(dimuat di Republika)
Penegakan hukum sesungguhnya tidak boleh dikaitkan dengan persoalan politik, tentu para aparat penegak hukum sangat mengerti soal ini. Namun sayangnya, kerapkali persoalan hukum dianggap oleh banyak kalangan bernuansa politis, dan menurut saya wajar dan dapat dimengerti dengan alasan yang cukup masuk akal. Supaya adil saya akan ambil contoh masing-masing dari dua kubu Capres-Cawapres yang kini tengah bersaing dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Pertama, terkait keputusan KPK dalam penetapan tersangka Surya Darma Ali (SDA) dalam kasus korupsi Haji. Kita tahu bahwa SDA adalah ketua umum satu partai yang mendukung salahsatu Capres-Cawapres, sehingga ada suara-suara yang mengatakan persoalan ini dipolitisasi. Hal ini bisa dianggap wajar karena KPK menetapkan status SDA manakala semua partai politik pendukung Capres-Cawapres sedang bereforia dan sibuk menghadapi Pilpres 2014. Meski KPK mengatakan bahwa penyelidikan kasus ini sudah berjalan lama tetapi cenderung lambat sehingga pada saat situasi sudah masuk suasana Pemilu baru keluar keputusan itu. Kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi KPK agar tidak terulang lagi kejadian yang mirip seperti ini agar KPK tidak dituding hal yang negatif.
Kedua, kasus bus transjakarta. Kasus ini sudah cukup lama ditangani Kejaksaan tetapi tamp[ak pula para aparat penegak hukum kita agak lambat bergerak sehingga sekarang situasi sudah dalam suasana Pilpres. Jika misalnya kejaksaan agung akan memanggil salah seorang Capres dalam kasus ini bisa jadi serta merta kejaksaan dianggap mempolitisasi kasus ini. Kasus bus transjakarta ini merupakan pengadaan ribuan bis dengan anggaaran APBD yang cukup besar dan orang awam pun mengerti bahwa dana miliaran bahkan trilunan rupiah ini tentu mau tidak mau membutuhkan keterangan pimpinan tertinggi di DKI, Jika kasus ini hanya sampai memeriksa kepala dinas saja tanpa ada keterangan dari atasan Kepala Dinas dalam melaksanakan proses hukum berarti aparat penegak hukum telah mencederai proses hukum itu sendiri dan tereksan tidak adil bahkan lebih jauh lagi bisa dianggap berpolitik. Sebaliknya, jika dalam suasana sekarang ini orang yang dibutuhkan keterangannya itu dipanggil kejaksaan maka pihak pendukung sang Capres pasti akan mengatakan pemanggilan itu benruansa politis. Kenapa kejaksaan dan KPK menjadi serba salah dalam hal ini padahal mereka harus bekerja sesuai hukum? Kata kuncinya adalah kesigapan kecepatan dan daya antisipasi Kejaksaan dan KPK tidak memuaskan, akhirnya mereka tidak sensitif yang seolah menajdi tidak bijak dan orang yang tidak bijak dianggap tidak adil, sementara hukum mesti memerhatikan juga azas-azas keadilan. Nasi telah menjadi bubur kasus ribuan bus karatan transjakarta kini memasuki masa penting dalam pengungkapan kasus sekaligus juga memasuki suasana Pilpres, maka kini kita tunggu saja apa yang akan dilakukan Kejaksaaan Agung. Apakah tetap tegar dan tidak pandang situasi ataukah memang kasus yang merugikan negara itu hanya dibatasi sampai Kepala Dinas saja?