Siswa SD berangkat ke sekolah. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) akan melakukan uji coba Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) pada bulan ini.
Sudah ada sedikitnya 50 sekolah yang akan dijadikan sasaran uji coba pada tahap pertama.
Sedangkan pada tahap kedua yang diberlakukan pula tahun ini kemendikbud akan menyasar 500 sekolah.
Gagasan PPK itu bisa dianggap sebagai bentuk lain dari implementasi full day school yang pernah jadi perbincangan hangat saat dilontarkan Mendikbud Muhadjir Effendy.
Yakni, siswa lebih lama di sekolah dengan penambahan jam pelajaran untuk penguatan karakter anak. Bentuknya seperti tambahan pelajaran agama atau pengenalan budaya.
Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan tidak ingin lagi menggunakan istilah full day school. Tapi, dia lebih memilih menggunakan Pendidikan Penguatan Karakter (PPK).
Saat ini, konsep tersebut sudah pada tahap mengidentifikasi daerah dan sekolah calon-calon yang akan dijadikan pilot project.
Kemendikbud sudah memilih 50 sekolah pada tahap awal dan 500 sekolah pada tahap kedua yang direalisaskan pada tahun ini.
”Tapi tadi disarankan dari pak Iqbal (anggota DPD Iqbal Parewangi, red) minumum tiga persen. Itu mudah kami penuhi,” ujar Muhadjir usai pertemuan dengan Komite III DPD di Kompleks gedung Parlemen Senayan Jakarta, kemarin (3/10).
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu menyebutkan sudah ada banyak sekolah dan daerah yang antusias untuk menjadi pilot project PPK itu.
Bahkan, mereka sudah siap dengan dana sendiri. Jumlahnya pun diperkirakan mencapai 10 ribu sekolah yang telah menerapkan.
Kemendikbud hanya akan menyesuaikan kontennya sesuai dengan konsep yang telah dibuat.
Dia menyebutkan salah satu contohnya di Kabupaten Siak, Riau yang seluruh sekolahnya sudah mengimplementasikan PPK.
Siswa pulang dari sekolah sekitar pukul 15.30. Pelajaran reguler sebenarnya selesai sampai pukul 13.00 setelah itu yang menjadi guru adalah para ustad.
”Diajar pelajaran-pelajaran agama sampai pukul 15.30. Dari segi pola sudah ada tinggal ditambahi dengan aktivitas lain untuk penguatan pendidikan karakter,” ungkap Muhadjir.
Pada saat paparan di hadapan anggota komite III DPD, Muhadjir dicecar banyak pertanyaan.
Seluruh anggota DPD yang hadir mengeluarkan unek-uneknya dan persoalan yang ditemukan di daerah pemilihan masing-masing. Masalah pokoknya adalah terkait sarana dan prasarana, kebutuhan guru, dan pendanaan.
Anggota DPD asal Papua Barat Mervin Sadipun Komber menuturkan bahwa pemerintah harus melihat kondisi daerah-daerah tertinggal dan kepulauan. Seringkali siswa harus berangkat pukul 05.00 dari rumahnya dan baru bisa kembali pukul 17.00 karena jauhnya jarak.
”Sekalian saja dibuat full week school. Sepanjang pekan di sekolah. Tentu harus disiapkan tempat di sekolah,” ujar dia.
Selain itu, dia juga menuturkan bahwa kebutuhan guru yang masih kurang. Bahkan, para tentara yang sekaligus menjadi pengajar sudah jadi yang lumrah di Papua Barat. (jun/sam/jpnn)