RUU Pilkada, Pertempuran Prabowo dan Penyadaran pada Koalisi Permanen

Author : Ninoy N. Karundeng | Kamis, 25 September 2014 10:26 WIB

RUU Pilkada yang menghebohkan itu telah berubah arahnya pada hari ini (25/9/2014). Semula menjadi senjata untuk menyatukan soliditas koalisi permanen, kini RUU Pilkada justru menjadi alat keruntuhan koalisi permanen. RUU Pilkada yang diibaratkan Perang Badar telah berubah menjadi pertempuran sporadis Prabowo melawan para anggota koalisi permanen sendiri. Perjuangan Prabowo kini adalah untuk memertahankan soliditas koalisi permanen dari rongrongan perpecahan. Kemenangan untuk meloloskan RUU Pilkada oleh DPRD akan mengalami kekalahan setelah Demokrat dan SBY menentang Pilkada DPRD dan sekaligus akan menjadi titik balik penyadaran terhadap para partai koalisi permanen.

Sejatinya RUU Pilkada sebagai balas dendam atas kekalahan Prabowo-Hatta yang ditujukan untuk (1) menjegal Jokowi-JK, (2) menguasai kepala daerah yang diasumsikan dikuasai oleh koalisi permanen, (3) mengembalikan kekuasaan DPRD yang dikuasai oleh koalisi permanen, (4) menunjukkan kekuatan koalisi permanen dengan mayoritas suara dan kursi di DPR secara matematis, (5) bisa melakukan legislasi apapun dengan pembuktian awal RUU Pilkada dan sebelumnya UU MD3 yang tengah digugat di MK (Mahkamah Konstitusi).

Kini, kelima tujuan tersebut tengah mengalami pencobaan dan tantangan serta tentangan dari dalam partai-partai itu sendiri. RUU Pilkada oleh DPRD akan mengalami kekalahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni (1) perpecahan di Golkar, (2) dukungan Demokrat terhadap Pilkada langsung, (3) perpecahan di PPP, (4) tentangan masyarakat yang demikian kuat terhadap langkah koalisi permanen yang akan merampas kedaulatan rakyat.

Dengan kekalahan RUU Pilkada oleh DPRD, dipastikan Prabowo akan mengalami set-back dan semakin akan berdampak pada rontoknya koalisi permanen. Kenapa? Rakyat dan media massa (1) mengawasi langkah para partai dan melakukan tekanan terhadap sepak terjang DPR, (2) para partai memiliki kepentingan untuk berkuasa (PPP dan PAN terganggu dan akan berubah haluan mendukung pemerintahan Jokowi-JK), (3) kegagalan menggolkan Pilkada oleh DPRD dianggap oleh para partai sebagai kegagalan terbesar koalisi permanen untuk menekan dan menghambat pemerintahan Jokowi-JK, (4) para partai semakin menyadari bahwa bergabung dengan Prabowo tak memberikan makna apapun dan manfaat apapun bagi partai dan rakyat karena dasar bersatunya mereka adalah balas dendam pilpres.

Setelah kegagalan meloloskan RUU Pilkada oleh DPRD, maka Golkar, PPP, PAN, Demokrat akan segera hengkang dari tali-hubungan emosional dengan Prabowo dan PKS. Koalisi permanen nanti hanya akan meninggalkan dua partai militant berseberangan arah yang mengikat diri hanya didasari oleh sikap emosional dendam kesumat karena kekalahan di pilpres. Jadi, momen pengesahan RUU Pilkada hari ini (25/09/2014) hanya akan menjadi ajang bibit ambruknya koalisi permanen yang akan menyisakan Gerindra dan PKS pada akhirnya.

Sumber: http://politik.kompasiana.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: