Oleh:
Dr Husamah
Pengajar Ilmu Lingkungan di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Sungai adalah anugerah luar biasa dari Allah SWT, karenanya keberadaan, struktur, dan fungsi sungai harus dijaga dan dilestarikan. Dalam rangka menanamkan kesadaran komunal terntang pentingnya sungai, maka berdasarkan Pasal 74 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, setiap tanggal 27 Juli diperingati sebagai Hari Sungai Nasional di Indonesia. Peringatan ini pertama kali diperingati pada 2011.
Sementara itu, di level dunia setiap pekan ke-4 pada bulan September diperingati sebagai World Rivers Day. Jutaan orang di lebih dari 100 negara merefleksikan akan peran penting keberadaan sungai di dunia. Sebagaimana dilansir website World Rivers Day, pada tahun 2005, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meluncurkan Water for Life Decade untuk mendorong kesadaran yang lebih besar akan perlunya merawat sumber daya air dengan lebih baik. Setelah itu, penetapan Hari Sungai Sedunia merupakan tanggapan atas proposal yang diprakarsai oleh seorang advokat sungai dunia yang terkenal, Mark Angelo.
Proposal untuk acara global untuk merayakan sungai didasarkan pada keberhasilan BC Rivers Day, yang didirikan dan dipimpin Mark Angelo di Kanada bagian barat sejak 1980. Acara Hari Sungai Sedunia dipandang oleh badan-badan PBB sangat cocok untuk tujuan Water for Life Decade dan pada akhirnya, proposal itu disetujui. Penggemar sungai dari seluruh dunia berkumpul untuk menyelenggarakan acara World Rivers Day perdana pada tahun 2005. Acara itu sukses besar dan pada akhirnya World Rivers Day dirayakan di banyak negara. Sejak saat itu, acara tersebut terus berkembang. World Rivers Day ditujukan untuk merayakan sungai-sungai yang ada di dunia dan meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya konservasi di sungai.
Sungaiku Sayang
Sungai tidak hanya sekedar “saluran air panjang yang mengalir”. Sungai memberikan manfaat penting seperti air minum, irigasi, dan lainnya. Sebagai rumah bagi ikan, tumbuhan, dan satwa liar, sungai sangat penting untuk kelangsungan hidup banyak spesies—termasuk kita sendiri, para manusia.
Indonesia dianugerahi 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai yang tersebar di nusantara. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia mencapai 1.512.466 kilometer persegi, dan ini tentu memiliki nilai potensial.
Merujuk pada National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA, 2022), sungai memiliki tiga wilayah habitat yang berbeda, yaitu (1) Dasar sungai, atau saluran air itu sendiri; (2) Tepian sungai, disebut “zona riparian”. Ini termasuk tanah, pepohonan, dan hewan serta tumbuhan yang menyukai air di sepanjang saluran; dan (3) Dataran banjir, atau dataran rendah dan datar yang terbentang dari saluran. Daerah ini secara berkala mengalami banjir saat hujan lebat dan salju mencair. Terkadang dataran banjir tetap basah untuk waktu yang lama, menciptakan habitat lahan basah yang kaya.
Kehidupan kita sangat bergantung pada sungai. Sungai menjadi tumpuan irigasi, penyediaan ari bersih (bahkan di beberapa negara penyediaan air bersih separuhnya berasal dari sungai), sumber listrik—menghasilkan tenaga hidro-listrik., jalur transportasi, rekreasi dan ekowisata—sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar sungai, dan perlindungan terhadap banjir—ketika air naik, dataran banjir dapat menyerap air dalam jumlah besar. Ini memberikan pengendalian banjir alami bagi masyarakat pesisir, mencegah kerusakan dan bahkan potensi kerugian materiil. Sungai adalah rumah bagi banyak ikan air tawar, satwa liar, invertebrate, berbagai spesies yang dilindungi, yang terancam punah.
Sungaiku Malang
Dari evaluasi 106 DAS di seluruh Indonesia yang menjadi prioritas, sebanyak 52 DAS mengalami pencemaran berat dan 20 DAS mengalami pencemaran sedang-berat, serta 7 DAS terkategori tercemar ringan-berat. Dari 52 DAS yang mengalami cemar berat, sebanyak 11 di antaranya berada di Pulau Jawa dengan 3 DAS terkategori cemar sedang-berat yaitu DAS Ciliwing, Cisadane, Bengawan Solo. Tujuh dari 11 DAS yang mengalami cemar berat berada di Jawa Timur, yaitu Bengawan Solo, Madiun, Kali Surabaya, Kali Tengah, Kali Porong, Kali Mas, dan Kali Brantas (Istiawan, 2017).
Manusia dengan segala aktivitasnya telah menurunkan atau menghancurkan habitat sungai. Bangunan di tepi sungai yang keras meningkatkan kecepatan air, mempercepat erosi dan berdampak negatif pada populasi satwa air. Campur tangan manusia atas nama pembangunan telah menggali saluran atau meluruskan sungai menghancurkan dataran banjir dan lahan basah di dekatnya, dan dapat menyebabkan banjir. Pengembangan tepi sungai dapat mengurangi keteduhan, yang dapat menyebabkan air lebih hangat yang mengancam banyak spesies. Permukaan beraspal juga meningkatkan limpasan yang tercemar dari jalan raya, tempat parkir, dan atap. Sungai yang digunakan secara berlebihan dapat mengering jauh sebelum mencapai laut, menghancurkan habitat penting.
Metode pertanian yang banyak diimplementasikan petani saat ini secara nyata menyebabkan pupuk, herbisida, dan pestisida mencemari sungai. Kelebihan nutrisi dan bahan kimia beracun kemudian dapat terkonsentrasi di saluran air, menyebabkan ledakan alga dan “zona mati” di mana kehidupan bawah air tidak dapat bertahan. Gabungan air hujan dan sistem pembuangan limbah dapat meluap dan membuang limbah domestik dan pabrik/industri yang tidak diolah ke sungai. Luapan ini menimbulkan risiko penyakit dan menambah polusi nutrisi. Pertumbuhan alga yang berlebihan jelas dan nyata dapat menjadi racun bagi ikan dan manusia.
Akhirnya, mari kita kembali sadar akan pentingnya sungai. Marilah kita terlibat dalam aksi-aksi penyelematan dan keberlanjutan fungsi sungai. Lembaga pemerintah, swasta, dan institusi pendidikan dapat bekerjasama untuk melindungi dan memulihkan habitat sungai melalui berbagai program dan kemitraan. Pemberian penyadaran ilmiah kepada masyarakat. Keberadaan dan keterlibatan pecinta sungai yang memantau air dan satwa liar menjadi penting. Pihak pemerintah dan swasta dapat memberikan bantuan teknis dan mendanai proyek yang memulihkan habitat yang sehat. Kebersamaan ini akan membangun kesadaran bersama dan memastikan komitmen berkelanjutan terhadap habitat sungai yang sehat.
Sebagai umat beragama kita pun harus kembali meyakini dan menjalankan amanah Ilahi untuk menjaga sungai. Al-Quran banyak menggunakan kata “anhâr” untuk menjelaskan sungai. Istilah “anhâr” yang berarti sungai-sungai untuk menjelaskan sungai sebagai bagian dan berhubungan dengan proses di alam yang sangat kompleks. Al-Quran juga menggunakan istilah “anhâr” untuk menyatakan dan menjelaskan sungai sebagai rahmat Tuhan. Sebagai Rahmat, tentu itu harus disyukuri, yang diwujudkan dalam aksi nyata menjaga dan melestarikan. Wallaahu a’lam bisshowab.