Malang, (ANTARA News) - Reformasi yang dibangun sejak 10 tahun lalu berjalan liar, karena tanpa diiringi dengan konsep dan cetak biru yang bisa dijadikan acuan, kata Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsudin.
"Reformasi di negeri ini berjalan tanpa konsep. Bahkan nyaris salah arah dan berjalan liar, sehingga kita kehilangan momentum untuk melakukan perbaikan," katanya kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Internasional tentang Islam di kawasan Asia Tenggara di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu.
Menurut dia, jika arah dan perjalanan reformasi ini tidak segera direm, dapat dipastikan akan semakin keblabasan. Dan Indonesia juga akan semakin kehilangan waktu untuk memperbaiki.
Selain momentum untuk memperbaiki bangsa hilang, katanya, kepemimpinan yang ada sekarang ini bukan tipe yang membimbing, tetapi pemimpin yang hanya berorientasi bagaimana mempertahankan kekuasaan semata.
Ia mengakui, kondisi bangsa setelah 10 tahun reformasi semakin banyak kepentingan yang "berlalu-lalang" dan berhimpitan, sehingga harus ada konsensus nasional baru yang mampu membangkitkan dan membalikkan arah, agar tujuan reformasi untuk perbaikan akan tercapai.
Din mengemukakan, konsensus nasional baru itu cukup mendesak karena hingga 10 tahun usia reformasi hanya berhenti pada slogan semata. Ibaratnya "bangunan lama dirobohkan tetapi tidak ada rekonstruksi baru".
Menyinggung adanya kemungkinan Muhamadiyah untuk memelopori perwujudan konsensus nasional baru, Din mengakui, pihaknya belum melakukan secara kolektif, karena masih memulai reformasi dari diri sendiri.
"Apalagi selama ini kalau ada ide ataupun inisiatif untuk perbaikan selalu dikaitkan dengan politis. Padahal, sejatinya murni untuk kegiatan kemasyarakatan demi perbaikan bangsa," katanya menegaskan. (*)
Editor: AA Ariwibowo