MENDIDIK anak seyogyanya jangan jauh-jauh dari teladan Nabi Muhammad SAW. Rasulullah selalu lembut terhadap anak, Dia mengedepankan cinta daripada amarah. Nabi mencontohkan sikap mulia. Kepada anak ia sangat penyayang. Selalu mencium anak lalu mendokan kebaikan. Bagi Nabi mencium anak menjadi jalan disayangi Allah SWT.
Abu Hurairah berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro' berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallampun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati" (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318)
Namun, pada perkara shalat, Nabi tidak mau kompromi. Dia menganjurkan agar orangtua harus bersikap tegas urusan shalat pada anak yang berusia cukup. Dikatakan, ketika anak masuk usia 10 tahun bermalas-malasan tidak shalat maka Nabi menganjurkan orangtua boleh “memukul mendidik” anak. Meskipun Nabi tak pernah memukul anaknya. "Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247).
Fimas Maulana, S.Psi, Psikolog Universitas Muhammadiyah Jember mengatakan, anjuran Rasulullah diperdetail oleh Ali bin Abi Thalib, sahabatnya. Konsep Ali mendidik anak relevan diterapkan orangtua bijak. “Ali menyarankan, 7 tahun pertama didik anak layaknya raja, 7 tahun kedua didik anak layaknya tawanan perang, dan 7 tahun ketiga didiklah anakmu bagaikan seorang sahabat,” ucap Fimas.
Konsep Ali sesuai dengan teori pskilogi anak kekininan, Sigmund Freud (Psikodinamika asal Ceko 1856-1939) menemukan teori golden age (usia emas) anak di usia 0-5 tahun pertama, usia ini rawan membentuk kepribadian anak. Saran Freud, di kehidupan jiwa yang rawan ini orangtua harus menanamkan nilai-nilai agama, bersosial, dan akhlaq mulia.
Ortu Harus Cerdas Mengatur Waktu
Bagaimana cara orangtua sibuk mengurus anak? Koordinator BK SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya Dian Setia Prameswari, M.Psi.,Psikolog mengatakan,orangtua sibuk harus cerdas memanajemen waktu. Bila kedua orangtua bekerja, maka orangtua harus berkomitmen tinggi, sebelum berangkat kerja menyiapkan sarapan anaknya, menyiapkan makan siang, pulang tepat waktu, dan selalu memeluk dan mencium si buah hati. "Bila mama bekerja hendaknya sarapan sudah disiapkan beserta makan siangnya, sepulang kerja orangtua wajib mendampingi anak. Hari libur usahakan waktunya anak.
Gunakan waktu untuk dekati anak yang telah seminggu ditinggal bekerja," katanya dilansir sdm4sby.com 17 Maret 2016. Tia, sapaannya, menegaskan, orangtua adalah guru pertama dan utama bagi anak untuk mengenal ilmu, suara, warna, aturan, dan sebagainya. Terutama mengenalkan agama. Peran yang harus paling dikuatkan orangtua adalah menjadi figur idola anak sebagai imitasi jati dirinya. Karena anak secara jujur merekam apa yang diucap dan kerjakan orangtua.
Jadi, posisi utama dalam membentuk kepribadian adalah orangtua, posisi kedua lingkungan, yang ketiga sekolah. Orangtua dalam pendidikan anak harus bisa menjadi teman/sahabat keteladanan. Peran suri tauladan harus benar-benar merasuk kedalam relung hati sang anak. Misal, ayah menjadi contoh anak sebagai seorang laki-laki yang tepat waktu dalam shalatnya, pemimpin keluarga, tegas, jujur, dan bertanggung jawab. Ibu juga harus bisa meneladani sebagai pembimbing, menyayangi, lemah lembut, perhatian, dan bertanggung jawab.
Bijak bila keluarga membuat peraturan/kesepakatan bersama. Peraturan berkonsekwensi: reward (hadiah) punishment (hukuman). Reward tidak harus berupa barang dan keinginan/kesenangan anak saja, namun bisa berupa pujian, pelukan, ciuman, dan hadir saat anak butuh. Hadir saat pengambilan raport, pentas di sekolah, dll. Punishment tidak harus kontak fisik: pukulan, cubitan, ataupun teriakan. Menghukum harus mendidik bukan menyakiti hati dan fisiknya. Cara menghukum bisa kesepakatan mengurangi nonton TV, Minggu tidak jalan-jalan, diganti belajar, HP atau Ipad tidak boleh dimainkan, dll.
Pakar Pendidikan Anak Muslim Ust. H. Charis Bangun Samodra pada Pengajian Walimurid SD Muhammadiyah 4 Pucang di Aula Millennium Building, 15 Maret 2016, berpendapat sama, peran ideal orangtua harus 100 persen. Artinya kalau dibagi dari 100 persen menjadi 50 persen di sekolah, atau 50 persen ke yang lain yang bermanfaat itu hanya wilayah waktu. Sedangkan wilayah otoritas, pantauan, dan kewajiban orangtua mengurus harus penuh 100 persen. Anak-anak cetakannya harus dari rumah, tetapi untuk mewarnainya, anak juga harus ada peran lingkungan, teman, termasuk sekolah dengan otoritas orangtua.
Peran penuh orang tua tidak berhenti di situ. Karena yang paling perlu dikuatkan dalam peran orangtua, sambung Ust. Bangun -sapaan karibnya- adalah tauhid dan akhlaq. Sebagaimana yang telah diteladani Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW membawa Islam menjadi sukses pada mulanya karena menanamkan ketauhidan dan akhlaqulkarimah pada kaumnya. Perintah ini didengungkan Rasulullah jauh sebelum ada syariat sholat-puasa dan syariat-syariat lain. Rasulullah patut diteladani orangtua yang mendamba putra putrinya menjadi manusia seutuhnya, yang berguna bagi kebaikan sesama, alam dan seisinya. Semoga berguna.