Menjawab atas tulisan Sampai Lulus Mahasiswa Hanya Butuh Google http://bit.ly/1ttnrPW.SISTEM perkuliahan di Universitas Al Azhar berbeda dengan universitas-universitas di tempat lain, khususnya di Indonesia. Pendidikan sarjana di Al Azhar terdiri atas empat tingkat (level). Untuk setiap level terdiri atas dua term. Pada akhir setiap term dilaksanakan ujian. Hasil ujian pada dua term inilah yang menjadi nilai paling menentukan lulus tidaknya seorang mahasiswa dalam mata kuliah yang sedang diambilnya.
Di Al Azhar, khususnya jurusan agama, masih dianut sistem klasik. Sistem ini tidak mengenal istilah kuis dan midterm test (ujian tengah semester). Hanya sesekali di jurusan dan mata kuliah tertentu yang dosennya meminta mahasiswa membuat bahats (karya ilmiah).
Ketiadaan kuis dan midterm ini menjadikan nilai ujian final satu-satunya “tiket” untuk bisa naik ke tingkat selanjutnya. Bandingkan, misalnya, dengan perkuliahan di Indonesia yang sumber penilaiannya terdiri atas tiga elemen, yaitu kuis, midterm tes, dan ujian final.
Sistem kuliah yang seperti ini–semata-mata mengandalkan hasil ujian final–menyebabkan para mahasiswa Al Azhar non-Arabic speaking sangat berhati-hati dalam menghadapi dan mengikuti ujian.
Ujian untuk setiap mata kuliah menelan waktu tiga jam. Peserta uji harus mampu menyelesaikan tiga sampai lima soal dengan furu’-furu’nya (cabang soal). Atas dasar itu sangatlah wajar mengapa kegiatan-kegiatan nonakademik di Al Azhar biasanya dihentikan pada saat ujian.
Rata-rata organisasi mahasiswa asing yang biasanya mengadakan beraneka kegiatan berupa kajian, diskusi, riset penelitian, seminar pendidikan, talaqqi, dan lainnya terhenti sejenak dengan akan dilangsungkannya ujian term II di Al Azhar.
Para mahasiswa yang biasanya rutin mengikuti talaqqi di masjid, kini tiba saatnya untuk tawaqquf (berhenti) sesaat, karena menyambut ujian term II ini. Dihentikannya segala aktivitas ini bertujuan, agar para mahasiswa lebih fokus dalam mempersiapkan diri secara matang menghadapi ujian.
Namun, ujian dengan sistem klasik seperti itu tidak mengendurkan semangat para mahasiswa dalam menuntut ilmu di Al Azhar. Di luar jam kuliah, mahasiswa tampak rutin memenuhi sudut-sudut masjid Al Azhar untuk menimba berbagai macam ilmu dari guru yang bersambung riwayat ilmunya sampai ke penulis kitab-kitab klasik tersebut.
Al Azhar yang berawal dari sebuah masjid sangatlah mengedepankan sanad (riwayat) dalam setiap ilmu yang dipelajari. Sistem pembelajaran seperti inilah yang membuat musuh-musuh Islam takut kepada Islam. Bagi saya, inilah satu-satunya Universitas yang Banyak Mahasiswa tidak mengenal Google.