Di luar gedung MK, lebih tepatnya di stasiun televisi, perdebatan tentang pembukaan kotak suara sebelum ketetapan dari MK dikeluarkan lebih seru. Satu pengamat mengatakan bahwa pembukaan kotak suara adalah pelanggaran yang serius dan oleh karenanya layak jika KPU dilaporkan ke kepolisan. Pembukaan kotak suara adalah bentuk kepanikan KPU menghadapi gugatan di MK. Pengamat yang lain mengatakan, untuk menjawab gugatan yang diajukan, KPU memerlukan bukti-bukti. Bukti-bukti itu ada dalam kotak suara? Kalau tidak membuka kotak suara, bagaimana KPU bisa menjawab gugatan yang disampaikan oleh Pemohon? Apa yang dilakukan KPU bukan pelanggaran yang substansial.
Perdebatan sengit tentang pembukaan kotak suara oleh KPU terhenti atau berhenti dengan sendirinya ketika Ketua MK, Hamdan Zoelva menyampaikan bahwa MK telah mengijinkan termohon (KPU) untuk mengambil dokumen dari kotak suara yang tersegel untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam sidang di MK. Pemberian ijin tersebut diserta dengan ketentuan-ketentuan antara lain harus mengundang saksi dari masing-masing kubu, panwaslu dan membuat berita acaranya. Dalam kesempatan tersebut, ketua MK juga menyatakan akan memberikan penilaian tersendiri pada putusan akhir nanti terhadap pembukaan kotak suara sebelum adanya ketetapan dari MK.
Menanggapi pendapat tsb di atas, pengamat mempertanyakan, bagaimana hak warga negara yang belum tercatat namanya dalam DPT? Apakah akan diabaikan? Mereka mempunyai hak yang sama sebagaimana warga negara yang lain untuk memilih. Bagaimana mereka bisa diakomodasi jika tidak melalui DPK dan DPKTB? Mengabaikan warga negara untuk mendapatkan hak memilih adalah tindakan yang juga melanggar undang-undang.
<p style="text-align: justify;" justify;\\"=""> Jika logika yang dipakai adalah bahwa dengan adanya DPK dan DPKTB akan meggelembungkan perolehan suara salah satu kubu, sebagai orang awam kita tahu bahwa tambahan pemilih tersebut BELUM tentu menguntungkan Jokowi. Potensi kemungkinan siapa yang dipilih oleh DPK dan DPKTB tersebut sama, baik untuk Prabowo maupun Jokowi. Hal ini karena kita tidak pernah tahu siapa yang akan dipilih oleh para pemilih tersebut.