Oleh :
M Syaprin Zahidi, MA.
Dosen Pada Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Kejahatan lintas batas atau Transnational Organized Crime (TOC) menjadi gambaran dari hiruk pikuk berita di media tentang terbongkarnya sindikat perdagangan organ ginjal di Indonesia dengan tujuan kamboja. Definisi tentang TOC ini sendiri dijabarkan dalam United Nations Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) yang secara spesifik menjabarkan bahwa suatu aktivitas kejahatan dapat dimaknai sebagai TOC paling tidak jika memenuhi beberapa unsur berikut, yaitu: (1) a group of three or more persons that was not randomly formed. (2) existing for a period of time. (3) acting in concert with the aim of committing at least one crime punishable by at least four years incarceration. (4) in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit.
Secara umum kita dapat merujuk dari definisi tersebut jika melihat aktivitas sindikat perdagangan ginjal ini dimana berdasarkan pengakuan salah satu tersangka Ia memiliki hubungan yang baik dengan broker organ ginjal di Kamboja dan seseorang yang Ia sebut bernama Miss Huang. Ia menceritakan bahwa proses transplantasi ginjal dilakukan oleh sindikat tersebut di salah satu rumah sakit di kamboja yang menurut pengakuannya bernama Preah Ket Mealea Hospital. Dari pengakuan tersangka tersebut tentunya kita juga bisa mendapatkan gambaran bahwa jejaring sindikat penjualan organ ginjal benar-benar rapi dalam mengatur jaringannya sehingga sulit terendus oleh aparat. Hal ini Sesuai dengan unsur pertama dalam TOC yang menyebutkan bahwa jaringan tersebut tidak dibentuk secara acak namun tersistematis.
Dalam konteks waktunya jaringan sindikat penjual organ ginjal ini juga telah terbentuk lama. Berdasarkan pendalaman yang dilakukan oleh satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) diketahui bahwa jaringan ini mulai menjalankan operasinya sejak tahun 2019 berarti Ketika terbongkar aktivitasnya pada tahun 2023 ini sindikat ini telah menjalankan aktivitasnya selama kurang lebih 4 tahun, hal ini juga Sesuai dengan poin kedua dari TOC yang mendeskripsikan satu kegiatan masuk dalam kategori TOC jika “existing for a period of time”. Aspek hukuman yang diberikan pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia jika kita merujuk pada Undang-Undang No 21 Tahun 2007 maka sudah sangat jelas ini Sesuai dengan kriteria TOC yaitu lebih dari empat tahun sebagaimana tertera pada Bab II pasal 2-9 UU No 21 Tahun 2007.
Aspek terakhir dan terpenting dari aktivitas perdagangan organ ginjal ini yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang ini Sesuai dengan aspek keempat dari unsur TOC yaitu ‘to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit’. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu penyidik total omzet sindikat ini sejak tahun 2019-2023 yaitu sebesar Rp 24,4 milyar dari perdagangan organ ginjal 122 orang dan ada potensi bertambah berdasarkan hasil penyelidikan terbaru.
Berdasarkan empat kriteria tersebut dapat dipahami bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam bentuk perdagangan organ ginjal ini sudah masuk dalam kategori Transnational Organized Crime (TOC) sehingga memang dibutuhkan upaya lebih massif untuk mengatasi tindak pidana jenis ini. Perlu ada pendekatan yang baik terhadap pihak-pihak yang berwenang di Kamboja. Karena kejahatan ini faktanya telah difasilitasi oleh sindikat perdagangan organ di Kamboja, dalam hal ini dilakukan pihak Rumah Sakit (RS) Preah Ket Mealea yang terletak di wilayah Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Hal yang lebih sulit lagi rumah sakit ini merupakan rumah sakit militer yang ada dibawah kendali pemerintah Kamboja.
Dalam konteks TOC hal yang paling penting kemudian adalah harus ada kesepemahaman yang sama dalam konteks isu tertentu antara dua entitas yang terlibat dalam hal ini pemerintah Indonesia dan pemerintah kamboja. Salah satu kendala yang diungkapkan oleh penyidik Ketika membongkar kasus ini dan juga memulangkan para korban perdagangan organ ginjal dari kamboja ke Indonesia adalah terkait dengan “legal standing” yang dianut oleh otoritas di Kamboja dan Indonesia karena di Kamboja aktivitas ini dianggap tidak masuk dalam ranah pidana sedangkan di Indonesia aktivitas ini masuk dalam ranah pidana. Walaupun pada akhirnya dengan komunikasi yang baik dengan otoritas di kamboja tersangka dan korban yang berasal dari Indonesia dapat dipulangkan ke Indonesia. Namun bagaimana dengan para tersangka yang berkewarganegaraan Kamboja?. Inilah kemudian yang menjadi kendala utama dari penanganan tindak pidana jenis TOC ini.
Solusi dan Upaya Pencegahan di masa depan
Kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik polri dalam membongkar sindikat ini ternyata terkuak dari konteks “legal standing” kedua negara sehingga yang penulis “takutkan” kedepannya bisa saja sindikat perdagangan organ ini akan beroperasi lagi karena “demand” atau permintaan di kamboja terhadap organ ini masih tinggi dan di kamboja misalnya aktivitas ini masih dianggap legal sehingga sindikat yang ada di kamboja akan menggunakan modus-modus baru untuk merekrut para korban di Indonesia.
Solusi yang paling Sesuai menurut penulis harusnya ada upaya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ke pemerintah kamboja untuk membahas situasi ini secara khusus sehingga harapannya akan dilahirkan semacam perjanjian bilateral diantara kedua negara dan mendorong agar pemerintah kamboja menghasilkan produk hukum domestik terkait tindak pidana perdagangan organ sehingga ada kesepemahaman yang sama antara otoritas di kamboja dengan otoritas Indonesia dalam memandang aktivitas perdagangan organ ginjal ini.
Harapan kita tentunya dengan adanya kesepemahaman yang sama antara pemerintah kamboja dan Indonesia dalam memandang aktivitas perdagangan organ ini maka aspek hulu dalam hal ini “demand” di kamboja dapat diredam oleh pemerintah kamboja sendiri dengan produk hukum yang mereka hasilkan yang harapan kita tentunnya serupa dengan yang ada di Indonesia. Jika hal tersebut terjadi kemungkinan tindak pidana perdaganan organ ini dapat diredam di masa depan. Semoga.
——– *** ———