Jalan menuju Istana dibarengi dengan peristiwa yang memilukan hati. Di awali dengan kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS), enam tersangka (salah satunya meninggal bunuh diri) yang merupakan petugas kebersihan di JIS melakukan praktik paedofil kepada bocah TK. Tidak lama berselang kemudian muncul tindakan kekerasan di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) yang dilakukan oleh senior kepada yuniornya. Dimas Dikita Handoko harus meregang nyawa dipukuli para seniornya hanya gara – gara sepele, Dimas bersama enam teman lainnya dianggap tidak menghormati seniornya. Belum selesai kedua kasus di atas kembali kita di kagetkan dengan si Emon predator kejahatan seksual yang diduga mempunyai korban sampai ratusan orang. Warga sukabumi ini seakan menjadi predator yang menakutkan bagi orang tua yang mempunyai anak – anak usia dini. Setelah si Emon runtutan peristiwa memilukan berlanjut ke Renggo Khadafi, bocah kelas V SD Makassar 09 Pagi ini harus meninggal dengan tragis oleh kakak kelasnya hanya gara – gara hal sepele. Renggo yang tidak sengaja menjatuhkan pisang, di pukuli oleh kakak kelasnya meskipun bocah tersebut sudah meminta maaf dan mengganti pisang yang di jatuhkannya. Di pekanbaru pelaku pencabulan terhadap korban di bawah umur ternyata tiga bersaudara, kedua pelaku telah tertangkap tinggal satu pelaku masih dalam buruan polisi.
Rentetan kejadian di atas menunjukan bobroknya moralitas tunas – tunas bangsa kita. Bagaimana tidak, jika peristiwa di atas dilakukan oleh anak dari beberapa tingkatan usia. Mulai dari anak di bawah umur sampai anak dalam masa pendewasaan (remaja). Merosotnya moralitas di tengah – tengah masyarakat kita ini disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu pertama faktor lingkungan, lingkungan yang tidak mendukung berakibat buruk terhadap bangunan karakter seseorang. Lingkungan yang jauh dari sentuhan agama, pendidikan, kasih sayang dan sebagainya akan menciptakan karakter yang amoral. Kedua Arus Globalisasi, serbuan produk – produk Globalisasi juga menjadi ancaman tersendiri bagi moralitas seseorang. Kegagapan serta ketidakmampuan dalam menghadapi era global ini membentuk pribadi – pribadi yang mudah terpengaruh budaya barat. Ketiga pendidikan, rendahnya kesempatan mendapat pendidikan di negara kita menjadi salah satu penyebab meningkatnya tindakan – tindakan amoral di kalangan remaja, bahkan sampai anak – anak. Tanpa pendidikan yang muncul adalah kebodohan lewat kebodohan inilah bibit amoralitas berkembang. Keempat kemiskinan, tidak dapat di elakkan dengan semakin tinggi tingkat kemiskinan semakin tinggi pula tindakan kriminalitas di lingkungan sekitar. Keterpaksaan dan gelap mata menjadi alibi bagi sebagian masyarakat miskin sehingga bertransformasi menjadi manusia yang amoral.
Berangkat dari faktor – faktor tersebutlah moralitas anak – anak bangsa harus tergerus dengan realita yang terjadi. Dekadensi moral menjadi permasalahan tersendiri yang sewaktu –waktu akan menjadi ancaman paling berbahaya bagi kelangsungan hidup tunas bangsa. Disinilah seharusnya para calon pemimpin negeri mencurahkan perhatiannya sepenuh hati. Di saat Jokowi asyik dengan “Blusukannya” ke basis islam untuk membangun koalisi. Di saat Prabowo dan ARB sibuk dengan bagaimana menjalin koalisi yang saling menguntungkan. Di saat Yuddy Chrisnandi saling menyalahkan di internal partai Hanuranya. Di saat SBY sibuk dengan konvensi demokratnya untuk membangun koalisi tandingan. Di saat seluruh kaum elite tercurahkan berebut kursi menuju Istana. Mereka semua lupa ada ancaman yang lebih serius hari ini. Ancaman yang akan terjadi esok hari. Ancaman yang akan meruntuhkan negeri. Ancaman itu bernama Moralitas. Dan sudah seharusnya Moralitas ini menjadi Pekerjaan Rumah bagi calon pemimpin negeri nanti, jika tidak ingin negeri ini mati. Siapapun nanti yang terpilih, entah Prabowo, ARB atau Jokowi, inilah tantangan pertama yang harus di beresi. Tantangan Moralitas anak negeri.