Atmosfer Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mulai terasa. Ruang-ruang digital berpotensi menjadi wadah kampanye yang digunakan pendukung dan para figur yang akan berlaga dihajatan demokrasi. Namun, ada hal yang mesti diantisipasi ditengah antusiasnya publik dalam menyambut pemilu 2024, yakni adanya potensi politik identitas. Terlebih. Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras serta antargolongan (SARA). Dengan penduduk yang begitu banyak dan juga memiliki latar belakang budaya, agama serta suku yang berbeda-beda, justru menjadi sangat rawan adanya gesekan horizontal yang terjadi.
Seiring berjalannya waktu, persatuan dan kesatuan diantara masyarakat Indonesia banyak menghadapi ancaman, entah itu merupakan ancaman yang berasal dari eksternal maupun internal bangsa sendiri. Politik dalam negeri sendiri juga sering berada dalam keadaan yang tidak stabil, walaupun kini negara sudah menganut sistem demokrasi, namun ada satu hal yang masih belum dapat dilepaskan dari perjalanan politik negeri ini, yakni adanya praktik politik identitas.
Oleh sebab itu, upaya untuk mengantisipasi munculnya potensi politik identitas atau politisasi SARA sangat penting untuk terhadirkan di tengah-tengah masyarakat. Terlebih hukum pemilu tidak memberi pengertian yang jelas terkait hal tersebut secara detail. Terlebih, jika terperhatikan dan merujuk ke Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak ada penjelasan detil tentang pengertian politik identitas. Pasal tersebut, hanya memuat aturan tentang kampanye yang dilarang menghina, menghasut, mengadu domba, dan menggunakan kekerasan. Sehingga, semakin jelas bahwa negeri ini belum memiliki penjelasan detail terkait UU Pemilu sebagai rujukan.
Berangkat dari kenyataan itulah, maka sudah semestinya Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus memiliki rujukan jelas untuk mengawasi kampanye tanpa politik identitas. Terlebih masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap Bawaslu untuk mencegah dan menindak dugaan pelanggaran kampanye yang menggunakan politisasai SARA. Selain itu, wajib bagi seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam memerangi adanya praktik politik identitas, supaya bisa terus memerangi adanya praktik politik identitas yang sangat berbahaya dan merusak NKRI.
Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Universitas Muhammadiyah Malang.