'Transcendence': Khayalan Mahasiswa Informatika yang Mabuk di Malam Minggu

Author : Administrator | Kamis, 24 April 2014 12:19 WIB | Detik News - Sinema

Jakarta -

 

Bagi pasangan jenius Will Caster (Johnny Depp) dan Evelyn (Rebecca Hall), teknologi bukanlah ancaman. Teknologi adalah medium yang akan membawa manusia ke dunia baru yang penuh kemakmuran. Teknologi memberikan peluang dan harapan agar manusia bisa hidup berdampingan satu sama lain, memberantas diskriminasi sosial dan menyembuhkan bumi yang sudah penyakitan ini. Itulah sebabnya mereka berdua optimis dengan kreasi mereka: sebuah komputer superpintar yang tidak hanya membuat segalanya menjadi lebih baik namun juga membantu manusia menyelesaikan masalah-masalah yang tidak akan pernah habis.

Namun, tidak semua beranggapan demikian. Beberapa orang menganggap apa yang dilakukan pasangan Caster adalah percobaan menjadi Tuhan. Itu tak boleh terjadi. Will pun menjadi korban dan jatuh koma. Tentu saja, sang istri tak siap kehilangan sang suami. Ide ekstrem melintas di kepalanya untuk mengunggah semua pemikiran Will ke dalam komputer. Namun, Max Waters (Paul Bettany), rekan dan sesama jenius, menolak ide tersebut. Sebab, jika saja ada kesalahan, satu memori masa kecil saja absen, semuanya akan berubah kacau. Tapi, sang janda ngotot. Rasa kehilangan mengalahkan segalanya, dan Max pun luluh.

Isi kepala Will akhirnya berhasil diunggah ke dalam komputer. Semua warisan Will terekam jelas; Will "hidup lagi" di dalam komputer. Dia bisa mengenali istrinya, rekan, dan hasil kerjanya. Will pun menginginkan keabadian dan meminta istrinya untuk menyambungkannya ke internet. Dan, ini adalah awal dari bencana yang akan ditanggung semua umat manusia.

'Transcendence' dibuat berdasarkan skrip Jack Paglen yang masuk daftar Black List (penghargaan untuk skrip terbaik yang belum diproduksi) pada 2012. Secara premis, film ini begitu menggigit. Ini adalah sci:fi thriller yang menggiurkan, walaupun ide ceritanya bukan sesuatu yang baru. Manusia melawan teknologi yang terlalu cerdas sudah sering kita lihat. Namun, Pagen mengejar sesuatu yang baru, dan usahanya untuk membuat karakter-karakternya digerakkan oleh motivasi yang jelas patut diacungi jempol.

Masalahnya, skrip 'Transcendence' berakhir terlalu muluk. Wally Pfister --sinematografer andalan Christopher Nolan yang naik kelas dengan melakukan debut penyutradaraannya-- tidak bisa menyelamatkannya bahkan dengan cast yang menarik. Plot yang bertele-tele serta interaksi Evelyn dan Will yang terlalu didramatisasi membuat film yang tadinya berpeluang untuk membuat penonton panik malah bikin ngantuk. Belum lagi bagian babak ketiga yang tidak hanya menyederhanakan masalah namun membuat semua karakternya menjadi tampak bodoh. Benarkah Will mempunyai kekuatan sebesar itu?

Selain tempo yang terlalu lambat, Pfister juga belum mengarahkan pemainnya untuk menunjukkan kelas mereka. Berbeda dengan gurunya, Christopher Nolan, yang fasih mengarahkan bintang-bintang terkenal untuk berakting gemilang. Johnny Depp dalam film ini adalah Johnny Depp. Tidak ada bedanya dengan peran-perannya yang lain. Hanya saja dia tidak seaneh yang kita lihat seperti film-film dia yang lain. Kate Mara, Paul Bettany, Morgan Freeman dan Cillian Murphy tidak diberikan ruang yang luas untuk menggali karakter mereka lebih dalam. Bahkan karakter dalam video game saja jauh lebih tiga dimensi daripada mereka. Rebecca Hall adalah yang paling mendekati oke.

Sebagai sinematografer, Pfister memang tahu benar bagaimana membuai penonton dengan gambar-gambar yang jempolan. Musiknya pun lumayan membantu penonton untuk meresapi ketegangan. Tapi, pada akhirnya 'Transcendence' hanya berakhir seperti sebuah angan-angan mahasiswa informatika yang sedang mabuk di malam minggu. Ide yang menarik, tapi tidak begitu menyenangkan untuk dirasakan.

Sumber: http://hot.detik.com/movie/read/2014/04/24/111608/2564155/218/transcendence-khayalan-mahasiswa-informatika-yang-mabuk-di-malam-minggu
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: