Komaruddin Sastradipoera dalam Strategi Pembangunan Sumber Daya Berbasis Pendidikan Kebudayaan (2006: 261-263) mengungkapkan, sekitar 10 juta tahun silam, para pakar menduga, jumlah manusia di muka bumi ini tidak lebih dari 6000 orang. Jumlah yang relative kecil itu, secara teoritik cenderung nyaris tanpa persaingan. Dunia tanpa intrik-intrik perselingkuhan kepentingan. Ritme kehidupan sepadan dengan “kumpul dan ngebul”, hingga dua juta tahun sebelum Masehi kemudian populasi manusia sekitar 125.000 orang. Artinya, 0,003 orang perkilometer persegi. Selanjutnya, pada zaman Homo erectus, yaitu sekitar 300 tahun sebelum Masehi mencapai 1.000.000 orang. Bagaimana gambaran dunia dengan penduduk mencapai jutaan pertama ini? Pakar sejarah yang akan menjawabnya.
Poera juga mengungkapkan, pada zaman Cro- Magnon, sekitar 25.000 tahun sebelum Masehi populasi menjadi 3.340.000 orang. Peningkatan lagi populasi manusia pada 6000 sebelum Masehi ternyata naik menjadi 86.500.000. Tahun Nolsebelum Masehi diduga 400 juta orang. Pada tahun 1750 menjadi 728.000.000. Tahun 1800 populasi manusia menjadi 1 milyar. Putaran zaman dari Cro-Magnon hingga Abad 1800 M, ternyata perebutan wilayah sebagai bagian pertahanan idiologi, latar sumber kehidupan dan kepentingan lainnya sudah mulai menjadi daya tarik populasi manusia.
Suhu berbagai kepentingan mulai tahun 1900 dengan populasi manusia yang mencapai 1.620.000.000 orang, terasa sangat berbeda, apalagi dibarengi berbagai awal penemuan terkait dengan peradaban kemajuan, dunia mulai khawatir dampaknya. Terbukti intrik-intrik perang, yang pada tahun 1930 populasi manusia meningkat menjadi 2 milyar orang menuai puncaknya perang dunia pertama dan perang dunia ke dua 1945. Usai perang dunia ke dua, pada tahun 1950 populasi manusia meningkat 2.400.000 orang, sehingga pada tahun 1960 dengan kecepatan yang lebih tinggi lagi populasi manusia menjadi 3 milyar. Dua blok kekuatan besar dunia pun terbelah menjadi dua, yaitu Soviet Union dan USA. Perang dingin pun tergelar, ketententeraman pun dari waktu ke waktu terusik. Dunia jadi penuh ketidakpastian, keraguan, dan terasa ada yang tertahan. Tahun 1975 mencapai 4 milyar, dan tahun 1990 menjadi 5 milyar orang, dengan gerbang perubahan tatanan dunia baru yang mutlak terkontrol oleh satu Negara adidaya. Kapitalistik sangat mewarnai dunia. Peradaban pun dalam muara yang sama dengan berbagai ragam konsekuensi dan risikonya.
Komaruddin mengemukakan dalam bukunya tersebut di atas, denganmeyakinkan bahwa para pakar pun memperkirakan dengan cermat bahwa pada tahun 2000, populasi manusia mencapai 6.494.000.000, ini berarti 48,4 orang perkilometer persegi. Kemudian dirincinya lagi pada tahun 2010 menjadi 7 milyar populasi manusia di dunia. Disimpulkan oleh Sastradipoera bahwa dalam kajian demografi akan memberikan petunjuk pertumbuhan populasi manusia berlipat ganda, pada akhirnya menciptakan masalah-masalah sosial, ekonomi, keamanan, dan politik. Dalam konteks dunia dengan peradaban industry yang kapitalis seperti saat ini, masalah-masalah perburuhan sepertinya tanpa ending harmoni, apabila konsep kapitalis ini tidak dilandasi dengan cakupan karakteristik konsep idiologi kemanusiaan, norma-norma agama dan nilai-nilai humanism integral.
Poera memberikan argument bahwa, negara-negara di Asia Pasifik dihuni oleh penduduk miskin terbanyak di dunia. Artinya bahwa masalah perburuan belum mencapai fungsi yang seharusnya. Walaupun sedikit lebih beruntung ketimbang benua Afrika, tetapi di sekitar 700 juta atau dua pertiga penduduk miskin di dunia berada di daerah ini, termasuk di Indonesia sendiri. Karena itu, negara-negara di kawasan Asia Pasifik dihadang sedikitnya oleh tiga masalah besar. Masalah tersebut adalah pertama, pertumbuhan penduduk. Negara-negara di Asia Pasifik menghadapi pertumbuhan penduduk yang akan berubah menjadi ancaman untuk 20 hingga 25 tahun yang akan datang. Manajemen SDM dan strategi pengembangan SDM yang purna akan dapat memperkecil risiko-risiko era kapitalistik yang kebablasan demi sebuah kepentingan.
Ancaman itu antara lain disebabkan oleh rendahnya produktivitas penduduk dan besarnya rasio dependensi yang menunjukkan besarnya beban penduduk tidak produktif di atas pundak penduduk produktif. Di samping itu pertumbuhan penduduk pun sering kali bergandengan dengan masalah urbanisasi. Kedua, penurunan mutu lingkungan hidup. Negara-negara Asia-Pasifik mengalami kerusakan lingkungan hidup yang meningkatkan pencemaran air, tanah, dan udara. Salah satu sumber daya yang akan menerima dampak buruknya adalah pasokan air bersih bagi penduduk di wilayah itu. Demikian Komaruddin menyimpulkan dalam bukunya Pembangunan Sumber Daya 2010. Wallahua’lam.