Penegakan Hukum Masih Pandang Bulu dan Tebang Pilih

Author : Aries Musnandar | Rabu, 12 November 2014 10:40 WIB

http://old.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4998:hukum-tebang-pilih&catid=35:artikel&Itemid=210

Sejak rezim dulu hingga rezim Jokowi sekarang ini tetap saja hukum tebang pilih terus berlanjut seolah tiada akhir. Kita tahu bahwa bukan rahasia umum lagi jika penegakan hukum di negeri ini tampak akan tajam kebawah namun tumpul keatas.  Terakhir ini kita sama-sama menyaksikan kasus M. Arsyad sang pengipas sate yang dijebloskan penjara oleh Polisi akibat perbuatannya yang menghina Presiden melalui akun pesbuknya yang sebenarnya terjadi saat kampanye Pilpres beberapa bulan lalu. Padahal kasus-kasus serupa yang mem bully dan bersifat mengina para tokoh nasional sekaligus berbentuk pelanggaran pornografi marak dilakukan pengguna media sosial saat kampanye Pilpres tersebut. Kasus Arsyad merupakan satu contoh nyata yg menambah deretan kasus tebang pilih tersebut.

Aparat penegak hukum begitu mudah menangka Arsyad sementara itu banyak penghinaan melalui media sosial terhadap orang selain Jokowi seperti Prabowo, ARB, Hatta Rajasa dll kita juga lihat di medsos sang Nabi dan Tuhan dihina namun Polisi atau aparat penegak hukum diam saja. Lalu kita tahu kasus Wimar Witolear yang saat musim kampanye lalu menghina tokoh-tokoh Islam dan organisasi Muhammadiyah yang sudah dilaporkan ke Polisi tetapi sampai sekarang tidak ada kabar dan tindak lanjutnya. Sungguh aneh dan keterlaluan hukum di negara tercinta ini. Kita pun  tahu pihak partai pendukung penangkapan menyatakan bahwa Arsyad telah melanggar norma-norma kesusilaan/pornografi. Tetapi rakyat tidak lupa bahwa partai itu sendiri yang sangat keras menolak UU anti pornografi/pornoaksi ketika disahkan DPR beberapa waktu silam.

Sesungguhnya fenomena seperti digambarkabn diatas yakni penegakan hukum yang timpang dengan sasaran tembak hanya orang- orang kecil atau lemah. Dilain pihak aparat kepolisian penegak hukum hanya memerhatikan laporan kubu yang memiliki kekuasaan dan apabila pencemaran nama baik, penghinaan dan sejenisnya menimpa mereka yang secara politik kurang kuat maka jangan harap laporan atau kejadian yang menimpa mereka akan diperhatikan dengan baik oleh penegak hukum sebagaimana laporan terkait kasus Wimar Witoelar yang sangat menyudutkan tokoh-tokoh nasional dan umat serta organisasi Islam. Buktinya hingga ini belum ada kabar yang mengembirakan terkait hal itu padahal laporan sudah disampaikan kepada pihak kepolisian. Seharusnya pembiaran-pembiaran ini dikritisi terus oleh masyarakat dan tentunya oleh wakil rakyat dengan memanggil para petinggi eksekutif baik dari kalangan kepolisian dan pimpinan negara ke DPR akan jangan terus melakukan penegakan hukum secara tidak adil, diskriminasi dan tebang pilih tersebut. Kasus-kasus tebang pilih mesti terus diangkat oleh pihak terkait termasuk juga media massa sebagai bagian dari pihak yang dapat disebut selaku pengawal demokrasi Indonesia.

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: