Cangkir Opini menggelar diskusi bertema 'Mewujudkan Politik Harmoni Menuju Pemilu 2024 yang Sejuk dan Damai'.
Malang (beritajatim.com) – Cangkir Opini menggelar diskusi bertema ‘Mewujudkan Politik Harmoni Menuju Pemilu 2024 yang Sejuk dan Damai’. Diskusi ini diikuti oleh puluhan generasi milenial di Kota Malang, sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa, ada pegiat partai politik dan pemuda lintas organisasi.
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Wahyudi Winarjo menjadi salah satu pembicara. Ilhamzada wartawan senior sekaligus influencer juga menjadi pembicara.
Politik identitas menjadi bahasan yang hangat. Ilhamzada menuturkan, jika calon presiden nantinya benar-benar Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan juga Ganjar Pranowo. Identitas soal agama masing-masing sudah selesai.
“Agamanya sama ini. Urusan siapa yang paling alim nah itu sudah beda lagi,” ujar Ilhamzada.
Ilhamzada mengatakan, meski sama-sama beragama islam. Politik identitas yang perlu diwaspadai adalah ras. Ilhamzada berharap politik identitas dengan isu ras diharapkan tidak diterapkan oleh partai politik. Sebab, hal ini berpotensi menimbulkan polarisasi.
“Jadi peluangnya politik identitas bukan di agama lagi karena agamanya sama. Peluangnya di ras, karena Anies kan berbeda. Kami juga berharap partai partai politik tidak menggunakan politik identitas di isu ras,” ujar Ilhamzada.
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Wahyudi Winarjo mengatakan politik identitas selalu digunakan di negara manapun. Tidak hanya di Indonesia bahkan di Amerika Serikat sekalipun politik identitas digunakan untuk menyerang lawan politik.
“Persoalannya adalah apakah politik identitas dipergunakan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa. Yang tidak baik itu adalah politik identitas yang mengganggap identitas pihak lain itu tidak baik. Apalagi melakukan tindakan tindakan memusuhi bahkan menghalalkan darahnya dan lain sebagainya,” kata Wahyudi.
Wahyudi mengatakan, kunci melawan politik identitas adalah memperkuat literasi politik. Minimal generasi milenial tidak terjebak dalam politik identitas. Misalnya dengan turut menyebarkan hoax.
“Anak muda adalah kalangan paling aktif menggunakan media sosial. Ngerinya, ternyata anak anak muda banyak yang terjerumus turut ikut melakukan ujaran kebencian seperti bullying, hate speech hingga hoax. Harapannya, pemuda harus punya hati nurani, literasi politik, wawasan politik yang positif untuk kebaikan kehidupan bangsa dan negara. Anak muda harus membawa bahwa Indonesia milik semua, bukan milik kelompok tertentu,” ujar Wahyudi.
Wahyudi berharap generasi muda bijak dalam bermedia sosial. Generasi muda diharapkan menggunakan media sosial untuk memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara.
“Saya yakin anak muda bisa melakukan itu. Saya harap media sosial dijadikan wadah menuangkan ekspresi untuk memperjuangkan kebaikan bangsa. Karena anak muda pengendali media sosial, pengguna dan penggeraknya,” ujar Wahyudi. (Luc/ian)