Hidup Harmoni Bersama Lingkungan

Author : Humas | Thursday, December 28, 2023 09:09 WIB | Harian Bhirawa -

Judul Buku : Islam dan Lingkungan Hidup
Penulis : Dr Agus Hermanto, MHI. & Rohmi Yuhani’ah, MPd.
Penerbit : Literasi Nusantara, Malang
Cetakan : I, Juni 2023
Tebal : 144 halaman
ISBN : 978-623-8227-27-3
Peresensi : Ahmad Fatoni, Pengajar Fakultas Agama Islam UMM

Topik tentang ekologi selalu menjadi isu hangat yang memenuhi ruang-ruang diskusi. Hal ini tak lain karena imbas dari pekembangan dunia yang tidak diimbangi dengan unggah-ungguh manusia dalam merawat lingkungan. Polusi udara akibat asap pabrik, eksploitasi hutan yang berlebihan, tumpukan sampah yang tak terkendali, dan lapisan ozon yang terus menipis, berulang menghadirkan bencana belakangan ini. Bencana demi bencana datang silih berganti tiada henti di negeri ini.

Penyebab utama bencana, selain disebabkan bencana alam yang memang tak bisa ditolak, umumnya lebih banyak diakibatkan ulah manusia-manusia serakah tanpa memertimbangkan keseimbangan lingkungan. Perilaku rakus manusia sangat besar pengaruhnya dibandingkan peristiwa alam yang tidak setiap hari terjadi.

Lebih parah lagi, kerusakan lingkungan bukan saja dipicu oleh tindakan manusia karena tuntutan ekonomi, melainkan juga munculnya aturan pemerintah sendiri yang tidak berpihak kepada lingkungan. Selain itu, penerapan sanksi hukum yang tidak tegas terhadap para perusak lingkungan.

Faktanya, multi krisis berkaitan erat dengan banyaknya perizinan konsesi yang dikeluarkan untuk industri ekstraktif dan infrastruktur pendukungnya. Tidak hanya yang terjadi di darat, krisis juga dialami di wilayah pesisir. Hal ini menghancurkan dua ekosistem penting Indonesia yaitu, hutan dan maritim. Pelbagai persoalan lingkungan itu senyatanya direspon secara ekstra serius.

Melalui buku Islam dan Lingkungan Hidup ini, kedua penulisnya menginginkan bagaimana alam dan lingkungan tetap terawat dan lestari sehingga generasi di masa mendatang dapat menikmati hidup sebagaimana mestinya. Toh, manusia sebagai penduduk bumi telah diberi amanat untuk menjaga sumber daya alam dengan bekal potensi yang dimilikinya.

Sementara dalam catatan akhir tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), tahun 2023, aktor perusak lingkungan hidup tertinggi adalah perusahaan terutama sektor tambang dan perkebunan, kemudian disusul pemerintah. Perusak terbesar lainnya ialah perselingkuhan antara korporasi dan birokrasi, baru di posisi buntut: masyarakat.

Mengapa kemudian Walhi menyatakan bencana lingkungan mendorong krisis multidimensi? Tentu saja, seiring peningkatan kejadian bencana, meniscayakan kerugian signifikan secara ekonomi. Dampak lain terhadap kehidupan sosial akibat bencana juga merupakan persoalan jangka panjang yang tak mudah diselesaikan. Belum lagi beberapa bencana ekologis yang disebabkan oleh pembangunan ugal-ugalan yang dapat menghilangkan satu entitas kebudayaan. Sebut saja kasus bencana Lapindo, hingga hilangnya beberapa daratan di utara Pulau Jawa.

Petakanya, “bencana ekologis” tidak diakui sebagai salah satu kategori bencana dalam regulasi peraturan perundang-undangan, UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Konsekuensi logis dari tidak terakomodasinya bencana ekologis dalam regulasi negara tentang bencana membuat tidak akan ada upaya sistematis negara untuk mengatasinya secara serius.

Selama ini, pemerintah justru menjadi instrumen dari bisnis yang semakin memperburuk keadaan. Agenda pemerintah, seolah-olah terdepan untuk kepentingan rakyat, namun fakta di lapangan, justru jauh dari kepentingan rakyat. Bencana ekologis yang terus meluas menunjukkan pemerintah telah keluar dari tanggungjawabnya dalam melindungi, menghormati dan memenuhi hak rakyat, terutama hak atas lingkungan.

Sungguh disayangkan bila pemerintah kerap mengeluarkan izin konsesi pertambangan, perkebunan, dan pengusahaan hutan yang makin hari makin gila-gilaan sejak otonomi daerah. Perut bumi negeri ini dikeruk habis-habisan untuk akumulasi keuntungan bagi kaum pemilik modal. Rakyat akhirnya mewarisi berbagai masalah yang ditimbulkan, racun tambang berton-ton di darat, laut maupun udara. Wilayah hidup mereka terampas.

Buku yang ditulis pemerhati lingkungan ini ingin merespons persoalan degradasi lingkungan, lalu memotretnya dalam perspektif ajaran Islam. Buku ini mempertegas bagaimana Islam sangat peduli memikirkan keselarasan hidup antara manusia dengan lingkungan agar interaksi yang terjalin tetap terjaga. Pada setiap babnya, penulis memaparkan gagasan dan pendekatan yang semestinya dilakukan demi menanggulangi problem lingkungan.

Akhir kata, sudah seharusnya isu lingkungan yang menjadi pangkal datangnya bencana menjadi perhatian semua pihak. Kepada orangtua, tokoh masyarakat, dan para pemimpin perlu memberikan edukasi lingkungan kepada keluarga dan masyarakat akan pentingnya memelihara harmoni hidup dengan lingkungan.

Di tengah minimnya kepustakaan tentang pengelolaan lingkungan hidup, kehadiran buku ini dapat dijadikan bahan bacaan dan sumber informasi bagi kalangan pecinta lingkungan hidup, atau bagi siapa saja yang berminat menambah wawasan keislaman tentang urgensi hidup harmoni bersama lingkungan hidup.

Buku ini juga menjadi ajakan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk saling menjaga amanah bersama berupa lingkungan, kemudian mengambil langkah-langkah konkret agar merawat dan menjaganya demi kemajuan Indonesia yang lebih berkeadilan sosial-ekologis.

Harvested from: https://www.harianbhirawa.co.id/hidup-harmoni-bersama-lingkungan/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: