'Tabula Rasa': Merasakan Kembali Keindonesiaan Lewat Masakan

Author : Administrator | Jum'at, 26 September 2014 11:24 WIB | Detik News - Sinema
http://images.detik.com/content/2014/09/26/218/tabularasa2.jpg

Jakarta - Membaca judul film ini, 'Tabula Rasa', rasa-rasanya tak asing. Frasa ini terdengar akrab di telinga kita. Konon, istilah "tabula rasa" secara etimologis berasal dari bahasa Latin yang berarti "kertas kosong", "pikiran yang murni," dan sering pula diartikan sebagai analogi dari "kesempatan kedua". Sebelum membahas filmnya, izinkan saya bercerita soal ini terlebih dahulu.

Pada September 2004 serial 'Lost' yang diciptakan oleh Damon Lindelof dan J.J. Abrams tayang perdana di stasiun TV ABC di Amerika Serikat, serial ini mendapatkan sambutan yang dahsyat dari penonton di seluruh dunia. Pada penayangan musim pertama, 'Tabula Rasa' adalah judul untuk episode ketiga serial tersebut. Dan, di Amerika sendiri pada hari episode tersebut ditayangkan, frasa "tabula rasa" menjadi kata kunci paling populer yang dicari oleh para pengguna internet di laman Google.

'Lost' sendiri bercerita tetang sekelompok orang yang terdampar di sebuah pulau akibat pesawat yang mereka tumpangi meledak di tengah perjalanan dari Sidney ke Los Angeles. Setiap episode memiliki cerita inti tentang satu dua karakter di luar plot utamanya sendiri, dan pada episode 'Tabula Rasa', dua tokoh dalam serial ini, Kate Austen dan John Locke mendapatkan porsinya. Diceritakan, Kate Austen sebelum terdampar di pulau adalah seorang kriminal berbahaya yang jadi buronan FBI, dan John Locke dalam kilas balik diceritakan sebagai seorang pecundang tua yang lumpuh dan hanya bisa duduk di kursi roda. Namun sesaat setelah mereka terdampar di pulau, Kate Austen mendapatkan hidup barunya, terlebih untuk John Locke, di pulau itu ia tak lagi lumpuh, bahkan kemudian memiliki kuasa yang sebelumnya tak pernah ia dapatkan.

Episode ketiga musim pertama dari serial 'Lost' itu memaknai "tabula rasa" sebagai "kesempatan baru", dan/atau "awal baru", bahwa ketika kita ditempatkan pada situasi dan/atau kondisi yang sama sekali baru, kita berhak memulai hidup yang baru dari nol, seperti bayi yang baru terlahir yang memulai belajar hal-hal baru dari titik awal penghidupannya. Bukan hanya serial 'Lost' memang yang mengangkat "tabula rasa" sebagai tema salah satu episodenya, serial lain seperti 'Stargate: Atlantis', 'Heroes', 'Criminal Minds', hingga serial animasi 'Justice League' juga pernah mengangkat "Tabula Rasa" sebagai salah satu judul episodenya, dengan pendekatan pemahaman akan maknanya yang kuran- lebih serupa seperti cerita dalam serial 'Lost' tadi.

Yang menarik, dalam episode 'Tabula Rasa' di serial 'Lost', tokoh John Locke yang diperankan oleh Terry O'Quinn dan judul 'Tabula Rasa' sendiri sesungguhnya terinspirasi dari diskursus teori "tabula rasa" yang dikemukakan oleh filsuf asal Inggris bernama John Locke pada abad ke-17! Ia juga dikenal sebagai bapak liberalisme klasik. John Locke sang filsuf merupakan tokoh yang paling berjasa mempopulerkan teori tabula rasa dibanding para filsuf pendahulunya seperti Ibnu Sina dan Francis Bacon. Locke antara lain menyatakan kembali pentingnya pengalaman indera atas spekulasi, dan menegaskan bahwa pikiran manusia saat lahir adalah lengkap, namun reseptif bak kertas kosong yang siap ditulisi. Intinya, semua manusia pada awalnya terlahir "kosong", pengalamanlah yang akan memberinya pengetahuan dan membentuk jati dirinya.

Lantas apa gagasan yang dimiliki oleh film 'Tabula Rasa' garapan Adriyanto Dewo ini?

Hans (Jimmy Kobogau) dikisahkan sebagai seorang calon pesepakbola paling cemerlang di Serui, daerah pesisir Papua. Singkat cerita, ia mendapatkan kesempatan untuk bermain di sebuah klub sepakbola di Jakarta. Ia hijrah ke ibukota demi menggapai cita-citanya untuk jadi pesepakbola profesional. Namun setelah setahun di ibukota, ia malah jadi gembel. Kakinya pincang sebelah, ia tinggal di emperan jalan, dan di siang hari ia kerja serabutan seperti mengumpulkan tumpahan beras untuk dijual kembali agar ia dapat uang untuk makan. Pada satu malam, di titik tergelap hidupnya, ia hendak menghabisi nyawanya dengan melompat ke arah kereta yang melintas di bawah jembatan penyeberangan. Sialnya, atau justru untungnya, ia gagal, dan berakhir dengan ditemukan oleh Mak (Dewi Irawan, '9 Summers 10 Autumns'), pemilik warung makan padang Takana Juo, sebuah warung kecil di pinggiran kota, sepulang berbelanja dari pasar.

Hans dibawa pulang oleh Mak dibantu Natsir (Ozzol Ramdan, 'Suami-suami Takut Istri the Movie') yang kala itu menemani Mak belanja. Di Takana Juo, Hans diberi makan dan ditawari pekerjaan, namun Parmanto (Yayu Unru, 'Sebelum Pagi Terulang Kembali'), juru masak yang telah lama mengikuti Mak, tak senang dengan kehadiran Hans.

Ditulis oleh Tumpal Tampubolon ('Rocket Rain') berdasarkan ide cerita dari produser Sheila Timothy ('Pintu Terlarang', 'Modus Anomali'), 'Tabula Rasa' sebagai food film rupanya memberi porsi lebih terhadap jalinan drama antartokohnya ketimbang eksploitasi jualan utama dalam promo film ini sendiri, yaitu makanan. Dan, ini hal yang bagus mengingat cerita yang tersaji amatlah memikat. Di luar kesederhanaan plotnya, justru emosi-emosi yang tersampaikan lewat tokoh-tokohnya amatlah kompleks. Lihat misalnya adegan Hans yang meminta upah setelah dimintai tolong membantu Mak; Hans ngotot meminta uang sementara Mak hanya bersedia memberinya makan.

Karakter Hans tak mewujud bak protagonis di kebanyakan film yang sekonyong-konyong baik hati lahir batin. Demikian pula dengan Mak, lihat reaksinya yang marah besar terhadap Hans ketika ia dimintai uang. Mak yang awalnya menolong Hans dengan tulus, menjadi kecewa dan sakit hati. Tumpal sebagai penulis skrip memberi motivasi yang jelas terhadap tokoh-tokohnya untuk bertindak hingga keberadaan mereka terasa nyata, dan mengaburkan batas kepura-puraan. Sementara sutradara Adriyanto Dewo, yang sebelumnya menangani segmen 'Menunggu Warna' dalam omnibus 'Sanubari Jakarta', dengan luwes menerjemahkan naskah ke dalam bahasa visual yang penuh dengan "cita rasa". Dalam kesederhanaan kisahnya, ia mampu mengemas film ini jadi sebuah tontonan yang sinematis, dengan hal-hal teknis pendukung lainnya seperti editing dan musik yang menguatkan.

Keempat aktor bermain dengan gemilang, memberi roh dan jiwa film ini, terutama Jimmy sebagai Hans. Tanpa mengurangi apresiasi terhadap aktor lainnya, Jimmy adalah pendatang baru yang amat menjanjikan. Ia mampu mengimbangi Dewi Irawan yang kualitas aktingnya tak perlu kita pertanyakan lagi. Ia juga bermain sama apiknya dengan Yayu Unru dan Ozzol Ramdan yang sudah lebih dulu jadi pelakon. Ada satu adegan favorit saya yang melibatkan Jimmy dan Dewi Irawan, dan satu lagi di pengujung film yang menampilkan betapa hebatnya Yayu Unru berakting. Pada adegan Mak menemani Hans makan gulai kepala ikan buatannya, Mak bercerita kepada Hans ihwal memasak gulai kepala ikan yang baginya laksana ziarah.

Satu lagi, di pengujung film, adegan Parmanto yang tengah melahap santapannya. Adegan ini tak hanya berhasil mengaduk-aduk emosi, namun juga memberikan saya konklusi bahwa rupanya pembuat film ini mengamini "tabula rasa" seperti diskursus yang disampaikan oleh filsuf John Locke. Hans menemukan tabula rasanya ketika ia ditolong Mak, dan Mak menemukan tabula rasanya ketika ia pada akhirnya mau "berziarah" kembali, sedangkan Parmanto juga mendapatkan tabula rasanya sendiri dalam salah satu pengadeganan paling emosional di film ini.

'Tabula Rasa' berhasil memadukan buah pikiran filsuf John Locke dengan keindonesiaan, dalam hal ini kuliner, bukan karena film ini mengangkat masakan Padang, melainkan karena frasa "tabula rasa" itu sendiri yang seolah-olah terdengar sangat Indonesia, alih-alih bahasa Latin. "Tabula" bisa diartikan sebagai "tabel", dan "rasa" adalah "rasa", tanggapan indera kita terhadap rangsangan yang bisa memberi kita rasa manis, pahit, panas, dingin, dan lain-lain, juga tanggapan hati terhadap sesuatu. Lewat "ziarah kuliner", film ini mengajak kita untuk "merasakan sesuatu", "terkenang akan sesuatu", atau mungkin "terkenang selalu", seperti nama warung makan padang yang Mak miliki, Takana Juo.

Shandy Gasella pengamat perfilman Indonesia

Sumber: http://hot.detik.com/movie/read/2014/09/26/110525/2702021/218/2/tabula-rasa-merasakan-kembali-keindonesiaan-lewat-masakan
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: