Lahirnya Pahlawan Aneh Penguasa Waktu

Author : Administrator | Kamis, 03 November 2016 | - Sinema

Lesthia Kertopati, CNN Indonesia

Benedict Cumberbatch sukses memerankan tokoh pahlawan super terbaru dari Marvel, Doctor Strange. (Reuters/Danny Moloshok)

 

Jakarta, CNN Indonesia -- Aneh memang istilah yang tepat untuk mengungkapkan film terbaru keluaran Marvel, Doctor Strange. Bukan hanya karena nama Strange yang berarti aneh dalam bahasa Indonesia, tapi juga karena film yang diadaptasi dari tokoh komik ciptaan Steve Ditko pada 1963 itu memang 'aneh,' dalam artian punya rasa berbeda dengan film-film Marvel lainnya. 

Adaptasi terbaru Marvel itu mendapuk Benedict Cumberbatch (Sherlock, Star Trek) sebagai tokoh utama, Dr. Stephen Vincent Strange. Sekilas, kehidupan Dr. Strange mirip seperti Tony Stark (Iron Man) ataupun Bruce Wayne (Batman), mereka muda, berkuasa dan kaya raya. 

Bedanya, Dr Strange bukanlah pengusaha seperti Stark dan Wayne. Dia adalah dokter bedah syaraf sukses. Namun, nasibnya berubah total saat kecelakaan fatal menghancurkan kedua tangannya, yang begitu dia banggakan. 

Dari adegan ke adegan, Doctor Strange membawa penonton masuk semakin dalam ke dimensi berbeda. Di tangan Doctor Strange, New York, London dan Hong Kong tidak lagi sama, tapi terlipat, terbalik, naik dan turun, bagaikan puzzle. Dr Strange yang merana akibat kehilangan status sebagai dokter paling sukses, berusaha mencari berbagai macam pengobatan, dari bedah eksperimental hingga magis. 

Pencarian itulah yang kemudian mempertemukan Dr Strange dengan Ancient One, sang Penyihir Agung (Tilda Swinton) di Kamar Taj, sebuah kabin kumuh di Kathmandu, Nepal. 

Berawal dari upaya penyembuhan, Dr Strange malah terjebak dalam dunia multidimensi dan berubah jadi pahlawan super.

Dr Strange yang arogan harus menerima egonya sebagai ahli bedah syaraf terkemuka di New York (atau dunia) terinjak-injak saat kedua tangannya tak lagi bisa melakukan pekerjaan ringan, seperti menulis atau bercukur, apalagi membedah. 

Runtuhnya arogansi itu terlihat dari gaya berpakaian Strange yang berubah drastis.

Dari jas mahal tanpa cacat menjadi tunik compang-camping ala hippie. Kendati demikian, Strange masih berupaya mempertahankan sedikit arogansinya yang tersisa dengan membandingkan penyembuhan medis mutakhir dan penyembuhan alternatif Kamar Taj yang mengandalkan cara berpikir positif.

“Lupakan semua yang kamu pikir kau tahu,” nasihat sang Penyihir Agung saat bertemu dengan Strange.

Saat sampai di adegan tersebut, sesaat penonton akan lupa mereka tengah menonton film Marvel dan (mungkin) merasa berada dalam film-film hippie tentang meditasi dan penyembuhan menggunakan cakra serta aura. Tidak hanya itu, dari nuansa modern abad ke-21, gaya film langsung berubah menjadi psikadelik layaknya era '60-an. 

Tapi di situlah kekuatan film Doctor Strange. Sang dokter yang bertransformasi menjadi penyihir memperkenalkan dunia multidimensi kepada para penonton. Mereka kembali diingatkan bahwa dunia bukan hanya bumi, ada dunia-dunia lain yang paralel dengan Sang Planet Biru, seperti juga Asgard yang merupakan rumah Thor dan Loki.

Bedanya, dunia Doctor Strange tidak terletak di planet lain, melainkan di dimensi yang berbeda. Itulah yang menjadi inti kekuatan super sang dokter penyihir. Dia menguasai ruang dan waktu. Dia bisa memanipulasi astral, menciptakan dunia cermin serta menjadi penjaga bumi dari dimensi kegelapan. 


Sekilas, mengingatkan akan Inception namun dengan visual yang lebih memikat. Doctor Strange pun punya sisi gelap dan misterius yang memgingatkan kepada kisah-kisah DC Comics. 

Bukan hanya dari segi visual, para pemerannya pun punya daya pikat yang sama kuatnya. Tilda Swinton, sang Ancient One, tampil seperti biksu dengan ketenangan batin yang sangat dalam, sementara Kaecelius, tokoh antagonis yang diperankan Mads Mikkelsen (Casino Royale, Hannibal) memberikan penampilan yang solid dengan tata rias gotik dan balutan busana ala pengembara gurun. 

Jika harus disimpulkan, Doctor Strange memang 'aneh' dibandingkan film besutan Marvel lainnya. Namun, tokoh yang ‘tertidur’ selama 53 tahun sebelum kembali dibangunkan dalam wujud film itu, bisa dengan mudah bergabung dengan pahlawan super lainnya, lewat celetukan dan lelucon ‘ngena’ khas film Marvel. 

Seperti saat mereka dengan sengaja menyebut Avengers.

"Pahlawan seperti Avengers melindungi dunia dari bahaya fisik. Kita melindungi bumi dari ancaman mistis," kata Mordo (Chiwetel Ejiofor) kepada Strange. 

Tapi, bukan hanya itu yang membuat Dr. Strange jadi angin segar di tengah gempuran film-film Marvel lainnya. Keseriusan sosok Dr Strange ditambah dialog serta humor tajam dan permainan efek CGI mumpuni, sukses memanjakan mata, telinga, serta fantasi penonton.

Sayangnya, kendati sutradara Scott Derrickson (Deliver Us From Evil, Sinister) sukses menghadirkan kisah multidimensi yang berbeda dari film pahlawan super lainnya, potensi para pemeran pembantu seperti Rachel McAdams, Michael Stuhlbarg dan Benjamin Bratt, tidak dimaksimalkan dan hanya jadi ‘pemanis’ bagi Doctor Strange. (les)

Sumber: http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20161102191051-220-169802/lahirnya-pahlawan-aneh-penguasa-waktu/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: