisa terjadi, karena Presiden dan negara tidak pernah ikut campur mengenai urusan kebebasan pers.  Sikap positif dari Presiden SBY itu terlihat dengan tidak adanya teguran langsung kepada media walaupun pers sering mengkritiknya dengan sangat keras. Presiden SBY biasanya menyampaikan kritik balik kepada pers ketika memperingati hari pers.

Pendiri Kompas, Jacob Oetama bahkan beliau menilai bahwa kemerdekaan pers selama sepuluh tahun ini lebih bagus dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, walaupun tentu saja belum begitu ideal.

Pers yang kritis dan konstruktif itu harus tetap dipertahankan di pemerintahan mendatang Jokowi-JK. Seperti yang dikatakan Presiden SBY, kini pemegang kekuasaan telah menyebar , baik presiden, parlemen, pers dan penegak hukum. Presiden SBY juga mengingatkan agar insane pers selalu terus menyeimbangkan kebebasan dan kekuasaan. Semoga Saja.

Sumber: http://media.kompasiana.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: