Oleh: Roy Martin Simamora
Dewasa ini, hampir semua lini kehidupan disuguhi dengan berita, kasus, isu yang berkembang di masyarakat. Baik itu dari media massa berupa koran, majalah, televisi, dan internet. Kita harus dituntut jeli dalam memilah, memilih dan memutuskan bacaan, tontonan dan berita yang bermutu. Tak hanya sekedar bermutu, tetapi juga berimbang dan terpercaya. Untuk itu, salah satu kebutuhan yang patut diketahui adalah mampu membedakan antara bentuk media yang berbeda dan tahu bagaimana mengajukan pertanyaan dasar tentang segala sesuatu yang kita tonton, baca atau dengar.
Kendati, sebagian besar orang masih belajar melalui kelas literatur, bagaimana membedakan isu dari sebuah berita di televisi, sangat menakjubkan betapa banyak orang tidak memahami perbedaan antara surat kabar harian dan tabloid supermarket, apa yang membuat satu situs yang sah dan satu lagi tipuan atau hoax, atau bagaimana produk pengiklan paket/produk untuk menarik pembeli untuk membeli. Sebuah fakta yang menarik, ketika media menyuguhkan berbagai macam iklan sandang, pangan dan papan. Misalnya, mulai dari produk kosmetik untuk wanita maupun pria, alat-alat perabotan rumah, maupun berbagai macam merk sepeda motor, mobil dan masih banyak lagi.
Peran orangtua, kakek-nenek, bahkan guru dapat membantu anak-anak belajar membedakan antara program hiburan dan pesan komersial yang mendukung belajar mereka. Buku bergambar dapat membantu anak-anak memahami kekuatan cerita dari gambar-gambar yang dilihat "Dan apa yang akan terjadi selanjutnya?" Itu semua tergantung bagaimana orang tua memediasi anak, membantu anak untuk dapat memilah dan memilih konten di media.
Sebagian anak-anak tumbuh dan mungkin mampu membedakan dunia fantasi dari dunia nyata yang mereka tinggali. Mereka dapat menjelajahi bagaimana media diletakkan bersama-sama dengan menekan tombol off pada remote, selama kartun tayang di televisi. Anak-anak juga dapat mencatat perbedaan yang dibuat, atau bahkan membuat kisah superheromereka sendiri dengan menggunakan handycam di rumah dan mudah untuk menggunakan perangkat editing di komputer keluarga. Ketika anak-anak mulai menggunakan internet untuk penelitian proyek sekolah, mereka dapat membandingkan situs yang berbeda dan kontras. Misalnya, sebuah film animasi seperti Naruto, sebuah iklan untuk Pepsi, edisi majalah Tempo, papan iklan untuk minuman bersoda Coca-cola, foto dan artikel tentang perampokan dan pembunuhan di bagian depan halaman surat kabar dan berita media yang lain. Peran orangtua untuk mendeteksi prasangka atau politisasi di tayangan televisi.
Kadang-kadang media "teks" dapat melibatkan berbagai format. Sebuah film baru dari Pixar, misalnya, tidak hanya ditayangkan dalam jajaran film box office, yang dirilis dalam ribuan bioskop. Tetapi, seluruh kampanye iklan dan boneka karakter merchandising dan mainan, pakaian, kotak makan siang, serta website, buku cerita, permainan dan mungkin, berkunjung di salah satu taman hiburan Disney. Fakta, inilah yang terlihat di kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak bisa terlepas dari pengaruh media yang sudah menjadi trend. Dibutuhkan kecakapan dalam menangkal perilaku atau kebiasaan buruk dari media yang kita baca, tonton dan dengar.
Media sekarang ini dibangun dari berbagai elemen persis seperti membangun sebuah gedung bertingkat. Bahan bangunan yang terlihat bervariasi dari satu jenis teks yang lain ke yang lain. Di majalah, misalnya, ada kata-kata dalam berbagai ukuran dan tipe-tipe huruf, foto, warna, tata letak dan lokasi halaman. TV dan film memiliki ratusan bangunan dari sudut kamera dan pencahayaan, kemudian membangun variasi musik dan efek suara. Sebagai penonton, kita tidak bisa mengatur atau menolak kata-kata, gambar atau pengaturan secara langsung. Kita hanya ikut melihat, mendengar atau membaca apa yang diterima. Kalaupun bisa komplain mungkin membutuhkan proses yang panjang. Syukur jika di follow up, jika tidak? Kita tidak tahu.
Mungkin kita berpikiran bahwa semua yang ditayangkan atau yang disampaikan di media adalah palsu atau hoax. Itu tidak berarti kita tidak bisa menikmati film, menonton TV atau mendengarkan musik. Tujuan dari pernyataan ini adalah untuk tidak membuat kita terlalu sinis tetapi hanya untuk mengekspos betapa kompleksnya "isi" dari sebuah media, dengan demikian kita mampu menciptakan jarak "kritis" dan harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting lainnya.
Teliti dan pikirkan
Media memang tidak memiliki batasan. Setiap hari media terus bereproduksi. Menyuguhkan berita baru dan produk baru adalah sebuah kebutuhan bagi masyarakat. Menggunakan media pun harus bijak. Misalnya media sosial, seperti facebook, youtube, twitter dan lain-lain. Kejadian yang kerap saya lihat ketika bersinggungan dengan media sosial yaitu, menemukan beberapauser yang mempublish sesuatu yang bersifat privasi. Kebanyakan pengguna lupa diri bahwa kebebasan itu memang hampir sulit dibedakan, mana yang boleh dishare atau tidak boleh dishare. Tersedianya kolom untuk menshareapa yang ingin ditulis bukan berarti semua hal bisa diumbar di media sosial apalagi sesuatu yang sensitif atau sangat privasi. Semisal: perihal foto yang tidak seharusnya diposting, keuangan, hubungan percintaan, tentang kehidupan keluarga atau mungkin kejengkelan yang membabi buta. Sadar atau tidak sadar, hal-hal yang bersifat privasi yang kita sebar itu dikonsumsi oleh pengguna yang lain di media sosial. Baik buruknya konten yang kitashare, tergantung penilaian pengguna lain.
Terlepas dari itu semua, mengungkap berbagai tingkatan makna dalam pesan media dan beberapa jawaban bahkan pertanyaan dasar yang membuat media begitu menarik untuk kita terutama bagi anak-anak. Untuk itu, penting untuk kita agar dapat mencegah dampak negatif dari media dan membantu kita memahami fungsi dari media. Kita harus bisa mengkaji dengan baik sebuah isu, kasus dan kejadian yang terjadi di sekitar kita sebelum bertindak lebih jauh. Literasi media atau melek media sangat diperlukan dalam lingkungan masyarakat sekarang ini. Barangkali konsep ini masih belum akrab di telinga kita. Mengutip dari National Association for Media Literacy Education bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan semua bentuk komunikasi.
Dinukil dari Center for Media Literacy, mengakses artinya ketika orang mengakses pesan, mereka dapat mengumpulkan informasi yang relevan, berguna dan memahami maknanya secara efektif. Mereka bisa saja mengenali dan memahami kosakata yang kaya kata-kata, simbol dan teknik komunikasi, mengembangkan strategi untuk mencari informasi dari berbagai sumber dan memilih bermacam-macam jenis informasi yang relevan dengan tujuan yang baik. Menganalisa artinya ketika orang menganalisa pesan, mereka mampu memeriksa desain, bentuk, struktur pesan dan secara berurutan. Mereka dapat menggunakan konsep artistik, sastra, sosial, politik dan ekonomi untuk memahami konteks di mana pesan tersebut terjadi. Sebagai contoh: Menggunakan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya untuk memprediksi hasil, menafsirkan pesan menggunakan konsep-konsep seperti tujuan, penonton, sudut pandang, format, genre, karakter, plot, tema, suasana hati, pengaturan, konteks, gunakan strategi termasuk bandingkan kontras, fakta, opini, penyebab, efek, daftar dan pengurutan.
Mengevaluasi artinya, ketika orang mengevaluasi pesan, mereka mampu menghubungkan pesan ke pengalaman mereka sendiri dan membuat penilaian tentang kebenaran, kualitas dan relevansi pesan. Ini termasuk mampu: Menghargai dan mengambil kesenangan dalam menafsirkan pesan dalam genre dan bentuk yang berbeda, mengevaluasi kualitas pesan berdasarkan konten dan bentuk, menilai nilai pesan berdasarkan prinsip-prinsip etika, agama atau demokratis seseorang dan menanggapi secara lisan (barangkali membuat semacam surat), cetak, atau elektronik untuk pesan dari berbagai kompleksitas dan konten.
Menciptakan artinya, ketika orang menciptakan (atau berkomunikasi) pesan, mereka mampu "menulis" ide-ide mereka, menggunakan kata-kata, suara dan/atau gambar secara efektif untuk berbagai keperluan, dan mereka mampu memanfaatkan berbagai teknologi komunikasi untuk membuat, mengedit dan menyebarkan pesan mereka, memanfaatkan brainstorming, perencanaan, penyusunan dan proses merevisi, menggunakan tulisan dan bahasa lisan secara efektif dengan penguasaan aturan penggunaan bahasa, membuat dan pilih gambar secara efektif untuk mencapai berbagai tujuan, dan menggunakan teknologi komunikasi dalam membangun sebuah pesan.
Penting dipahami adalah bahwa literasi media bukan tentang "melindungi" anak-anak dari pengaruh media. Meskipun beberapa orang akan mendesak keluarga untuk mematikan TV. Faktanya adalah, media begitu mendarah daging dalam lingkungan dan budaya kita sekarang ini. Bahkan jika kita mematikan TV, kita masih tidak bisa lepas dari budaya media hari ini. Media tidak lagi hanya mempengaruhi budaya kita. Namun, media sudah menjadi budaya kita.
Literasi media adalah tentang bagaimana membantu anak-anak menjadi kompeten, kritis dan melek aksara dalam segala bentuk media sehingga mereka mengendalikan interpretasi dari apa yang mereka lihat atau dengar daripada membiarkan interpretasi yang mengendalikan mereka. Untuk menjadi melek media bukan dengan menghafal fakta atau statistik tentang media, melainkan belajar untuk meningkatkan pertanyaan yang tepat tentang apa yang kita tonton, baca atau dengarkan.
Tanpa kemampuan mendasar ini, seorang individu tidak akan memiliki martabat penuh sebagai manusia dalam masyarakat demokratis dimana untuk menjadi warga negara adalah bagaimana memahami dan berkontribusi pada debat sewaktu-waktu. Kecakapan menyaring berita atau isu dalam tayangan berita sangat diperlukan bagi masyarakat sekarang ini. Literasi media bukan berarti kita tidak boleh melihat, membaca, menonton dan mendengarkan pesan dari media. Melek media artinya harus cakap memahami suatu pesan media dari berbagai sudut pandang dan "teliti bermedia dan berpikir kritis.