Refleksi Gerakan Dakwah Muhammadiyah Menjelang Muktamar ke-48

Author : Diki Wahyudi | Rabu, 14 Agustus 2019
 
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia. Secara historis, berdirinya Muhammadiyah berawal dari keinginan KH. Ahmad Dahlan untuk melakukan pemurnian kembali ajaran Islam. Pada saat itu umat Islam di lingkungannya begitu kental melakukan praktek-praktek Tahayul, Bid’ah, Churafat (TBC). Hal tersebutlah yang semakin menguatkan keinginan Kyai Dahlan untuk memurnikan ajaran agama islam melalui organisasi Islam yang kita kenal dengan nama Persyarikatan Muhammadiyah.
 
Praktek TBC yang parah di lingkungan Kyai Dahlan tepatnya di Kauman, sebuah kampung yang terletak di kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. Kyai Dahlan saat itu benar-benar meresapi makna dari kandungan surat Al-Maun ayat 1-7. Intinya makna dari surat Al-Maun tersebut membuka pintu hati Kyai Dahlan untuk memberikan pertolongan kepada masyarakat Kauman. Faktor lain yang mendorong Kyai Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah yaitu kolonialisme Hindia Belanda.
 
Muhammadiyah hadir bukan hanya sebagai organisasi keagamaan yang bergerak diranah internal Islam. Tetapi juga bentuk gerakan yang mengarah ke ranah masyarakat secara umum. Gerakan tersebut bisa kita lihat diberbagai bidang. Diantaranya bidang sosial, pendidikan dan kesehatan. Gerakan ini pada akhirnya juga menjadikan Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang membantu usaha Indonesia dalam memberantas kebodohan serta membebaskan masyarakat dari kemiskinan.
 
Hal tersebut merupakan wujud dari gerakan dakwah Muhammadiyah untuk memberikan sumbangsihnya bagi Indonesia. Muhammadiyah juga telah menyiapkan beragam wadah sebagai pembantu perluasan dakwah dalam bentuk lembaga-lembaga. Pada bidang sosial, Muhammadiyah mendirikan panti asuhan, panti jompo dan lembaga lainnya. Pada bidang pendidikan digagas lembaga-lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi. Pada bidang kesehatan, Muhammadiyah telah banyak mendirikan rumah sakit yang tersebuar luas hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.
 
Sebagai salah satu organisasi keagamaan, Muhammadiyah juga telah mewarnai berbagai aspek kehidupan bangsa. Salah satunya ialah aspek politik. Besarnya jumlah warga Muhammadiyah, kerap kali menjadi objek yang diperebutkan oleh para elit-elit politik. Namun demikian, Muhammadiyah tidak memberikan batasan bagi warganya dalam ranah politik. Siapapun boleh berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung. Hal yang musti dicatat adalah, Persyarikatan Muhammadiyah tidak pernah menyatakan sikap keberpihakannya pada salah satu calon disetiap kontestasi politik. Muhammadiyah selalu mengambil langkah netral secara keorganisasian.
 
Contohnya, dalam pemilu beberapa bulan yang lalu Muhammadiyah secara keorganisasian tidak menyatakan keberpihakannya pada salah satu partai politik (Parpol) dan calon peserta pemilu. Hal tersebut membuat beberapa polemik di tubuh Muhammadiyah, terbukti dengan beberapa kontroversi yang disampaikan beberapa tokoh Muhammadiyah diberbagai kesempatan yang menyatakan bahwa Muhammadiyah harus jelas keberpihakannya dalam berpolitik.
 
Setiap anggota dan pimpinan Muhammadiyah hendaknya berkewajiban memelihara, melangsungkan dan menyempurnakan niai-nilai dakwah yang telah disepakati secara bersama dalam Muktamar. Dalam hal ini, Muhammadiyah harus hadir sebagai organisasi yang mampu mencerahkan umat dalam segala aspek. Sudah menjadi kewajiban Muhammadiyah untuk terus menggairahkan ruh al islam dan ruh al jihad dalam seluruh gerakan persyarikatan. Muhammadiyah hadir dan tampil sebagai gerakan Islam yang istiqomah dan memiliki ghirah tinggi dalam mengamalkan nilai-nilai Islam. Juga, ghirah untuk memberikan gagasan dan wawasan yang mampu menjawab persoalan bangsa.
 
Dalam menentukan arah kebijakan dan memilih pemimpin baru, Muhammadiyah melakukan sebuah musyawarah yang dinamai muktamar. Sejak berdiri Tahun 1912, baru pada tahun 1926 Muhammadiyah mengadakan muktamar diluar Kota Yogyakarta tepatnya yang perdana diluar saat itu dihelat di Surabaya. Pada Tahun 1930 Muhammadiyah sudah menyebar diluar pulau Jawa yaitu di Makasar, Papua, Aceh dan Sumatera.
 
Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang untuk ketiga kalinya diselenggarakan di Kota Surakarta pada Juli 2020 mendatang dengan mengusung tema “Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta”. Tema tersebut merupakan harapan dan tekad kuat Muhammadiyah untuk memajukan Indonesia melalui semangat pencerahanya. Seperti yang dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir, “Muhammadiyah tetap konsisten menggelorakan semangat dakwah. Sehingga bisa membawa sinar gerakan Islam pencerahan dan berkemajuan untuk umat, serta tidak lupa terus menanamkan kebersamaan dan persatuan,”.
 
Ada harapan besar dari seorang Haedar Nashir untuk Muhammadiyah yang harus dan terus mampu menjadi pelopor dalam membangun kesatuan dan keutuhan bangsa. Hal tersebut menguatkan keyakinan kita akan adanya polarisasi yang terjadi pasca pemilu beberapa bulan lalu. Polarisasi tersebut akan membawa disintegrasi ditengah masyarakat. Terlepas dari perbedaan politik di internalnya, seharusnya Muhammadiyah bisa hadir mempersatukan umat yang sedang mengalami gesekan politik.
 
Muktamar Muhammadiyah 2020 mendatang menjadi momentum yang tepat dalam menguatkan diri sebagai penggerak islam yang rahmatan lil alamin yakni melalui pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia. Menjadikan Indonesia unggul dan berdaya saing tinggi dengan negara lain serta mendorong pemerataan pendidikan bagi kaum yang tidak mampu.
 
Sebagai organisasi yang memliki posisi strategis, Muhammadiyah musti mampu menjadi bagian integral Indonesia dalam menuntaskan kesenjangan sosial-ekonomi. Mengacu pada pancasila dan UUD 1945 pasal 33, pemerintah harus mampu mengeluarkan kebijakan yang juga mensejahterakan rakyat secara keseluruhan, bukan hanya menguntungkan sekelompok saja.
 
Mengutip perkataan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadi Kusumo, “Biarlah Muhammadiyah tidak seperti ormas lain, yang dekat dengan partai politik dan mencita-citakan negara Islam, tapi Muhammadiyah akan tetap konsisten untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,”. ( MR. A)
 
*Diki Wahyudi adalah Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: