ADALAH sebuah
ironi bahwa sebagai negara
agraris, bidang peternakan di Indonesia
tak sepenuhnya mendapat dukungan dari pemerintah. Padahal menilik potensi yang kita miliki, seharusnya Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam bidang peternakan, khususnya produksi daging
sapi.
Sayangnya, sampai hari ini, Indonesia masih saja mengandalkan impor, khususnya daging sapi yang
utamanya diimpor dari Negeri Kanguru, Australia.
Atas
kenyataan ini, tidak ada pilihan bagi pemerintah
Indonesia
selain harus lebih serius memperhatikan bidang peternakan,
agar Indonesia bisa mencapai swasembada pada daging sapi.
Sebagai bukti ironi itu, belakangan ini masyarakat dihadapkan pada masalah kenaikan harga daging sapi. Dari
harga di
pasar lokal berkisar antara Rp 60.000-Rp 75.000 menjadi Rp.90.000-Rp.100.000. Berdasarkan data Bank Dunia (2012) harga daging sapi di Indonesia adalah yang tertinggi, yakni mencapai US$9,76 dibandingkan Malaysia
(US$4,3), Thailand (US$4,2), Australia (US$4,2), Jepang (US$3,9), Jerman
(US$4,3) atau India (US$7,4).
Akibatnya,
kenaikan harga daging sapi yang drastis ini telah menyulitkan kehidupan
masyarakat yang notabanenya kehidupan mereka di bawah standar atau menengah ke
bawah. Inilah tantangan pemerintah, untuk merancang atau menstabilkan harga
daging kembali. Pada dasarnya dalam waktu dekat ini indonesia ingin mencapai
swasembada daging pada tahun 2014.
Kegelisahan Rakyat
Situasi ini, sekali lagi, telah menjadikan
rakyat gelisah. Sejak kenaikan harga daging sapi, di pasar mulai
sepi, pedagang pada mogok karena konsumen yang beli daging sapi semakin menurun
drastis. Bahkan di beberapa daerah pedagang
sempat mogok berhari-hari, karena harga daging sapi semakin hari semakin tinggi, dan daging sapi juga sulit di dapatkan
di jagal maupun di pasaran terkait impor daging sapi yang di batasi atau
mungkin ada beberapa oknum yang mempermainkan di balik peristiwa itu.
Tak
bisa dipungkiri bahwa populasi rakyat indonesia yang mengkonsumsi daging sapi
semakin hari semakin banyak. Di satu sisi, pasokan daging sapi lokal kurang
terjamin kualitas dagingnya di sebabkan oleh beberapa oknum yang ingin
memanfaatkan impor daging sapi. Padahal, jika daging sapi lokal itu di konsumsi
oleh masyarakat kualitasnya pun tak kalah dengan kualitas daging sapi impor
pada umumnya.
Mahasiswa
peternakan merupakan generasi penerus bangsa, yang telah dibekali ilmu tentang
bagaimana budidaya peternakan secara intensif. Di sini, mahasiswa peternakan
mempunyai andil dalam mengawasi swasembada daging yang telah di targetkan oleh
pemerintah pada tahun 2014. Sebagai mahasiswa, peran itu memang sangat bagus
jika pemerintah menyarankan mahasiswa untuk ikut andil dalam swasembada daging.
Tanpa disadari, potensi mahasiswa
dalam mengawasi swasembada daging itu perlu dilaksanakan, karena itu bagian
dari kehidupan mereka. Jika di antara mahasiswa dan pemerintah membicarakan
tentang kebijakan swasembada daging itu sangat bagus. Karena kebijakan untuk
kesejahteraan rakyat itu penting, untuk proses lebih detail mengenai swasembada
daging, mahasiswa harus ada komunikasi dengan pemerintah.
Peran mahasiswa untuk mengawasi
swasembada daging adalah untuk melakukan perubahan sosial yang ada di
indonesia. Oleh karena itu, mahasiswa ingin masyarakat yang kurang mampu bisa
mendapatkan swasembada daging dari pemerintah. Agar indonesia bisa
mensejahterakan rakyat dengan adanya program seperti itu.
Pro dan Kontra
Terkait Swasembada Daging
Rencana
pemerintah terkait swasembada daging masih banyak pro dan kontra, pemerintah
ingin segera indonesia bisa melakukan swasembada daging. Tapi banyak kendala
yang dialami oleh bangsa ini, beberapa bulan yang lalu ada kasus terkait impor
daging sapi yang membuat gemuruh negeri ini. Betapa tidak? Rakyat yang
kebingungan akan kenaikan harga daging sapi begitu cepat melambung tinggi,
ternyata di balik peristiwa itu ada oknum dari partai politik yang dengan
sengaja ingin menaikkan harga impor daging sapi.
Program swasembada daging yang
dirancang oleh pemerintah itu sangat bagus, akan tetapi populasi sapi lokal yang ada di indonesia
masih cukup rendah. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa menyikapi soal
pembibitan sapi yang ada di lokal. Mari kita ambil contoh sapi bali, sapi bali
adalah sapi lokal Indonesia yang kualitas dagingnya tidak kalah dengan sapi limousin
yang ada di australia. Karena sapi bali yang lebih dominan adalah daging
ketimbang tulang, Mari kita budayakan pembibitan sapi lokal.
Pembibitan sapi lokal, merupakan
langkah yang paling bijak untuk swasembada daging, pemerintah harus bangga
dengan sapi lokal. Karena sapi lokal yang ada sekarang adalah sapi yang
notabanenya sangat bagus untuk ke depannya.
Sebagai penutup semoga Indonesia mampu melakukan swasembada daging, akan tetapi sebelum merancang program swasembada daging. Pemerintah terlebih dahulu melakukan pembibitan sapi lokal dengan seleksi secara ketat untuk meraih peranakan yang unggul. Itu pasti bisa di dapatkan dengan teliti dan keuletan untuk mencapai ke beberapa generasi bangsa sapi. Indonesia ke depannya pasti bisa melakukan swasembada daging sapi dan tidak mengandalkan daging sapi impor, karena sejatinya sapi lokal adalah sapi yang terbaik.