Sikap Muslim dalam memilih Pemimpin
Author : Aries Musnandar | Senin, 23 Juni 2014 10:06 WIB
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang yang zalim (QS: Al-Maidah Ayat: 51).
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS: Al-Maidah Ayat: 57).
Dari 2 ayat ini amat jelas bahwa Islam adalah agama yang amat memerhatikan berbagai aspek kehidupan umat Islam apalagi aspek politik. Oleh karena itu, memilih Pemimpin bagi umat Islam Indonesia bukanlah semata-mata melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik (being a good citizen) tetapi yang lebih jauh dari itu adalah menjadi manusia yang baik (being a good man) dari kacamata ajaran Islam. Seorang Muslim mesti menata hidupnya didedikasikan untuk tujuan akherat bukan hanya dunia karena jika kita menyetel tujuan hidup untuk dunia semata maka yang akan diperoleh hanyalah kesuksesan dunia belaka sedangkan diakherat akan sia-sia. Padahal hidup dan kehidupan yang abadi hanya ada di alam akherat, di jannatun firdaus (surga).
Sebagai umat Islam harus yakin bahwa kehidupan tidak hanya di dunia tetapi ada satu kehidupan yang hakiki di akherat kelak. Dalam meraih kebahagiaan hidup di akherat diperlukan iman Islam yakni beriman pada kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Salallahu alaiy wasallam dengan tunduk, taat dan patuh atas perintah Allah dan menjauhi larangan Nya sebagaimana dimuat dalam al Quran serta Sunnah Nabi yang dijadikan contoh akurat bagi Muslim untuk menjalankan kehidupan di dunia. Dalam konteks memilih pemimpin umat Islam perlu merujuk ajaran Islam terkait hal itu bahwa kita diminta berupaya memilih pemimpin yang memerhatikan keberadaan ajaran Islam dibumi pertiwi Indonesia.
Pemimpin kita mesti yang memiliki kepedulian atas nasib Umat dengan tidak membiarkan Umat Islam yang mayoritas secara kuantitas malah jadi minoritas secara kualitas sehingga terpinggirkan dan dipinggirkan oleh kaum minoritas tetapi memiliki kendali secara mayoritas. Pemimpin dalam pandangan Islam berani menegakkan kalimat tauhid (tiada Tuhan selain Allah) dan tidak memberi peluang wakilnya yang tidak beripihak pada Islam untuk menggantikannya. Orang non Islam yang tidak beriman pada Allah dalam konteks kalimat tauhid, dan tidak mengakui Islam sebagai agama yang hak (benar) tentu mereka tidak suka syariat Islam ditegakkan di negeri ini bahkan dalam banyak kasus mereka justeru menghalangi umat Islam untuk menjalankan syariat yang telah terang benderang di wahyukan Allah dalam al Quran al Karim.
Siapa yang dimaksud pemimpin dalam konteks pemilu 2014 di Indonesia? Tentu saja pemimpin itu meliputi Presiden dan Wakil Presiden atau mereka yang mengatur kehidupan kita melalui amanah yang diberikan Pemilu untuk mengelola negara ini. Jikalau pemimpin yang kita anggap Muslim sejati tetapi dalam kiprahnya malah tidak menunjukkan perhatian pada QS Maidah ayat 51 dan 57 tersebut diatas, sehingga tingkah polah dan perbuatannya sama saja dengan kaum yang beriman, maka mereka itu di dalam al Quran disebut kaum fasik dan munafik (meski mengaku Muslim). Tanggung jawab berat pemimpin di akherat kelak dihadapan Allah Yang Maha Kuasa. Sedangkan melalui Pemilu kita selaku Muslim cukup melaksanakan tugas sebaik dan seakurat mungkin berusaha mencari pemimpin Muslim yang kuat, tegas dan berani menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai prinsip Islami. Wallahu a'lam.
Shared:
Komentar