Insecure dalam pandangan Milenial

Author : Humas | Thursday, January 12, 2023 08:04 WIB | Jurnal Post -

Insecure dalam pandangan Milenial

Oleh : RAYHAN MAULANA HIDAYATULLAH
TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

PENDAHULUAN

Akhir-akhir permasalahan kesehatan mental menjadi perhatian khusus dalam lingkungan masyarakat. Baik dari generasi Z atau dari generasi millenial, kesehatan mental memang sering mencuri perhatian umum. Pada awalnya, masalah mengenai kesehatan mental ini hanya masuk dalam kategori individu yang memiliki gangguan pada kejiwaannya. Namun semakin berjalannya waktu, masalah kesehatan tidak hanya dilihat dari itu saja, namun juga dari bagaimana individu itu dapat mengeksplor dirinya sendiri dan dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar (Fakhriyani, 2019). Di Indonesia sendiri, masalah mengenai kesehatan mental ini masih sering dipandang sebelah mata oleh khalayak umum. Banyak yang menganggap individu yang mengalami masalah kesehatan mental ini dianggap aneh, tidak sedikit dari mereka yang kemudian diasingkan atau dibedakan. Hal seperti inilah yang kemudian semakin memperburuk kondisi dari individu itu. Salah satu penyebab masalah kesehatan mental yang sering terjadi adalah masalah ketidakpercayaan diri atau kurangnya rasa tidak puas dan keyakinan atas diri sendiri, atau yang sering dikenal dengan nama insecure. Insecure adalah keadaan dimana ketika individu merasa takut karena dipicu oleh rasa tidak puas dan rasa tidak yakin mengenai kualitas diri sendiri (Mu’awwanah, 2017).

Rasa insecure ini bisa timbul dari faktor lingkungan internal ataupun eksternal, namun banyak terjadi pada lingkungan internal terlebih dalam lingkungan keluarga. Contohnya saja, dalam lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi wadah bagi anak dalam mengembangkan minat dan bakatnya ataupun tempat anak dalam mendapatkan kenyamanan dalam perlindungan, justru menjadi penyebab terbesar anak mengalami masalah pada kesehatan mental mereka. Saat seorang anak menceritakan masalah ketidakpercayaan diri mereka, terkadang bukan dukungan yang mereka terima, namun kritik balik yang menyudutkan ataupun menyalahkan anak. Dengan mengatakan bahwa masalah anak kecil tidak sebesar masalah orang dewasa, kemudian orang tua mulai menutup mata dan telinga tentang itu. Anak yang kemudian kehilangan tempatnya untuk mengadu, akhirnya memilih untuk menyimpan masalah itu sendiri. Namun anak yang mampu akan berjuang dan meminta bantuan kepada psikiater karena anak sudah merasa kehilangan tempatnya untuk bercerita dalam lingkup keluarga. Tidak jarang kebanyakan dari mereka akan lari kedalam hal-hal negatif seperti melakukan berbagai cara untuk melukai diri sendiri. Tidak hanya itu, beberapa dari mereka akan melakukan tindakan cyber bullying terhadap objek ketidakpercayaan mereka. Hal inilah yang mereka salurkan pada media sosial demi mendapatkan pengakuan dari orang lain.

ISI

Pada kebanyakan remaja, rasa insecure ini sering terjadi apabila mereka menemui individu lain yang memiliki fisik yang lebih sempurna dari diri mereka dan setelahnya mereka akan mulai menilai diri mereka sendiri, yang mendorong terjadinya gangguan kesehatan mental pada diri mereka sendiri. Remaja merupakan masa peralihan dimana perkembangan berpikir antara masa anak – anak menuju masa dewasa sedang mengalami transformasi. Masa remaja dimulai ketika usia 11 / 12 tahun hingga usia 20 tahun. Aspek fisik, kognitif, dan psikologi harus diperhatikan dengan baik pada saat usia remaja dikarenakan aspek tersebut mudah terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal yang dapat berdampak pada perkembangannya.

Faktor eksternal tersebut dapat berupa lingkungan, pertemanan, bahkan keluarga. Atas hal seperti inilah yang menyebabkan banyak dilakukan kampanye mengenai “self love” agar membantu para remaja untuk semakin mencintai diri mereka sendiri. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencintai diri sendiri adalah dengan melihat bagaimana kualitas diri mereka tanpa perlu melakukan perbandingan. Pada dasarnya setiap individu terlahir dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, apabila kita tidak bisa melihat kemampuan pada diri kita sendiri, maka hal itu dapat membuat kita kurang merasa puas dengan kualitas diri.

Melihat kualitas diri sendiri akan terasa lebih susah apabila kita masih sering membandingkan diri kita dengan orang lain. Hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah, berhenti self blaming pada diri sendiri, ketika kita menghadapi kegagalan dalam mencapai sesuatu, berhenti menganggap bahwa itu adalah kesalahan kita yang tidak maksimal. Hal ini ada kaitannya dengan kapasitas diri, ketika kita sudah mencoba melakukan sesuatu, coba pikirkan apakah hal itu sudah sesuai dengan kapasitas dan kemampuan diri kita sendiri atau kita hanya melakukan itu demi memuaskan rasa tidak senang kita ketika ada seseorang yang lebih dari kita.

PENUTUP

Perasaan seperti itulah yang kemudian mendorong rasa kurangnya keyakinan diri atau insecure pada individu. Mereka terkadang terlalu fokus untuk memuaskan rasa keyakinan diri mereka menggunakan standarisasi orang lain, hingga lupa atas kesadaran atas kapasitasnya sendiri. Setelah puas melakukan self blaming atau menyalahkan diri sendiri, tidak sedikit dari remaja yang kemudian justru menyerang orang lain atas keberhasilan mereka.

Pada tahap inilah seharusnya keluarga bisa menjadi tempat bagi remaja untuk mengeluarkan keluh kesah mereka atas masalah yang terjadi. Apabila perasaan ingin menyalahkan diri sendiri itumuncul, diharapkan individu mau mencoba meminta maaf pada dirinya sendiri. Hal ini dilakukan agar individu paham bahwa setiap kegagalan bukan berarti kesalahan mereka. Namun perasaan insecure ini tidak akan berhasil hilang apabila orang disekitarnya tidak juga ikut menyesuaikan keadaan. Kebanyakan dari rasa insecure ini tumbuh atas perbandingan oleh masyarakat maupun oleh keluarga sendiri, yang kemudian akan mendorong remaja untuk semakin kehilangan kepercayaan atas dirinya sendiri. Maka dari itu, kampanye “self love” bukan hanya ditujukan pada remaja itu saja, namun juga kepada orang-orang disekitar agar lebih menaruh perhatian pada masalah ini.

Harvested from: https://jurnalpost.com/insecure-dalam-pandangan-milenial/42540/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: