Pelayanan kesehatan yang diinginkan masyarakat saat ini adalah yang bisa memberikan kemudahan, kenyamanan dan terjangkau. Bisakah PNS dan Purnabakti tetap setia kepada BPJS? sementara di luar itu, banyak asuransi kesehatan lain yang lebih menjanjikan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, seperti yang kita ketahui adalah pengganti PT Asuransi Kesehatan (Askes). Saat ini semua peserta Askes, Jamsostek, serta asuransi TNI/Polri, ditambah warga miskin penerima Jamkesda maupun masyarakat umum lainnya telah mempercayakan penanganan kesehatannya dengan menggunakan Kartu BPJS. Tapi kenyataannya Kartu BPJS bukan membuat kita merasa nyaman untuk berobat tetapi malah mengurangi kenyamanan kita dalam berobat. Ketika masih menggunakan Kartu yang lamabanyak rekan-rekan saya yang merasa sangat beruntung bisa berobat menggunakan kartu tersebut, mengurusnya mudah, pelayanannya baik, dan obat yang diberikanpun bukan hanya yang generik, tetapi bagi yang berpenyakit tertentu juga bisamendapatkan obat yang mahal dan bisa diperoleh langsung untuk jangka waktu satu bulan serta semua peserta merasakan manfaatnya sesuai dengan tingkatannya.Dengan kartu yang baru, banyak peserta ketika berobat merasa kesulitan, dianggapsama dengan warga yang tidak mampu, padahal mereka telah dipotong gajinya sejak mereka menjadi calon pegawai negeri sampai mereka pensiun, artinya mereka tidak berobat dengan gratis tetapi telah membayar dimuka, namun saat ini mereka harus bersusah payah untuk bisa berobat dengan menggunakan hak mereka.
Ada beberapa pengalaman yang bisa kita simak misalnya saja Ibu Wiwik(bukan nama sebenarnya) 51 tahun, ibu ini harus berobat rutin untuk penyakit gulanya, dahulu dia dengan mudahnya mendapatkan suntikan insulin, tetapi sekarang dia harus ke Puskesmas dan ke RS di wilayah tempat tinggalnya, baru bisa berobat. Selain itu untuk mendapatkan obat harus antri yang sangat panjang, bisa dibayangkan bila orang tersebut tidak dalam keadaan sehat ataupun tidak bisa berdiri atau berjalan dengan baik. Obat yang diterimapun tidak penuh, kalau biasanya dia mendapat 3 (tiga) macam obat, sekarang hanya 2 (dua) macam, yang 1 (satu) lagi harus menunggu minggu depan, itupun masih dikurangi jumlahnya setengah dari biasanya. Lalu ada Ibu Asih (bukan nama sebenarnya) 52 tahun yang harus mengkonsumsi obat selama 1 tahun untuk penyakit CA yang dideritanya. Diamendapat resep 2 (dua) macam obat, tetapi hanya dapat 1 (satu) macam obat danharus mengeluarkan 2(dua) Juta setiap bulan dari koceknya untuk mendapatkan obat keduanya yang dulunya gratis, karena obat tersebut harus dikonsumsi bersamaan. Kemudian ada Ibu Tintin (bukan nama sebenarnya) 57 tahun yang mengidap sakit penyempitan tlg belakang, sekarang dia harus memulai berobat lagi dari awal agar bisa mendapatkan obat yang dibutuhkannya karena RS rujukan bukan RS yang lama, karena tidak sesuai dengan domisili. Lalu ada Ibu Utik (bukan nama sebenarnya) 42 tahun yang baru saja menjalani operasi karena ada pengapuran pada lututnya, yang bersangkutan harus menunggu di Puskesmas dan tidak bisa langsung dirujuk ke RS dimana dia biasa berobat, tapi harus berjenjang dan diperlakukan seperti pasien biasa, padahal sakitnya sudah parah dan sudah harus di operasi pada hari itu. Kemudian ketika akan masuk ruang rawat inap, ternyata ruangan yang sesuai dengan golongannya sudah penuh, yang di bawahnya juga, sehingga dia harus menerima tawaran ruang rawat di atas standard golongannya. Satu lagi pengalaman dari Ananda (bukan nama sebenarnya) 5 tahun yang menderita kelainan darah, ketika harus dirawat di RS dengan menggunakan kartu BPJS, pihak RS langsung mengatakan tidak ada kamar dan diminta menunggu atau dipersilahkan ke RS lain, padahal ketika keluarga Ananda melihat langsung ternyata masih ada beberapa kamar yang kosong, dahulu dengan kartu yang lama bisa langsung dapat klas 1, sekarang harus minta rujukan ke Puskesmas dimana apabila Ananda masuk dalam kategori 114 daftar nama penyakit yang bisa ditanggulangi maka yangbersangkutan hanya bisa dirawat di Puskesmas tersebut, jadi dia harus menjalani periksaan lagi baik fisik, darah maupun laboratorium yang sangat melelahkan sebelum ditentukan bahwa penyakitnya diluar daftar tersebut sehinggayangbersangkutan bisa mendapat surat rujukan ke RS yang ada di wilayah tempat tinggalnya, padahal Ananda sudah mempunyai Medical Record di RS lain diluar wilayah tempat tinggalnya dan tinggal melanjutkan pengobatannya.
Dalam era globalisasi ini, semua serba komputerisasi, serba online, tidak seharusnya kami mengalami hal-hal seperti diatas, yang kami butuhkan adalah pelayanan kesehatan yang mudah, nyaman dan ramah, yang bisa membuat kami makin sehat bukan makin sakit. Kami tidak keberatan untuk berbagi atau memberikan subsidi silang kepada masyarakat umum pemegang kartu BPJS. Pemerintah sudah ada dana kesehatan yang diperuntukan bagi mereka, disamping itu kami juga ingin BPJS lebih baik dari ASKES dan bukan sebaliknya. Karena secara umum keanggotaan BPJS terbagi menjadi 2, yaitu sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)dan Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI). Untuk peserta PBI, premi akan dibayarkan oleh pemerintah, sedangkan untuk non-PBI premi akan dibayar sendiri oleh yang bersangkutan. Sekarang yang kami pertanyakan, benarkah BPJS telah siap untuk menggantikan ASKES? baik itu dalam bidang pelayanan maupun penanganan keuangannya, yang kami inginkan hanya satu, pergantian ini tidak dipaksakan untuk kepentingan lain tapi demi kesejahteraan bangsa, khususnya rakyat Indonesia.
Kurang nyamannya pelayanan kesehatan yang ada memacu pertumbuhan asuransi swasta yang menjanjikan kelebihan dalam berbagai hal, misalnya saja biaya rawat inap, biaya perawatan penyakit kritis, biaya perawatan intensif, biaya pembedahan, biaya konsultasi dokter, biaya ambulans, biaya resep obat dan lain sebagainya. Mereka menyediakan solusi yang tepat, dapat diandalkan, terpercaya dan terdepan bagi keputusan penting perencanaan keuangan kita sebagai nasabahnya. Masyarakat sekarang makin kritis untuk mencari asuransi dan jaminan kesehatan yang terbaik bagi mereka sehingga tuntutan agar BPJS bisa menjadi tempat yang bisa menfasilitasi dimasa mendatang adalah sebuah keharusan, seperti yang dijanjikan Direktur BPJS akhir desember 2013 lalu kepada Wapres bahwa BPJS akan jauh lebih baik dari Askes. Kami berharap kedepannya BPJS benar-benar bisa menjadi sarana penunjang kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, bisa melayani dengan lebih baik, lebih cepat, mudah, nyaman dan terjangkau. Pelayanan kesehatan seperti itulah yang seharusnya diterima masyarakat. Selamat bekerja BPJS, semoga menjadi yang terbaik!.