Wajib Militer (Bela Negara) dengan Team dan Character Building

Author : Karles Hasiholan | Sabtu, 31 Oktober 2015 11:41 WIB

Kontroversi Program Wajib Militer atau Bela Negara sudah mereda saat ini. Kontroversi yang sepertinya berkutat hanya pada Militerisme dan non Militerisme. Harusnya peluang dari Militer ini kita tanggap dengan positif.

Program Wajib Militer atau Bela Negara dengan bantuan dari Praktisi Character Building para Pendidik dan Budayawan, saya kira sangat-sangat di butuhkan bangsa ini, dimana dalam dunia Industri saat ini bukan biaya sedikit yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk meningkat kepribadian, Team Work dan lain-lain lewat pelatihan di dalam (seminar motivasi dll) atau pelatiah di luar (team building).

Dan Pelatihan itu sudah dilakukan untuk karywan BUMN dan Mahasiswa Politeknik.

Berikut saran dan hal posisif Program Wajib Militer atau Bela Negara untuk Character Building sebagai pandangan Pribadi penulis sebagai Alumni Perguruan Tinggi yang telah mengikuti Pra Pendidikan Dasar Militer di Salah Satu tempat pendidikan Militer Angkatan Darat yang di kenal Rindam (Resimen Induk Kodam) yang hanya belangsung 3 Minggu.

Sangat penting membangun Kepribadian Nusantara dan punya Team Work Nusantara untuk warga Indonesia

  1. Fokuskan dalam jangka pendek hanya untuk Calon Mahasiswa dan atau yang akan lulus dari Perguruan Tinggi atau Akademi

Mereka yang akan lulus dari Perguruan Tinggi atau Akademi adalah salah satu tulang punggung yang paling kuat pengaruhnya dalam membangun kecintaan atau akan membela kepentingan Negeri dan Mereka yang akan mendapat posisi level menengah ke atas dalam bidang-bidang yang mereka kuasai atau bahasa pasarannya mereka yang akan punya anak buah yang perlu di ayomi dan di bina dan sebagai warga kelas menengah.

Penulis punya pengalaman pribadi di mana salah satu di Eropa di Ambang Kebangkrutan karyawannya berjuang agar perusahaan ini eksis dan tidak jatuh ketangan perusahaan Asing. Juga kisah nyata bagaimana para Executive Muda Harley Davidson yang berjuangan menyelematkan perusahaan itu dari Kebangkrutan demi kecintaan pada Bangsa Mereka.

Atau yang lebih hebat lagi beberapa Orang dari Negeri Jiran berjuang mensabotase Pelanggan satu perusahaan dari Benua Lain dan mereka berhasil mendirikan perusahaan dan merebut pelanggan perusahaan Eropa itu dengan berbagai cara atas nama Perusahaan milik warga Negara Negeri Jiran tersebut.

Ironisnya (dan Semoga tidak berlangsung lagi karena sudah adanya pemotongan Uang Pensiun tiap bulan) dimana di Banyak Industri di tempat saya, karyawan malah seperti mendorong tutupnya sebuah perusahaan (dikota saya umumnya PMA) agar mendapatkan Uang Pesangon. Kenapa kalau bisa kita merebut perusahaan yang hampir tutup itu menjadi milik warga Bangsa ini?

Ironisnya lagi seringnya konflik di internal karyawan Indonesia antara level Management dan Level Bawah membuat beberapa perusahaan berhasil hengkang diam-diam tanpa membayar Pesangon. Konflik yang mengedepankan kepentingan dan ego masing-masing akhirnya Indonesia tidak mendapatkan apa-apa.

 

2. Program Wajib Militer atau Bela Negara fokus utamanya adalah Pembangunan Karakter dan Team Building ala Nusantara.

2.1 Mengambil tanggung Jawab Sosial Atas suatu Masalah/Kesalahan

Saat dulu ikut Pra Pendidikan Dasar Militer yang penulis dapatkan salah satunya yang tertanam adalah sifat tanggung jawab akan kesalahan yang dilakukan rekan. Semua kesalahan satu orang rekan wajib ditanggung seluruh anggota tim, lemahnya mental anggota tim juga akan menjadi kesalah bagi seluruh team. Tidak ada waktu untuk membela diri, semakin membela diri hukuman semakin berat. Semakin mengambil tanggung jawab hukuman makin ringan.

Hukumnya selalu ditanggung bersama dari push up, merayap dll. Sehingga dalam benak penulis tertanam kepedulian bagaimana menghindari kesalahan di antara teman-teman sejawat dan ikut bertanggung jawab atas kesalahan itu bukan melemparkan tanggung jawab pada orang lain.

Dalam hal ini sifat suka membiarkan rekan sejawat terjebak atau sengaja menjebak untuk mendapat perhatian lebih adalah hal yang harus di minimalis.

2.2 Mendiplinkan Diri

Dari kampus saya yang berangkat dulunya adalah dari bermacam latar belakang, Agama dll. Ada Anak pengusaha Cina, ada Anak Petani dll. Di dalam masa pendidikan tidak ada yang di istimewakan, semua harus bangun Jam 4 Pagi, semua harus gantian Jaga Malam (rotasi setiap Jam nya), Semua harus mencuci pakaian sendiri, semua harus mengurus Diri sendiri (Mandiri).

Mencuci Pakaian dan membersihkan perlengkapan hanya dapat dilakukan pada Malam atau Dini Hari, karena siang hari ada masa latihan.

2.3 Bangun sifat Gotong Royong

Ini sejatinya jati diri Bangsa yang dijaman modern ini makin tertinggal, Gotong Royong saat pendidikan dilakukan saat hari Minggu membersihkan Barak, Jamban, Kamar Mandi dan tempat sekitar atau tempat publik. Tidak ada cerita anak siapa semua harus terlibat, Semua untuk Satu dan Satu Untuk Semua, Berat Sama dipikul Ringan sama di Jinjing.

2.4 Team Work (Bisa Mengatur dan Siap Diatur)

Nah ini paling mendasar, dan salah satu hal sepele dan paling cepat didapat lewat latihan Baris Berbaris, dimana semua punya kesempatan untuk memimpin dan dipimpin, salah satu kena hukum semua...... Jadi berlatih untuk bisa di atur dan siap mengatur.

2.5 Sigap dalam bertindak

Saat itu juga setiap peserta harus siap sedia 24 Jam, begitu Sirene bahaya berdiring semua harus sigap, meskipun tengah malam (jam 2 dini hari), semua peserta harus bisa menemukan pakaian, perlengkapan senjata dalam keadaan lampu yang di padamkan. Meskipun sering terjadi hal konyol dimana saat di kumpulkan di lapangan banyak hal lucu terjadi yakni ada yang hanya memakai pakaian dalam dengan membawah senjata dan helm. ada yang hanya pake baju atau hanya celana, karena banyak peserta yang setengah tidur atau gagal menemukan perlengkapannya dalam waktu yang di tentukan.

Ini adalah hal yang sepela yang masih sulit dilakukan dan sangat berguna dalam kehidupan dan dalam ruang linkup pekerjaan yakni buat semua yang diperlukan terjangkau, teratur, rapi sehingga dalam keadaan apapun juga kita dapat mengjangkau tanpa harus harus mencari-cari tanpa harus ada penerangan cukup.  Siap setiap saat atau kata Philosofy Jepang : 5S). bukan budah menerapkan ini, dan butuh biaya besar menerapkan dan menanamkan budaya ini.

2.6 Siap menghadapi atau menjumpai siapapun

Dalam benak penulis dulunya yang  pejabat atau yang berpangkat seperti membuat kita hilang nyali atau rendah saat menjumpainya. Saat itu penulis dalam keadaan sangat terpaksa harus menjumpai perwira menengah, tapi tidak ada pilihan menolak hanya akan menimbulkan masalah, penulis akhirnya mengerti tidak perlu takut menjumpai siapapun inti kita berikan penghomatan lebih dahulu, katakan salam, minta waktu untuk berbicara sampaikan dengan padat dan lengkap. Siapkan segala sesuatu sebelum menghadap, sesuatu yang gampang tapi sering terabaikan.

2.7 Jangan Menyerah menghadapi beban yang hanya bisa diatasi oleh waktu dan atau Jarak

Nah ada kalanya ada hal yang tidak bisa kita atasi dan atau tidak ada waktu atau kejelasan kapan semua itu berakhir. Hanya satu yang bisa dilakukan jalani dan jangan tanya kapan itu akan berakhir (seperti mereka yang berjuang untuk memadamkan api kebakaran Hutan).

Waktu itu dengan memegang Senapan Garrand produk perang dunia Kedua seberat 4 Kg di tangan, Helm besi (dikenal sebagai helm bodoh) di kepala, Sepatu Pakaian dinas Lapangan yang berat (Sekelas Sepatu Safety di perusahaan) dan Ransel berisi pasir seberat 5 KG di Pundak.

Berjalan berkilo-kilo meter tanpa tahu tujuan dimana dan kapan akan berhenti, minuman terbatas yang paling hanya 250ml di pinggang yang harus diatur penggunaannya di tengah terik matahari. Semua membosankan dan menjemukan. Semua harus  dilakukan. Tiada pilihan untuk menolak.

Hal ini terkadang ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi apakah kita akan membiarkan hal itu membebani semua peserta? Tidak kita di ajarkan untuk tidak menghilangkan beban itu tapi menguatkan kita untuk mengurangi beban itu. Dengan terus bernyanyi dan berteriak untuk menambah semangat. Semua harus dilibatkan sampai beban itu berakhir yakni sampai pada tempat tujuan.

2.8 Menguasai suasana bukan di kuasai Suasana

Masih terlibat dalam kegiatan poin 2.7 dimaana Helm Militer (sering disebut helm bodoh), benar-benar menunjukan kesiapan kita dalam segala hal. Banyak peserta yang tertekan dan terbeban saat melakukan hal seperti poin 2.7 di atas. Sehingga saat itu ketika di tanya Siapa pengarang Lagu Indonesia Raya atau apa judul lagu Kebangsaan Indonesia dan pertanyaan mudah lainnya banyak peserta yang tidak bisa menjawab atau terbengong karena gagal membuang beban itu yang menghilangkan konsentrasinya.

Kita diajarkan untuk menguasi situasi bukan dikuasi suasana.

2.9 Berani menerima tantangan berbahaya

Rapelling (kalau tak salah dulu di sebut Rapling) atau meluncur dari ketinggian beberapa puluh meter ke bawah, atau kegiatan tantangan lainnya di mana kita diajarkan untuk berani menerima tantangan dengan kewajiban memprioritaskan keselamatan diri, bukan menerima tantangan konyol.

Dan Masih banyak lagi hal yang posisitif meski ada juga hal negatif yang seharusnya bukan halangan  untuk Membangung Karakter dan Team Work Nusantara lewat program Bela Negara karena sekali lagi hanya Militer yang punya kelengkapan dan paling siap melakukan ini. Jadi sangat konyol kita mengabaikan pintu yang di buka militer dan Pemerintah.

Sumber: http://www.kompasiana.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: