Dosen FKIP UMM Dyah Worowirastri Ekowati S.Pd., M.Pd (Foto: Humas UMM)
Malang (beritajatim.com) – Dosen FKIP UMM Dyah Worowirastri Ekowati S.Pd., M.Pd., mengomentari penghapusan tes baca tulis hitung (calistung) sebagai syarat masuk sekolah dasar. Dyah, sapaannya, menilai penghapusan tes calistung adalah merupakan hal yang baik.
“Hakikat sekolah adalah tempat bermain yang berasal dari bahasa Yunani ‘skhole’, yang berarti waktu senggang untuk bersenang-senang. Jika tes calistung dijadikan salah satu seleksi masuk sekolah dasar, tentu memberi batasan pada calon siswa untuk pintar dan mahir dalam bidangnya,” ujar dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang (FKIP UMM) itu.
Hal itu, kata Dyah, berpotensi membebani anak yang berpotensi dan punya keahlian pada bidang lain. Selain itu, dapat menggeser fitrah anak di usia PAUD dan TK yang seharusnya datang ke sekolah untuk bermain dan bersenang-senang.
“Lebih lanjut, pemberian materi calistung tidak perlu masuk kurikulum wajib, melainkan cukup di tataran aktivitas alamiyah. Calistung juga bukan sebuah tuntutan formal dan menjadi syarat naik atau tidak naik kelas,” jelasnya.
Di lain sisi, peninggalan calistung bukan sesuatu yang tepat. Ini menjadi berbahaya dan mengancam masa depan anak apabila mereka sama sekali tak dikenalkan. Menurut Dyah, perlu adanya metode khusus yang diberi ke anak usia dini. Metode yang tidak menimbulkan tuntutan besar untuk anak.
“Tujuan tes awal masuk sekolah adalah untuk kemampuan dan potensi anak. Proses dan metode belajar yang dilaksanakan sesuai dengan hal yang disenangi dan minati anak. Bagi saya, pendidikan karakter jauh lebih penting dan bermakna untuk anak usia dini dibanding dengan pendidikan kognitif,” tambahnya.
Pada akhir penyampaian, dia menjelaskan, budi pekerti dan akhlak yang baik menjadi kebiasaan yang bagus ketika dilakukan sejak anak kecil. Misalnya saat latihan tertib mengantre, meminta maaf ketika salah, mengucapkan terima kasih saat mendapatkan bantuan dari orang lain, dan lainnya.
“Yang paling penting, jangan biarkan beban mendidik anak itu pada lembaga formal sekolah saja. Perlu penyeimbang dan dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat. Segala strategi dan sistem yang direncanakan pemerintah merupakan untuk kemajuan bangsa dibidang pendidikan. Ini jadi sia-sia tanpa dilakukan secara masif dan berbarengan oleh seluruh elemen,” pungkasnya. (dan/kun)