Tugas Presentasi Bagi Siswa, Bermanfaat atau Menyiksa?

Author : Bima S. Ariyo | Jum'at, 30 Oktober 2015 10:02 WIB

Dulu saya pernah mengalami masa-masa menjadi seorang siswa, dan saat ini saya sudah menjadi guru. Baik dalam fase saya menjadi siswa maupun menjadi guru, tentunya pernah mengalami masa-masa bersentuhan dengan metode presentasi dalam kegiatan belajar mengajar. Pada tulisan ini kita akan membahas tentang polemik penerapan metode presentasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah baik dari pandangan siswa maupun guru.

Presentasi terkadang menakutkan dimata para siswa. Manakala guru berkata, “Sekarang buat kelompok, minggu depan kalian presentasi ya tiap kelompok!” Maka yang terpatri pada hampir semua peserta didik adalah: Ngomong di depan kelas, bikin power point (Microsoft power point ini umumnya program paling tenar yang biasa digunakan siswa untuk presentasi), bagi-bagi tugas kelompok, yang pandai mendapat tugas ngomong di depan kelas, yang malas cukup mencatat atau pegang tetikus. Semua sudah menjadi kebudayaan umum dan sangat sulit kita hindari.

Dalam kesehariannya tugas presentasi bagi siswa kerap kali dipilih oleh guru karena dapat menilai siswa secara kognitif, afektif, dan psikomotor. Mulai dari penilaian kerja kelompoknya, penilaian produknya (umumnya dalam bentuk makalah dan file power point yang akan dipresentasikan), kecakapan bicara di depan kelas, kekompakan tim, kemampuan menjawab pertanyaan, hingga perilaku siswa saat presentasi dilakukan. Komplit memang dan satu hal lagi sangat ringan karena guru tinggal duduk manis, sesekali bicara, mengambil nilai, sementara siswa yang mengeksplorasi kelas selama kegiatan presentasi.

Sementara dari sudut pandang siswa, tugas presentasi adalah hal yang merepotkan. Bagaimana tidak? Kadang sulit mengkondisikan kelompok untuk bisa bekerja sama. Dari mulai menyamakan waktu, sekolah sudah sampai sore, belum mengerjakan tugas rumah mata pelajaran lain, hari minggu kadang ada acara keluarga, belum waktu untuk hiburan. Ingat anak sekolah juga butuh hiburan, kita saja yang kerja di kantor kadang butuh jalan-jalan dan ambil cuti.

Belum lagi sekelompok lima orang, yang dua kerja, yang satu plonga-plongo, yang dua malas cuma nitip nulis nama (pengalaman saya banget ini sih waktu sekolah dulu). Lalu apa yang harus dipresentasikan? Materi baru yang benar benar asing dan belum pernah saya pelajari (kalau sudah pernah artinya saya tidak naik kelas). Guru dengan enteng berkata, “Baca buku dong, buka internet dong, sumber belajar kan banyak, jadi siswa harus aktif, siswa harus bisa menggali ilmu pengetahuan sendiri” (Sengaja saya pertebal, itu kata-kata pamungkas paling mainstream senjata beberapa guru saat ini, saya tahu ini dari murid-murid bimbel yang sering banget curhat sama tutornya).

Dalam hati siswa ingin menjerit, “Lha sekolah buat apa? Sudah bayar, pake seragam harus sama kita nurut, senin sampai sabtu masuk sampai sore kita nurut, giliran dikasih tugas di suruh belajar sendiri, nyari materi sendiri, ngajarin temen sendiri, sekalian aja nulis di rapor sendiri.” Itulah curhatan siswa, maklum masih jadi siswa ya pemikirannya masih sebatas itu. Kalau anda pikir pemikiran seperti itu tidak dewasa, terbelakang, tidak modern, pemalas, berarti pikiran anda yang belum layak jadi orang dewasa yang harusnya memahami yang lebih muda.

Hal ini bisa terjadi karena kesalahan dalam alam pemikiran para guru mengenai metode presentasi yang baik dan benar untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Bagaimana sih harusnya para guru memanfaatkan keberadaan sarana teknologi informasi seperti komputer, proyektor, software presentasi semacam power point dan sebagainya untuk menunjang pembelajaran? Ada baiknya kita lihat ketentuan berikut:

  1. Tugas presentasi itu luas, tak hanya berbicara menggunakan power point.

Secara definitif presentasi itu sendiri adalah suatu sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan dengan cara menjelaskan atau menguraikan suatu materi secara lisan dan sistematis dengan harapan akan berlaku efektif baik pembawa presentasi maupun penerima. Presentasi tak hanya dengan power point. Menceritakan pengalaman liburan ke Candi Borobudur itu bisa disebut presentasi. Para siswa berbicara di depan kelas bagaimana tentang pekerjaan Ayah mereka itu presentasi. Para siswa menceritakan tentang bagaimana pengalaman mereka menanam cabai sambil membawa tanaman cabainya di depan kelas itu presentasi.

Presentasi itu membuat para siswa belajar berbicara di depan kelas. Guru menentukan sistematikanya, apa yang harus dibicarakan di awal, di tengah, dan di akhir agar apa yang dibicarakan efektif dan sistematis. Bahkan guru memberi contoh terlebih dahulu secara komplit agar siswa bisa menyimak, merekam, kemudian berinovasi, dan menampilkan “Ini lho presentasi saya”.

Komputer dan proyektor hanya sarana untuk memudahkan berbicara di depan kelas. Sebagai panduan apa yang akan kita bicarakan. Dalam tugas presentasi hendaknya menggunakan sarana yang bervariasi. Penggunaan komputer terkadang malah menurunkan kemampuan bicara anak, karena mereka umumnya lebih terpaku ke komputer ketimbang audience. Sehingga bukan presentasi yang didapat melainkan pembacaan teks. Suasana pembelajaran justru menjadi membosankan. Bayangkan saja, anda duduk manis lalu dibacakan dongeng. Mengantuk pastinya.

  1. Tugas presentasi sebaiknya tidak untuk materi utama.

Sering kita dapati guru memberikan tugas agar siswa presentasi satu BAB penuh, atau satu BAB dibagi kedalam beberapa kelompok untuk membahas masing-masing sub BAB. Sementara BAB yang akan dibahas belum sama sekali dipelajari siswa. Siswa diharuskan belajar sendiri, menggali sumber belajar lain, bertanya kesana-sini. Yang repot umumnya orang tua, yang banyak mengajar justru guru les atau guru bimbel yang menjadi sasaran berbagai pertanyaan siswa. Hal ini adalah strategi pembelajaran yang tidak tepat karena hanya banyak membuang waktu siswa.

Siswa tidak akan optimal mempelajari sendiri materi pokok suatu BAB, meskipun dibarengi dengan mencari di internet, membaca buku, hingga bertanya ke semua orang. Selanjutnya saat presentasi pastinya akan banyak kekurangan, siswa lain yang menjadi audience pun tidak bertambah pengetahuannya. Meskipun akhirnya guru turun tangan sebagai pahlawan kesiangan untuk meluruskan hal-hal yang bengkok, alangkah banyaknya waktu yang terbuang bagi para siswa di kelas dan diluar kelas untuk hal-hal yang ujung-ujungnya tidak sempurna.

Memang ada nilai proses disana, tapi tolong bedakan seorang petani yang berproses untuk menanam padi dengan sarjana elektronika yang tak tahu menahu tentang bercocok tanam namun mendadak kita haruskan untuk terjun ke sawah untuk berproses menanam padi. Sama-sama ada prosesnya namun yang satu ada hasil yang satu bisa jadi nihil.

Ketika memberi tugas presentasi pertama-tama para guru harus bisa membedakan antara siswa dengan mahasiswa. Mahasiswa kuliah di satu jurusan yang memang dia inginkan dan dia minat untuk belajar di jurusan itu (meskipun tak semua begitu, tapi ambilah yang normal). Saat mahasiswa diberikan tugas presentasi mengenai materi tertentu dalam perkuliahannya, dipastikan mahasiswa tersebut dengan penuh kedewasaan tentunya senang hati mengerjakannya, mencoba menggali berbagai sumber dan mempresentasikannya di hadapan dosen.

Sementara siswa kita, minatnya pastinya berbeda-beda. Mereka dengan ikhlas dijejali beragam mata pelajaran, mempelajari serta memahami semuanya untuk bisa lulus sekolah. Mereka sekolah bukan untuk membaca lalu menyusun materi pelajaran dan menjelaskan di depan kelas karena itu tugas guru. Mereka sekolah untuk membuka jendela ilmu pengetahuan, menggali minat dan potensi diri, memetakan kecerdasan untuk wawasan dalam menentukan cita-cita masa depan. Dan tak lupa di sekolah mereka diharuskan belajar berbagai kemampuan dasar untuk mendukung kehidupan mereka di masa depan.

Tugas presentasi, diberikan kepada siswa bukan untuk membahas materi pokok yang seharusnya diajarkan oleh guru melainkan materi-materi sisipan serta analisa yang membutuhkan kemampuan apersepsi siswa terhadap suatu hal. Guru harusnya mengajarkan materi pokok semenarik mungkin hingga menumbuhkan minat anak terhadap materi yang akan dipelajari, minat akan menumbuhkan motivasi, motivasi akan menjalar menjadi rasa ingin tahu, rasa ingin tahu inilah yang bisa menjadikan siswa belajar mandiri, mengkolaborasikan berbagai sumber belajar dan mengkajinya secara ilmiah. Jika siswa sudah sampai tahap ini maka akan mudah jika kita mengharuskan mereka mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari.

Sebagai contoh saat mempelajari tentang pencemaran lingkungan, segala definisi, konsep dasar, fakta, serta klasifikasi materi diperoleh melalui pembelajaran terbimbing oleh guru secara menarik hingga siswa tumbuh minat untuk mempelajari tentang pencemaran lingkungan disekitarnya, setelah siswa termotivasi, berikan tugas misal kelompok A ditugaskan mempresentasikan tentang bagaimana cara mengatasi tumpahan minyak dilaut agar tidak mencemari laut. Tugasnya jelas, fokus, singkat, bermanfaat, dan bermakna. Siswa pun mencari dan mempresentasikan di depan kelas, siswa antusias berbagi informasi baru, melakukan tanya jawab, kelas menjadi dinamis, tujuan pembelajaran insya Allah tercapai.

Bandingan dengan guru yang memberi tugas presentasi untuk menjelaskan tentang pengertian ekosistem dan jenis-jenisnya yang sesungguhnya materinya sudah ada di buku. Siswa yang harus menjelaskan di depan kelas pastinya akan berfikir, “haduh capek ngetiknya, gak mungkin dihafal (karena belum memahami materi), dipindahin saja semua isi bukunya, belum kalau ada istilah sulit yang membuat saya tidak mengerti, mau bertanya sama siapa, pasti nanti teman-teman bertanya pada saya, saya matu presentasi di depan kelas”.

Belum mulai mengerjakan tugas, minat sudah hancur lebur. Bagaimana mau termotivasi? Bagaimana mau belajar? Seringkah kita melihat teman kita yang presentasi dengan menatap slide di komputernya tanpa ada kontak mata dengan audience. Kemudian slide presentasinya pun berisi materi yang di copy paste total seperti teks pidato yang tinggal dibaca saja. Nah mungkin rekan kita awalnya berpemikiran sama dengan siswa di atas.

 

  1. Tugas presentasi itu harus punya sistematika penugasan untuk mencapai tujuan pembelajaran

Pemberian tugas presentasi di depan kelas harus disertai tujuan yang jelas. Tujuan presentasi umumnya agar siswa lebih memahami materi, karena dengan diberi tugas mereka pasti membaca. Tujuan lainnya agar siswa belajar bekerja dalam kelompok, mampu mempresentasikan suatu materi, mengasah kemampuan berbicara dan menjawab pertanyaan di depan umum, serta banyak lagi tujuan lainnya.

Jika tujuan dari presentasi adalah agar siswa pandai secara kognitif karena siswa akan memahami materi yang dipresentasikannya, maka tak ada jaminan untuk hal itu. Pemahaman itu butuh input yang valid dan intens. Guru belum pernah mengajarkan materi A namun siswa diberi tugas mempresentasikan materi A. Dijamin standar kognitifnya tidak akan maksimal. Untuk menyiasatinya maka guru haruslah memberi ilmu pengantar terlebih dahulu, siswa harus memahami konsep dasar sedangkan yang akan dipresentasikan adalah pengembangan dari konsep dasarnya.

Jika tujuan dari presentasi agar siswa bekerja sama dalam tim maka guru harus membimbing siswa untuk melakukan pembagian tugas. Hal ini untuk keadilan, agar siswa dapat memahami posisinya dalam tim. Kita kerja saja butuh SOP (Standard Operating Procedure), begitu juga dengan siswa. Kita berikan pilihan tugas apa saja yang harus dikerjakan dalam kelompok serta tinggi rendah penilaiannya agar tiap siswa berharga dalam tim. Pembagian kelompok pun jangan terlalu besar. Jika tugas presentasi satu kelompok lima sampai tujuh orang bisa dipastikan akan banyak siswa yang hanya numpang nama.

Jika tujuan dari presentasi agar siswa mampu berbicara di depan kelas dan pandai dalam menjawab pertanyaan kondisikanlah agar setiap anggota kelompok berbicara. Guru harus membuat sistematika presentasi standar yang baik dan benar dan mencontohkannya di hadapan para siswa, sehingga siswa memiliki model untuk dicontoh, dikaji, dipelajari, dan bahkan diinovasikan ke dalam gaya mereka masing-masing.

Guru harus menjadi moderator adikuasa yang menentukan siapa yang harus berbicara dan menjawab pertanyaan, sehingga semua anggota kelompok bersiap sedia dengan hal yang akan dipresentasikan. Guru pun harus memfasilitasi jadwal konsultasi bagi siswa yang akan maju sehingga siswa benar-benar siap saat presentasi. Siswa siswa maju ke depan kelas dan mempresentasikan sebuah informasi untuk difahami orang lain tentang informasi yang dibicarakan dan di beri tepuk tangan meriah bukan untuk di bully atau ditertawakan karena ketidaksiapannya.

Kesalahan paling banyak adalah guru memberikan tugas presentasi tanpa acuan, tanpa sistematika, yang penting siswa harus buat saja tanpa tahu mana yang tepat dan yang tidak tepat. Kemudian saat presentasi guru lebih banyak mengomentari yang presentasi dari segi kekurangannya atau bahkan tidak memberi apresiasi sedikit pun. Lalu buat apa presentasi, pake metode ceramah saja kalau begitu.

 

KONKLUSI

Berlatih presentasi itu penting bagi para siswa sekolah. Karena di jenjang perguruan tinggi untuk mendapat gelar sarjana, mahasiswa harus presentasi dalam sidang skripsi disamping tugas-tugas mata kuliah yang harus dipresentasikan. Begitu juga ketika ingin memperoleh gelar magister atau doktor bahkan professor. Sepandai-pandainya peneliti jika tak mampu mempresentasikan hasil penelitiannya maka akan berkurang kebermanfaatannya. Sepandai-pandainya dosen atau guru namun tak mampu mempresentasikan kepandaiannya dihadapan para penuntut ilmu apalah gunanya kepandaian anda.

Tugas presentasi jangan sampai menjadi beban bagi para siswa. Membuang-buang waktu peserta didik namun minim substansi ilmu pengetahuan. Membuang jam pelajaran namun dengan daya serap kognitif yang sangat minim. Usai presentasi siswa tak dapat ilmu lebih banyak ketimbang diajar guru dengan menggunakan metode ceramah. Siswa juga terkadang tak tahu bahwa presentasi adalah momentum untuk belajar menyampaikan informasi di depan umum.

Mereka lebih beranggapan presentasi adalah sarana untuk mempermalukan diri mereka karena mereka tak tahu detail apa yang mereka bicarakan. Generasi seperti ini nantinya kalau kuliah sidang skripsinya tak akan optimal, ilmunya tak akan meresap ke sanubari, kelak jika menjadi guru atau dosen juga tak pandai mengajar dan tak memberikan sumbangsih berharga bagi dunia ilmu pengetahuan. Apalagi di negeri ini gelar akademik terkadang lebih dihargai ketimbang kualitas diri, tambah rusak saja ranah pembelajaran dan distribusi ilmu pengetahuan.

Mengarahkan siswa agar mampu menyajikan informasi secara tepat melalui sebuah presentasi tentunya menjadi tanggung jawab seorang guru. Karena bisa jadi kemampuan presentasi yang kita asah pada diri peserta didik kita suatu saat akan mendulang manfaat yang besar bagi diri siswa itu sendiri, bagi karirnya, jenjang pendidikannya, bahkan kehidupannya dimasa yang akan datang. Oleh karena itu memberikan tugas presentasi kepada siswa bukan hanya sekedar selingan pembelajaran namun harus menjadi sebuah strategi yang telah direncanakan secara sistematis dan berkesinambungan. Siswa harus mulai belajar presentasi dari yang sederhana secara bertahap hingga hal yang kompleks.

Dan yang terpenting, memberikan tugas presentasi harus disertai materi pengantar yang jelas, sistematika yang terstruktur, dan motivasi. Hal ini ditujukan agar siswa dapat mempersiapkan diri dan memanfaatkan kesempatan mempresentasikan informasi untuk mengasah kemampuan individual serta kerja sama tim. Ibarat kita menyuruh anak berlayar, bekali dulu dengan kemampuan navigasi, kapal layar yang kokoh, serta pelabuhan tujuan. Jangan hanya menyuruh berlayarlah, tanpa kemampuan navigasi, kapal yang compang camping, serta tanpa arah tujuan, niscaya kapal akan karam di tengah lautan.

Sumber: http://www.kompasiana.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: