Pemimpin Tegas Tidak Mengumbar Kemarahan

Author : Aries Musnandar | Jum'at, 12 September 2014 12:11 WIB

Ahok bukanlah sejatinya pemimpin. Pemimpin tegas tidak mengumbar kemarahan didepan publik. Simak tulisan saya berikut http://old.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4936:pemimpin-tegas-tidak-mengumbar-kemarahan&catid=35:artikel&Itemid=210


Ketegasan diperlukan dalam menjalankan kerja-kerja kepemimpinan. Namun demikian ketegasan tidak selalu dilandasi oleh sikap emosional apalagi jika emosi itu berlebihan yang menunjukkan nafsu amarah mengemuka. Memimpin suatu organisasi, komunitas dan masyarakat yang beragam watak tabiatnya memang bukanlah suatu perkara mudah.  Apalagi komunitas yang dipimpinnya cukup besar dengan segala pernak pernik kehidupan yang amat dinamis dan problematik. 

Mungkin sebagai rakyat sepakat bahwa kita butuh pemimpin yang tegas dalam memimpin negeri ini. Tetapi tentu harus diingat bahwa dalam memimpin tidak perlu menunjukkan emosional berlebihan karena marah adalah salah satu dari 10 pintu setan dalam menyesatkan manusia, ketegasan tidak sama dengan marah, menegur jangan sampai dengan mempermalukan anak didepan umum. Jika marah minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه

“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Kita juga paham makna berikut ini....“Sugih tanpa bandha, Digdaya tanpa aji, Nglurug tanpa bala, Menang tanpa ngasorake”.  False leader is loss of "adab" atau dalam kata lain sopan santun dan etika semestinya sudah melekat erat dalam diri sang pemimpin.

Akhir-akhir ini publik seolah digiring dalam satu pembentukan opini bahwa pemimpin yang marah-marah itu sangat bagus dan bahkan dibiarkan menjadi populer. Kondisi seperti ini sangat tidak sehat dan menurut hemat saya bisa membawa ke situasi menghalalkan segala cara yang penting tujuan tercapai. Padahal, cara (the how) satu hal  penting dalam meraih hasil (the what). Jika hasil bagus tapi diraih dengan cara yang buruk maka hal itu sama saja dengan menghalalkan segala cara yang tidak menunjukkan jati diri bangsa ini. Nilai-nilai ketimuran, adat istiadat dan sopan santun adalah ciri dari bangsa besar ini. Oleh karena itu sebagai rakyat jangan terjebak oleh penggiringan opini yang menyetujui cara-cara pemimpin yang mengumbar kemarahan dimuka umum, merasa benar sendiri, mempermalukan orang dihadapan publik dan sejenisnya. Wallahu a'lam. 

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: