Miris, Negara Agraris Pengimpor Beras*

Author : Humas | Wednesday, November 30, 2022 08:43 WIB | Harian Bhirawa -

 

Oleh :
Gumoyo Mumpuni Ningsih
Dosen FPP, Prodi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia terancam impor beras setelah tiga tahun swasembada komoditas beras pada 2019 hingga 2021. Impor beras dibutuhkan dengan dalih untuk memenuhi target cadangan beras pemerintah atau CBP yang dikelola oleh Perum Bulog. Alhasil, wacana impor beras yang dicetuskan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) berbuntut panjang. Validitas data yang dilaporkan Kementerian Pertanian (Kementan) dipertaruhkan. Merujuk dari fakta itulah, di harian dan rubrik ini penulis ingin mencoba berbagi gagasan guna mengurai sebab musabab sekaligus mencari jalan solusi terkait potensi dibukanya kran impor beras di negeri ini.

Minimnya CBP
Indonesia, sebagai negara agraris dan negara maritim yang berkelimpahan sumber daya alam, Seharusnya Indonesia dapat mewujudkan kedaulatan pangan sebagai cita-cita negeri Nusantara. Namun kenyataannya, Indonesia masih bergantung pada impor. Salah satunya, yang sekarang sedang viral menjadi sorotan adalah persoalan agenda impor beras. Padahal, jika kita tilik Indonesia pernah memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan berhasil swasembada beras pada periode 2019-2021 melalaui penerapan inovasi teknologi pertanian.

Terbukti dari data Kementerian Pertanian (Kementan) di tahun 2019 produksi beras terhasilkan sebesar 31,3 juta ton. Jumlah yang sama dengan produksi di tahun 2020 dan 2021. Sedangkan stok beras yang dimiliki Indonesia per akhir April 2022 10,2 juta ton. Namun, dalam waktu belum ada 6 bulan stok beras di Bulog per November 2022 kurang dari 600 ribu ton. Itu artinya, cadangan beras pemerintah atau CBP yang dikelola Bulog hampir mencapai titik kritis. Per 22 November 2022, CBP Bulog mencapai 594.856 ton. Jumlah tersebut jauh di bawah rata-rata CBP Bulog mencapai 1,2 juta ton. Jika tidak ada penambahan, CBP Bulog diperkirakan semakin susut hingga 399.550 ton.

Padahal, impor beras tidak ada dalam rencana Badan Pangan Nasional pada awal 2022. Stok beras nasional juga masih aman yaitu mencapai 6,7 juta ton per 22 November 2022. Dengan demikian, stok beras nasional tersebut dapat dinilai cukup aman. Jika tercermati persoalannya bukan pada stok beras di pasar, namun Bulog tidak memiliki cadangan beras pemerintah yang mencukupi.

Rencananya, untuk memenuhi pasokan CBP sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di angka 1,2 juta ton, Perum Bulog telah mengamankan 500.000 ton beras di luar negeri yang siap dikirim masuk ke Indonesia bila dibutuhkan. Sebuah potret yang mengundang kemirisan kolektif bangsa ini, pasalnya belum 6 bulan Indonesia ditetapkan berhasil swasembada beras dalam 3 tahun terakhir, Indonesia terancam melakukan importasi kembali untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Mempertahankan swasembada beras
Swasembada pangan menjadi program pembangunan pertanian yang strategis karena memiliki dampak luas. Melalui ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, mutu bahan pangan yang baik, serta nilai gizi yang tinggi memiliki dampak luas pada perekonomian dan mutu sumber daya manusia. Dan, beras sebagai bahan pangan utama menjadi target utama pemerintahan untuk dapat mencapai swasembada.

Data badan pusat statistik (BPS) mencatat produksi beras Indonesia 2019 sebanyak 31,31 juta ton, tahun 2020 31,5 juta ton, dan tahun 2021 31,36 juta ton. Menurut BPS, cadangan padi pada akhir April 2022 sebanyak 10,2 juta ton dan Indonesia mencapai swasembada karena mampu memenuhi kebutuhan beras lebih dari 90%. Namun, sayangnya status swasembada pangan beras menjadi catatat capaian sesaat buat negeri ini, pasalnya negeri ini harus terus kembali berulang untuk mengimpor beras. Seolah swasembada hanya tinggal angan-angan.

Masalahnya, benarkah Indonesia perlu dan bisa swasembada beras? Layakkah kita disebut negara agraris? Istilah negara agraris memang problematik. Sangat ironis, memang sebagai negara agraris dan negara maritim yang berkelimpahan sumber daya alam, Indonesia menurut data BPS masih bergantung pada impor beras khusus dari India, Thailand, Vietnam, sebanyak 400.000 ton pada 2021 untuk restoran dan hotel. Mestinya, impor beras karena dalih kekurangan produksi dalam negeri tersebut, tidak dilakukan pemerintah.

Namun yang terjadi di negeri ini, Bulog selalu kekurangan kebutuhan beras ketika masa panen raya. Sehingga, impor pangan secara langsung berdampak pada pasokan dan harga yang terjaga hingga mempengaruhi rendahnya inflasi. Oleh sebab itu, pemerintah harus pro-petani dengan memberikan perhatian penuh untuk kesejahteraan para petani, dengan memperkenalkan teknologi pertanian yang lebih efisien, canggih dan terjangkau untuk pekerjaan rumah yang beras buat negeri ini untuk menghasilkan produk pertanian yang berkuantitas dan berkualitas tinggi guna mengawal keberlanjutan swasembada pangan di negeri ini. Detailnya, berikut inilah beberapa solusi untuk mempertahankan keberlanjutan swasembada pangan di nusantara ini.

Pertama, permasalahan-permasalahan yang terjadi di dunia pertanian harus diatasi setahap demi setahap dan secara berkesinambungan agar Indonesia menjadi negara yang bebas impor sesuai dengan sebutan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan budaya tani yang mengakar kuat di dalam hati rakyat.

Kedua, perlu terhadirkan sinergi antara Pemerintah, Rakyat dan Perguruan Tinggi. Permasalahan kondisi pertanian tidak ubahnya menunjukkan kekuatan atau kelemahan kondisi negeri Agraris Indonesia.

Ketiga, perbaikan pertanian nusantara. Mulai dari sistem distribusi yang kurang tepat, ketergantungan impor bahan pangan, usia produktif yang meninggalkan pertanian, konversi lahan pertanian menjadi pabrik-pabrik dan pemukiman, hingga memperhatikan perusahaan asing yang merajai rantai perniagaan. Hal tersebut sebagai bukti bahwa kondisi pertanian negeri ini sedang tidak dalam kondisi baik. Alhasil, semua pihak baik pemerintah dan petani perlu bersatu menguatkan sector pertanian nusantara.

Memperbaiki permasalahan yang kompleks di sektor pertanian memang tidaklah mudah, Semuanya membutuhkan sinergi antara pemerintah dan petani maka dari itulah perlu keseriusan dalam berusaha untuk menjadi lebih baik dan kegagalan dijadikan pelajaran dalam berusaha demi mewujudkan cita-cita setiap warga negara.

Harvested from: https://www.harianbhirawa.co.id/miris-negara-agraris-pengimpor-beras/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: