Jaga kelestarian alam, warga hutan Beji ruwatan desa

Author : Administrator | Rabu, 19 Juni 2013 11:03 WIB | Lensa Indonesia - Budaya

Jaga kelestarian alam, warga hutan Beji ruwatan desa - Mengarak tumpeng dan hasil bumi - SEDEKAH BUMI; Belasan warga menandu hasil bumi dan tumpeng dengan berdandan ala suku dayak

SEDEKAH BUMI; Belasan warga menandu hasil bumi dan tumpeng dengan berdandan ala suku dayak

 

LENSAINDONESIA.COM: Ratusan warga Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur menggelar ritual sedekah bumi, Selasa (18/06/2013).

Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk memperingati hari lingkungan hidup se Dunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni.

Ritual sedekah bumi dimulai dengan perayakan dan arak-arakan tumpeng dan hasil-hasil pertanian dan perkebunan oleh warga. Arak-arakan hasil bumi oleh warga dimulai dari balai desa Panglungan menuju lokasi sumber mata air yang terletak di kawasan hutan Beji Wonosalam.

Proses pawai hasil bumi dan tumpeng berlangsung unik. Belasan warga menandu hasil bumi dan tumpeng dengan berdandan ala suku dayak. Saat pawai, aksi para penandu ini menarik perhatian pengunjung dan warga disepanjang jalan.

Sebelum memasuki kawasan hutan, arak-arakan berhenti. Hasil bumi dan tumpeng yang tadinya di arak keliling oleh warga dipisah. Tumpeng beserta sejumlah makanan siap saji dibawa masuk ke dalam hutan, sedangkan hasil-hasil bumi yang masih segar dan mentah ditinggal dan disiapkan untuk dijadikan ‘bancakan’ oleh warga yang ikut pawai.

Ritual selanjutnya adalah ruwatan desa yang dipimpin oleh sesepuh desa. Hasil bumi yang tadinya di arak keliling oleh warga ditempatkan di tengah jalan dan selanjutnya warga dari anak kecil hingga orang tua mengambil posisi menghadap ke gunungan hasil bumi tadi.

Setelah ritual doa ruwatan selesai, acara berikutnya adalah berbagi bersama menikmati hasil bumi. Begitu doa-doa selesai, warga secara spontan berebut hasil bumi yang ada dihadapan mereka. Ada yang dapat sayuran, buah-buahan, dan beberapa hasil bumi lainnya. “Lumayan dapat pisang,” celetuk salah seorang warga.

Setelah ruwatan dan sedekah hasil bumi di batas hutan beji, warga selanjutnya berjalan menuju ke dalam hutan. Di dalam hutan yang terdapat 8 titik sumber mata air itu, para perangkat desa, sesepuh desa dan warga serta para pelajar kembali melakukan pembacaan doa doa ruwatan desa.

Kepala Desa Panglungan, Suwarji mengatakan, sedekah bumi dan ruwatan desa bertujuan mengajak warga agar lebih peduli pada kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati, serta kelangsungan sumber mata air. “Kegiatan ini untuk mengajak warga agar lebih guyub, serta menanamkan pemahaman kepada warga bahwa kelestarian hutan dan lingkungan itu penting bagi kehidupan manusia,” ujar dia.

Suwarji mengatakan, di hutan Beji terdapat 8 titik sumber mata air yang berfungsi mengcover kebutuhan air bagi warga Desa Panglungan dan sekitarnya. Terdapat 1.100 KK warganya dari 5 Dusun yakni Dusun Dampak, Sranten, Panglungan, Mendiro dan Arjosari yang menggantungkan kebutuhan airnya dari sumber mata air.

“Kesadaran untuk melindungi hutan, lingkungan dan mata air harus selalu ditanamkan kepada masyarakat. Di hutan ini ada 8 titik sumber mata air yang harus dijaga supaya warga sini dan sekitarnya bisa terus mendapatkan pasokan air yang cukup,” ungkapnya.

Warga Dusun Mendiro Desa Panglungan, Wagisan mengungkapkan, kegiatan seperti ini baik untuk menanamkan sikap kebersamaan warga dan kesadaran bahwa kehidupannya bergantung pada kondisi lingkungan dan hasil bumi. “Mudah-mudahan semua menyadari bahwa apa yang kita makan dan menjadi sandaran ekonomi kita berasal dari bumi. Jika kondisi lingkungan rusak tentu hasil bumi juga akan rusak,” ujar dia.

Cek Kondisi Air Pegunungan

Sementara itu, seusai acara sedekah bumi dan ruwatan desa, puluhan pelajar SMP dan MA Faser Wonosalam melakukan pengecekan kualitas air pegunungan di wilayah Desa Panglungan. Para pelajar melakukan biotilik dengan menelusuri aliran sungai dan mencari berbagai jenis hewan yang hidup di dalam air.

“Jika kualitas air baik, nanti di kasih tanda bendera hijau. Jika ada sedikit pencemaran, dikasih tanda bendera kuning, dan jika sudah tercemar tandanya merah,” ungkap Kepala MA Faser Wonosalam, Nur Afifah, saat mendampingi anak didiknya.

Dwi Noviyanti, siswa MA Faser mengatakan, kualitas air bisa diukur dari jenis hewan yang mau dan mampu hidup dalam air. Dalam air yang sudah tercemar biasanya hanya akan didapati hewan sejenis lintah dan cacing. “Air yang kualitasnya baik itu banyak hewan yang hidup, seperti serangga air dan binantang yang sangat sensitif pada pencemaran,” ungkap dia.

Aktivis lingkungan hidup dari Padepokan Wonosalam Lestari (PWL), Hendri menambahkan, kondisi kualitas air di wilayah Wonosalam saat ini masih relatif bersih. “Masih relatif aman, dalam kadar tercemar berat belum kita temukan. Air yang didalamnya hanya ada hewan sejenis cacing dan tidak yang lain baru saya temui di Surabaya, disini hewan-hewan sensitif pencemaran masih mau dan mampu bertahan hidup,” beber Hendri.

Dia mengungkapkan, kadar kualitas air bisa dilihat langsung oleh masyarakat dengan cara mengamati jenis hewan apa saja yang mampu bertahan hidup didalam air. “Kalau dalam air masih ada sejenis serangga air dan anggang-anggang, maka airnya berkualitas. Tetapi kalau hanya ada cacing dan lintah saja, tandanya air sudah sangat tercemar,” pungkas Hendri.@moh_syafii

SONY DSC

Warga berebut hasil bumi

SONY DSC

Pelajar lakukan cek kualitas air/FOTO; @moh_syafii

 

 

sumber : lensaindonesia

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: