dr Pertiwi (hijab biru,red) saat berbicara soal penyebab gagal ginjal pada anak
Malang (beritajatim.com) – dr. Pertiwi Febriana Chandrawati, Sp.A., M.Sc. Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjelaskan soal fenomena yang sedang ramai belakangan ini yaitu kasus gagal ginjal pada anak. dr Pratiwi, sapaannya memberi penjelasan soal obat sirup yang menjadi penyebab penyakit tertentu pada anak.
Pertiwi, menjelaskan jika penyakit gagal ginjal menyebabkan peningkatan kreatinin. Penurunan fungsi darah disertai penurunan urin atau urin tidak bisa keluar sama sekali. Menurut data dari Kemenkes, ada dua kriteria yang dikatakan suspek gangguan ginjal pada anak, yaitu Oliguria dan Anuria.
“Oliguria merupakan kencing sedikit selama 6 hingga 8 jam. Jadi untuk untuk orang tua yang memiliki anak satu tahun, berarti setidaknya 6-8 jam harus ganti pampers. Kalau ternyata setelah dicek pampersnya kencingnya masih sedikit, berarti harus hati-hati, karena bisa jadi itu terkena Oliguria,” jelas dosen Ilmu Kesehatan Anak FK UMM program UMMTalks.
Sementara, Anuria tidak adanya kencing dalam waktu 12 jam atau lebih. Anuaria, kata Pertiwi, harus hati-hati, karena dapat mengarah pada gangguan ginjal. Dia juga memaparkan terkait hubungan sirup dengan penyakit gagal ginjal.
Baginya, seluruh sirup atau obat yang berbentuk cair pasti mempunyai bahan pelarut. Pelarut yang aman digunakan adalah polyethylene glycol atau polyethylene oxide. Keduanya punya batas aman secara Internasional dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ada juga pelarut yang tidak diperkenankan penggunaan ke manusia, bernama ethylene glycol dan diethylene glycol.
“Ethylene glycol atau diethylene glycol adalah pelarut yang biasanya digunakan untuk industri, bukan manusia. Efek sampingnya jika dikonsumsi oleh anak-anak akan membuat mereka pusing kepala, muntah dan kemungkinan terparahnya adalah gangguan ginjal,” jelasnya melanjutkan.
Mengacu dari kasus negara Gambia, sudah dipastikan ada beberapa obat sirup yang memakai pelarut terlarang dan berakibat gagal ginjal. Sebagai tindakan preventif, dosen FK UMM itu mengimbau orang tua untuk sementara tidak memberi obat sirup kepada anak.
“Sebagaimana dianjurkan BPOM, Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sebagai gantinya, ia menyarankan untuk menggunakan obat puyer. Agar anak mau minum obat puyer, bisa menggunakan pemanis buatan sendiri. Baik itu berupa gula atau teh manis. Dua langkah itu cukup efektif untuk sementara waktu,” saran dr. Pertiwi.
Di samping itu, Pertiwi juga memberi solusi kepada orang tua yang hendak menjaga kesehatan anak-anaknya ataupun ketika sakit. Misalnya jika demam, langkah yang bisa diambil adalah dengan mengukur menggunakan termometer.
“Jika demamnya di bawah 38 derajat, jangan terburu-buru diberi obat. Minum dulu yang banyak agar kencingnya banyak dan panasnya turun. Tapi jika sudah mencapai 39-40 derajat celcius, segera bawa ke dokter terdekat,” tutur perempuan yang juga menjadi Kepala SMF Anak dan Perinatologi RS UMM.
Pertiwi menegaskan untuk menjaga daya tahan tubuh dan tidak stres. Apalagi saat cuaca yang terjadi belakangan ini. Bukan hanya untuk anak, tapi juga para orang tua. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan berjemur di pagi hari, mengatur pola tidur, konsumsi makanan yang bergizi dan minum vitamin. (dan/kun)