Pesantren, Sekolah Publik dan Madrasah

Author : Aries Musnandar | Selasa, 29 April 2014 10:21 WIB

Manajemen pembelajaran di pesantren dengan lembaga pendidikan lain seperti sekolah tidak sama alias berbeda baik dari sisi materi kurikulum, model pembelajaran, peserta didik hingga terkait waktu atau lamanya kegiatan pembelajaran. Lembaga pendidikan yang berbentuk sekolah seperti sekolah umum, kejuruan dan madrasah memiliki model dan sistem pembelajaran yang relatif sama.

Madrasah yang sebenarnya dan seharusnya memiliki ciri khas Islam itu ternyata mempunyai sistem manajemen pendidikan sekolah yang bisa dikatakan nyaris sama dengan sekolah umum atau kejuruan milik pemerintah atau sekolah negeri. Tidak ada sesuatu yang menraik sebagai ciri khas Madrasah dibandingkan dengan pendidikan di sekolah umum selain hanya sekedar hafalan-hafalan doa dan bacaan sebagaian ayat-ayat al Quran. Bahkan disadari bahwa penampilan dan kegiatan madrasah dalam beberapa hal masih terpengaruh dengan apa-apa yang terdapat dan dikembangkan oleh sekolah negeri. Tidak ada sistem atau ciri khas di Madrasah yang menarik dan layak dicontoh oleh sekolah umum.

Sekolah umum Islam yang didirikan yayasan milik umat Islam meski menyatakan diri bahwa sekolah tersebut bernafaskan Islam tetapi sistem pendidikan sama saja dengan madrasah dan sekolah publik milik pemerintah dan swasta, hampir tidak ada inovasi yang membedakan diri secara signifikan dari sekolah umum biasa. Perbedaan mungkin hanya pada hafalan al Quran dan berbagai jenis doa yang diajarkan kepada siswa. Dalam kegiatan pembelajaran hampir bisa dikatakan kategori matapelajaran sains dan matapelajaran agama masih merupakan matapelajaran yang seolah tidak ada hubungannya satu sama lain. Dalam konteks ini juga persepsi guru masih diselimuti cara berpikir dikotomik tersebut.

Dalam konteks ini mungkin hanya pesantren yang mampu tampil beda dengan menunjukkan jati diri yang khas, unik dan berbeda dalam menerapkan sistem pendidikannya dibanding lembaga pendidikan non pesantren yang lain.  Pada bagian-bagian tertentu bahkan model yang diterapkan pesantren ditiru oleh lembaga pendidikan lain. Ambil contoh, sistem pendidikan di UIN Maliki Malang yang banyak diinspirasi oleh tradisi-tradisi pesantren yang kemudian "dikawiinkan" dengan tradisi-tradisi ilmiah yang biasa dilakukan di universitas.

Singkat kata, lembaga pesantren yang kehadirannya sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka itu telah mampu bertahan dengan sistem pendidikan yang khas dan terbukti berhasil menarik minat lembaga-lembaga pendidikan lain untuk mengadopsi sistem pendidikan di pesantren.  Berbeda dengan madrasah yang dalam kenyataan acapkali meniru gaya sekolah umum dalam mengembangkan sistem pendidikannya.

Di pesantren para peserta didik (santri ) hanya kaum laki-laki atau kaum perempuan saja yang terpisah (tidak dicampur dalam satu lokasi pendidikan). Sedangkan madrasah  yang kerap dianggap sekolah terinspirasi dari ajaran agama mengikuti tata cara sekolah umum (publik) yakni mengikuti sistem dan gaya pendidikan Barat dimana antara pelajar laki-laki dan perempuan berada dalam satu kelas. Menggabungkan antara laki-laki dan perempuan juga diikuti oleh sekolah-sekolah umum yang bernafaskan Islam lainnya.

Di sejumlah lembaga pendidikan agama lain seperti Katolik terdapat sekolah yang pelajarnya dalam satu kelas hanya terdapat laki-laki atau perempuan saja. Sekolah Kanisius hanya khusus menerima pelajar putra sementara Sekolah Santa Ursula hanya menerima pelajar putri saja yang belajar disana. Dari sisi kualitas akademik sekolah Kanisius yang siswanya hanya laki-laki itu berhasil menelurkan orang-orang pintar cukup banyak. Kedisiplinan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu merupakan cirri khas pembelajaran di sekolah Kanisius ini sehingga rata-rata para siswa berdisplin tinggi dan amat tekun dalam belajar. Tak ayal lulusan Kanisius banyak yang tembus di perguruan-perguruan tinggi favorit di Indonesia atau melanjutkan sekolah diluar negeri.

Sementara kondisi cukup memperihatinkan atas perilaku sejumlah sekolah publik dapat kita saksikan melalui layar TV dan pemberitaan di berbagai media massa yang melaporkan tentang tingkah laku tidak menyenangkan para pelajar sekolah umum di ruang publik. Kenakalan remaja yang menghiasi pemberitaan media massa didominasi oleh para pelajar hasil didikan sekolah sistem klasikal baik berupa sekolah umum maupun sekolah kejuruan Hampir sering kita menyaksikan tawuran, menerima laporan tentang pergaulan bebas remaja sekolah serta berbagai perilaku buruk pelajar yang tidak sesuai dengan sopan santun adat istiadat ketimuran dan apalagi agama. Kondisi seperti ini bisa jadi akibat sistem pendidikan yang tidak memiliki landasan moral dan etika kokoh dalam menjalankan aktivitas pendidikan sehari-hari. Sementara Madrasah dan sekolah publik yang bernafaskan Islam juga terpengaruh mengikuti sistem pembelajaran dan pendidikan model Barat tersebut yang kering dengan norma dan nilai Keislaman secara nyata. Memang disana diajarkan pelajaran agama tetapi sasaran pembelajaran lebih pada sebatas domain kognitif, simbolik ritual belaka tidak terserap secara sistematik dan sistemik sebagai akhlak anak didik bersumber ajaran Islam dalam praktik pergaulannya sehari-hari. Alhasil, perilaku “gersang” anak didik di sekolah-sekolah publik baik miliki pemerintah maupun yayasan swasta termasuk yayasan umat Islam menjadi bagian yang melekat pada diri para pelajar tersebut.

 

Kondisi perilaku kenakalan remaja usia sekolah seperti yang dipaparkan diatas jarang ditemui dikalangan pesantren, meski mungkin saja itu terjadi tetapi secara kuantitatif tidak signifikan sebagaimana kenakalan remaja sekolah yang terlihat di ruang publik dan terlaporkan oleh media-media massa. Tradisi pendidikan di pesantren membuat kondisi kehidupan dan perilaku santri berbeda dengan siswa sekolah. Santri diajarkan secara langsung tata krama pergaulan dan adab berinterkasi dengan orang lain. Nilai-nilai yang ditanamkan para kyai, pengasuk pesantren membekas pada diri santri. Contoh-contoh pendekatan pembelajaran di pesantren ini perlu ditiru oleh sekolah-sekolah publik baik yang negeri maupun swasta termasuk juga madrasah (MI, MTs, MA). Kita juga mengetahui para santri yang memiliki kekuatan hafalan al Quran ketika melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan umum berhasil secara akdemik. Keberkahan yang diberikan Allah bagi mereka yang dekat dengan al Quran dibuktikan melalaui keberhasilan unjuk kerja akademiknya. 

http://old.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4543:antara-pesantren-sekolah-publik-dan-madrasah&catid=35:artikel&Itemid=210

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: