Oleh :
M. Syaprin Zahidi, M.A.
Dosen Pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
Tidak dapat dipungkiri Rusia yang dulunya dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Uni Soviet sangat berjasa besar bagi Indonesia. Terutama di masa awal kemerdekaan Indonesia. Sebagaimana diutarakan oleh Prabowo dalam pertemuannya dengan Vladimir Putin pada 31 Juli lalu, Prabowo secara jelas menjabarkan bagaimana Rusia (Uni Soviet waktu itu) sangat berjasa dalam pembangunan di Indonesia pada masa pasca kemerdekaan. Stadion Gelora Bung Karno, Monumen Nasional, Jalan tol pertama merupakan bukti kontribusi Rusia bagi pembangunan awal Indonesia sehingga bagi Prabowo dia menjanjikan pada Putin akan semakin meningkatkan hubungan Indonesia- Rusia pasca pelantikannya pada 20 Oktober 2024 sebagai Presiden Indonesia.
Pasca pertemuan ini bisa diprediksi bahwa Prabowo kemungkinan besar akan menjadikan Rusia sebagai salah satu partner strategis dalam kebijakan luar negeri Indonesia di bawah pemerintahannya dalam menghadapi “arogansi” Amerika Serikat dan negara-negara Eropa (dalam tulisan ini selanjutnya penulis sebut sebagai negara-negara barat). Karena, Prabowo sebagaimana kita ketahui pernah mengutarakan pandangannya yang secara tersirat banyak “menyindir” negara-negara barat. Dalam salah satu kesempatan diskusi yang diselenggarakan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), Prabowo dengan sangat jelas mengkritik tajam standar ganda negara-negara barat dalam konteks perdagangan dan isu lingkungan secara jelas Ia menyebutkan negara-negara barat telah kehilangan kepemimpinan moralnya.
Jika melihat statement Prabowo tersebut jelas bahwa ia terlihat “gusar” dengan cara-cara negara barat saat ini yang sangat merugikan Indonesia terutama terkait dengan isu deforestasi yang secara singkat Ia katakan bahwa Indonesia telah membuka pasarnya untuk produk-produk negara eropa seperti kendaraan Mercedes Benz dan Volkswagen namun secara sepihak mereka melarang Indonesia menjual minyak sawit, kopi, teh dan cokelat,” dengan dalih pelestarian lingkungan padahal menurut Prabowo negara-negara eropa itulah yang dalam masa kolonial memaksa kaum pribumi Indonesia untuk menanam teh, kopi, karet, dan cokelat yang sebenarnya menyebabkan kehancuran hutan di Indonesia.
Untuk menghadapi “arogansi” negara-negara barat inilah maka dalam pandangan penulis Prabowo harus memiliki aliansi yang kuat sehingga pada akhirnya Prabowo dapat menjalankan kebijakan luar negerinya dengan nyaman maka partner strategis dan menguntungkan saat ini jelas adalah Rusia.
Kerja sama Indonesia dengan Rusia dalam upaya melakukan “rebalancing” pengaruh negara-negara barat tentu menjadi satu pilihan yang rasional mengingat selama ini kerja sama dengan Rusia telah berjalan dengan signifikan. Kita tentu ingat ketika Indonesia di embargo persenjataan militer oleh Amerika Serikat di era Megawati, Rusia dengan tangan terbuka menerima proposal Indonesia yang waktu itu ingin membeli pesawat Sukhoi sehingga bisa dikatakan sudah saatnya di era Prabowo Kita mulai berpikir ulang terkait kemitraan kita selama ini dengan negara-negara barat.
Politik luar negeri bebas aktif Indonesia memang memandatkan Indonesia untuk tidak membuat blok baru dalam sistem internasional namun ada baiknya kita berpikir ulang terutama dalam menghadapi “arogansi” negara-negara barat yang terlihat dalam beberapa kesempatan sangat merugikan Indonesia. sebagai contoh dalam regulasi Uni Eropa terkait deforestasi yang berdampak pada industri sawit Indonesia menunjukkan bahwa Uni Eropa terlihat “ketakutan” dan secara prematur membuat kebijakan deforestasi tersebut. Sebagaimana diutarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, “Indonesia adalah produsen utama kopi, cokelat, karet dan produk kayu dan sekitar 6 miliar euro ($6,41 miliar) dari ekspor tahunannya akan terkena dampak Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa”.
Romantisme Poros Jakarta-Uni Soviet di era Soekarno bisa saja dihidupkan kembali oleh Prabowo dalam konteks ekonomi karena nyatanya Rusia bisa menjadi partner yang diharapkan dalam mengusung konsep “kesetaraan” dalam hubungan bilateral yang diusung oleh Prabowo. Tidak dipungkiri Rusia menjadi salah satu partner strategis bagi Indonesia dalam beberapa bidang diantaranya perdagangan dan investasi, Secara jelas Rusia sudah menyatakan kertertarikannya pada produk minyat sawit dan kopi Indonesia sehingga ini bisa menjadi pertimbangan bagi Prabowo Ketika menjadi Presiden nanti untuk mengalihkan ekspor minyak sawit ke Rusia dari pada harus menghabiskan tenaga berdebat dengan negara-negara eropa terkait isu lingkungan dalam minyat sawit.
Konteks pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) juga pasti akan menjadi salah satu fokus kerja sama yang menjadi konsentrasi Prabowo apalagi dengan latar belakang militernya masalah keamanan akan menjadi fokus utama. Pengadaan alutsista dari Rusia akan semakin ditingkatkan terutama pesawat tempur Sukhoi, helikopter, dan sistem pertahanan udara.
Secara umum bisa diprediksi bahwa hubungan Indonesia dengan Rusia di era Prabowo akan semakin intens terutama jika dikaitkan dengan cita-cita Prabowo yang ingin mewujudkan kesetaraan dalam sistem global dan Rusia merupakan partner strategis untuk mewujudkan cita-cita tersebut.