Moderasi Beragama Sebagai Nilai-Nilai Pancasila

Author : Humas | Monday, November 28, 2022 21:34 WIB | Jurnal Post -

Oleh: Andre badriani
Prodi, Fakultas Universitas: Manajemen Pendidikan, FITK
Email: murokabbae@gmail.com
Alamat universitas: Jl. Raya Bojongsari No.55, Bojongsari Baru, Kec. Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat 16516

Abstract

Indonesia is a multicultural country. This diversity includes differences in culture, religion, race, language, ethnicity, tradition and others. In such a multicultural society, tensions and conflicts often occur between cultural groups and have an impact on harmony in life. The purpose of this paper is to discuss about .Indonesia’s cultural diversity, religious moderation in diversity and the role of religious educators in Indonesia in realizing Indonesia’s national peace. The method used is library research. The conclusion of this research is that multicultural life requires multicultural understanding and awareness that respects diversity, and a willingness to interact fairly with anyone. Religious moderation is needed in the form of acknowledging the existence of other parties, being tolerant, respecting differences of opinion and not imposing their will through violence. The role of the government, community leaders, and religious guidance is to socialize and develop religious moderation in society for the sake of harmony and peace.

Abstrak

Indonesia adalah negara multikultural. Keberagaman ini meliputi perbedaan budaya, agama, ras, bahasa, etnis, tradisi dan lain-lain. Dalam masyarakat multikultural seperti itu, ketegangan dan konflik sering terjadi antar kelompok budaya dan berdampak pada keharmonisan dalam kehidupan. Tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas tentang . Keberagaman budaya Indonesia, moderasi beragama dalam keberagaman dan peran pendidik agama di Indonesia mewujudkan perdamaian nasional Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kehidupan multikultural memerlukan pemahaman dan kesadaran multikultural yang menghargai keragaman, dan kemauan untuk berinteraksi dengan siapa pun secara adil. Moderasi beragama dibutuhkan dalam bentuk pengakuan terhadap keberadaan pihak lain, bersikap toleran, menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendaknya melalui kekerasan. Peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan tuntunan agama mensosialisasikan, mengembangkan moderasi beragama kepada masyarakat demi terwujudnya harmoni dan kedamaian.
 
Kata Kunci : Moderasi Beragama, Nilai, dan Pancasila

Pendahuluan

Hubungan Islam dan Pancasila dalam konteks multikultural ingin moderasi masih sering menjadi kesepakatan Indonesia. Demikian halnya dengan pernyataan tentang musuh-musuh Pancasila yang menjadi subjeknya yang masih terdengar (Dewanti, 2020). Pada prinsipnya, tidak ada pertarungan antara Islam dan Pancasila, namun ketidakharmonisan sering ditemukan dalam praktik budaya Indonesia yang mengusung nilai-nilai multikultural demi moderasi di negara ini. Menanamkan nilai-nilai multikultural belum selesai dalam praktek sampai pola hidup terbentuk saling mengakui keberadaan dan saling menghormati (Tarmizi, 2020). Moderasi masih perlu digulirkan di kalangan keagamaan agar melekat pada karakter sosial keagamaan yang khas Indonesia (Kuncoro, 2019).

Sejumlah penelitian telah ditemukan tentang hubungan antara Islam dan Pancasila. Aminullah (2020), Agama dan Politik: Kajian Pemikiran Soekarno tentang Hubungan Agama dan Negara, Jurnal Sosiologi Agama 2020. Penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi kondisi dasar yang terkait dengan agama dan negara. Belajar membahas era reformasi yang responnya berbeda antar kelompok – kelompok nasionalis Islam dan kelompok nasionalis sekuler. kelompok nasionalis Islam meminta negara berdasarkan agama. Sedangkan kelompok fungsionalis sekuler percaya bahwa dalam rumusan dasar negara, agama harus dipisahkan dari negara. Pendapat pertama (nasionalis Islam) didasarkan
bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, demikian pula sebaliknya  kelompok kedua berpendapat bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk terdiri dari berbagai golongan dengan menginginkan Pancasila sebagai dasarnya Negara.

Dewanti (2020), Kontroversi Agama Musuh Pancasila, Arsip Publikasi Ilmiah, Biro Administrasi Akademik, Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini membahas tentang isu Agama musuh Pancasila akibat pernyataan kontroversial Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi. Sontak, pernyataannya itu menuai berbagai kecaman dari berbagai pihak. Padahal, jelas kajian agama dalam Pancasila, tertuang dalam sila ke-1 Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara substansi, agama itu positif bagi Pancasila. Padahal di dalam Pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan hal itu diakui dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal, hal tersebut tertuang dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 yaitu gagasan pokok ke-4.

Rumusan ini menunjukkan bahwa negara Indonesia berlandaskan Pancasila, bukan negara sekuler yang memisahkan negara dan agama. Demikian pula teokrasi adalah pandangan yang menganggap atau menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara negara dan agama, dengan kata lain antara negara dan agama, pandangan ini diyakini sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Agama dan Pancasila berjalan beriringan, tidak pernah ada konflik di antara keduanya. Agama adalah pedoman hidup bagi pemeluknya, dan Pancasila adalah pedoman hidup bagi bangsa Indonesia yang juga beragama. Dapat kita simpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila bersumber dari nilai-nilai agama. Dan sebaliknya.

Maka memahami pernyataan Kepala BPIP yang kontroversial tentang agama dan Pancasila, setidaknya kita sebagai warga negara bisa dewasa, arif dan bijak dalam berpersepsi. Artinya, tidak ada yang salah dengan persepsi positif kita. Bukan sebaliknya, karena saat ini ramai, justru dipersepsi negatif. Jadi, jangan menilai bahwa agama dan pancasila itu tidak baik, tapi manusialah yang harus dikoreksi. Agama tidak pernah memusuhi Pancasila, begitu pula sebaliknya. Orang yang beragama baik pun akan mendukung Pancasila sebagai ideologi Indonesia. Pernyataan bahwa agama adalah musuh Pancasila harus segera diluruskan atau diklarifikasi maksud sebenarnya agar tidak menimbulkan kegaduhan (Dewanti, 2020).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur deskriptif. Penelitian ini menunjukan bahwa pemisahan agama dan negara dalam pandangan Sukarno setidaknya ada tiga poin utama. Selain itu, pemikiran Sukarno juga terinspirasi oleh Kemal Attatur dari Turki dan Ali Abdurraziq dan para reformis lainnya. Pemisahan agama dan negara dilakukan demi persatuan nasional, mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk. Pemisahan agama dan negara yang dipermasalahkan tidak akan mengesampingkan ajaran Islam, dan pembangunan nasionalisme yang dimaksud bukanlah chauvinisme, tetapi nasionalisme yang membuat orang Indonesia menjadi hamba Tuhan yang hidup dalam semangat dan jiwa agama (Aminullah, 2020).

Hasil dan Pembahasan

Moderasi Beragama Islam Wasathiyyah
Islam Moderat atau yang disebut juga Islam Wasathiyyah, berasal dari dua kata, yaitu Islam dan “wasathiyyah”. Islam sebagaimana dikenal adalah agama yang penuh berkah, dan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di dunia saat ini.
Kata moderasi dalam bahasa Arab berarti “alwasathiyyah”. Secara bahasa “al-wasathiyyah” berasal dari kata “wasath” (Faiqah & Pransiska, 2018; Rozi, 2019). Al-Asfahaniy mendefinisikan “wasathan” dengan “sawa’un” yang berada di tengah-tengah antara dua batas, atau dengan kewajaran, sedang atau standar atau biasa-biasa saja.

Wasathan juga berarti menjaga dari kompromi atau bahkan keluar dari garis kebenaran agama (Al-Asfahani, 2009, hlm. 869).
Kata “al-wasathiyyah” berakar pada kata “alwasth” (dengan huruf sin menjadi sukun) dan “al-wasth” (dengan huruf sin menjadi fathah menjadi) yang keduanya merupakan mashdar (infinitif) dari kata kerja (kata kerja) “wasatha” . Selain itu, kata wasathiyyah juga sering disamakan dengan kata “al-iqtishad” dengan pola subjek “almuqtashid”. Namun, secara aplikatif kata “wasathiyyah” lebih populer digunakan untuk menunjukkan paradigma berpikir yang utuh, khususnya yang berkaitan dengan sikap keagamaan dalam Islam (Zamimah, 2018).

Sedangkan dalam bahasa Arab, kata moderasi biasanya diistilahkan dengan “wasath” atau “wasathiyyah”; orang tersebut disebut “wasith”. Kata “wasit” sendiri telah diserap ke dalam bahasa Indonesia yang memiliki tiga arti, yaitu 1) perantara, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan sebagainya), 2) mediator (pemisah, pendamai) antara pihak yang bersengketa, dan 3) pemimpin dalam persaingan. Yang jelas menurut ahli bahasa arab adalah “segala sesuatu yang baik menurut objeknya” (Almu’tasim, 2019). Dalam pepatah Arab, yang terbaik adalah di tengah. Misalnya filantropi antara kikir dan boros, berani antara pengecut dan nekat, dan sebagainya (Religion, 2012, hlm. 5).

Pada tataran praktis, moderat atau jalan tengah dalam Islam dapat diklasifikasikan ke dalam empat bidang pembahasan, yaitu: 1) moderat dalam masalah akidah; 2) moderat dalam hal ibadah; 3) moderat dalam temperamen dan perilaku; dan 4) moderat dalam isu tasyri’ (pembentukan syariah) (Yasid, 2010)

Pancasila sebagai Landasan Moderasi Beragama di Indonesia

Agama tidak diragukan lagi merupakan faktor yang sangat penting dan memberikan pengaruh yang kuat dalam kehidupan sehari-hari manusia. Ruang lingkup agama tidak hanya kehidupan manusia di dunia ini, tetapi juga sebagai pedoman untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian atau akhirat. Banyak unsur kehidupan yang tidak diajarkan dalam ilmu sosial dan tidak dapat dipahami oleh logika manusia yang diajarkan oleh agama, seperti hubungan antara ruhani dan jasmani serta penciptaan alam semesta.

Agama dijadikan sebagai alat manusia untuk menentukan bagaimana berperilaku dalam kehidupan sehari-hari untuk selalu beribadah kepada Tuhan dan memberikan dampak positif bagi diri sendiri dan orang lain. Adanya perbedaan latar belakang kejadian masa lalu dimana banyak orang mulai mempercayai agama ini sehingga menyebabkan masing-masing agama memiliki kepercayaan, ajaran, dan budaya yang berbeda sesuai dengan kepercayaan terhadap Tuhannya masing-masing sehingga tidak ada gunanya jika masyarakat memaksakan semua agama untuk percaya pada sesuatu. yang sama. Namun demikian, setiap agama memiliki ajaran yang sama yaitu mengajarkan manusia khususnya pemeluknya untuk selalu berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar karena hal tersebut akan menjadi bekal kehidupan di akhirat.

Sama seperti agama, Pancasila merupakan ideologi yang berisi pedoman nilai-nilai kebaikan yang harus dipraktikkan oleh setiap individu di Indonesia untuk mencapai kehidupan yang aman dan damai seperti yang diinginkan. Pendirian Pancasila tidak mengabaikan unsur-unsur agama yang berpengaruh penting bagi kehidupan manusia, melainkan menempatkan unsur-unsur tersebut sebagai sila pertama atau nilai-nilai pertama yang disebutkan sebelum nilai-nilai lainnya. Hal ini menandakan bahwa setiap individu harus memiliki keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan dan tetap menjalankan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dianjurkan dalam ajaran agama masing-masing, seperti cara berpakaian dan tata cara ibadah. Pemerintah negara Indonesia telah meresmikan enam agama yang diakui secara nasional, artinya keenam agama tersebut telah dipastikan ajarannya baik atau tidak menyimpang dari jalan yang benar dan berdampak baik bagi negara.

Seperti halnya agama, Pancasila memiliki unsur kehidupan yang disebutkan setelah unsur agama pada sila pertama untuk menjaga hubungan baik antar manusia yang tergambar dari nilai kemanusiaan pada sila kedua, nilai persatuan pada sila ketiga, nilai musyawarah untuk pengambilan keputusan dalam sila keempat, dan nilai keadilan. dalam sila kelima. Pancasila dijadikan dasar dari semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dimana setiap peraturan yang ada tidak boleh menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila. Pancasila juga ditetapkan sebagai ideologi negara agar masyarakat dapat memadukan kelima nilai tersebut menjadi suatu karakter tersendiri dalam diri mereka sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata di tengah banyaknya perbedaan di lingkungan sekitarnya.

Moderasi Beragama Sesuai dengan Prinsip Pancasila

Salah satu nilai yang terkandung dalam moderasi beragama adalah toleransi. Moderasi berarti tidak berpihak pada pihak manapun, bersikap adil, dan tidak membenci kelompok lain. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Dalam artian, antara pancasila dan moderasi beragama adalah kompatibel karena keduanya menumbuhkan rasa toleransi yang besar. Sesuai dengan ajaran agama, setiap masyarakat harus hidup rukun dan tidak kecewa dengan orang yang memiliki kepercayaan lain. Inilah toleransi karena meskipun berbeda keyakinan, mereka tetap bisa hidup berdampingan, dan saling memahami.

Toleransi adalah inti dari perdamaian dan orang yang memahami Pancasila harus mencederainya. Setiap warga negara yang beragama taat dan menjalankan moderasi beragama, akan berada di tengah-tengah hukum. Ia akan tetap taat beragama tanpa menghina orang yang beragama lain, karena ia percaya bahwa membina hubungan dengan sesama manusia juga bermanfaat.

Jika seseorang memahami moderasi beragama, ia tidak dapat memilih teman atau sahabat yang berasal dari berbagai latar belakang dan memiliki keyakinan yang berbeda. Perbedaan tidak menjadi masalah karena beliau menjunjung tinggi toleransi. Dia percaya bahwa mereka yang tidak seiman dengannya adalah saudara dalam kemanusiaan.

Toleransi sangat penting karena ada 6 kepercayaan yang diakui oleh pemerintah dan jika tidak ada toleransi maka dapat memicu perang dalam masyarakat. Namun, ketika seluruh warga negara Indonesia memahami bagaimana bergaul dan saling menghormati, apapun keyakinannya, maka akan tercipta perdamaian di Indonesia. Dengan toleransi, hidup akan lebih indah dan orang akan bersatu satu sama lain.

Warga negara Indonesia yang menerapkan Pancasila dan memahami moderasi beragama tidak hanya bergaul dengan orang yang seiman, dan tidak menghina orang yang berbeda keyakinan. Ia mengerti bahwa perbedaan itu indah. Jika ada perbedaan maka tidak akan dibesar-besarkan.

Semangat Pancasila ada dalam moderasi beragama karena dari sila pertama tertulis: Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap warga negara Indonesia yang beragama dan menjalankan ibadahnya dengan khidmat akan bersikap toleran. Alasannya karena mereka juga menghormati orang yang berbeda keyakinan, dan melihat contoh Nabi juga menghormati orang yang tidak beriman.

Kesimpulan

Islam tidak menganggap semua agama itu sama tapi memperlakukan semua agama itu sama, dan ini sesuai dengan konsep-konsep dari Islam wasattiyah itu sendiri yaitu konsep egaliter atau tidak mendiskriminasi agama yang lain. Dan adapun caracara moderat yang dimaksudkan itu adalah Konsep yang pertama yaitu konsep tasamuh (toleransi), sesuai dengan ciri-ciri moderasi Islam di atas dapat dipastikan jika antar umat beragama di Indonesia sudah hidup berdampingan dan saling toleransi, akan menjaga kestabilitasan antar umat beragama dan menjaga kerukunan antar umat beragama

Daftar Pustaka

Buku dan Jurnal Imiah :

Agama, D. (2012). Moderasi Islam. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an

Arifinsyah, A., Andy, S., & Damanik, A. (2020). Urgensi Moderasi Agama dalam Mencegah Radikalisme di Indonesia. Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 91-108.

Darlis. (2017). Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat Multikultural. Rausyan Fikr, Vol.13 No. 2 Desember, 225-255

Dawing, D. (2017). MENGUSUNG MODERASI ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL. Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat, 13(2), 225–255

Mas’ud, A. (2018). Strategi Moderasi Antarumat Beragama. jakarta: Kompas. Nugraha. (2008). Wawasan Multikultural. Bandung: BDK Bandung

Rozi, S. (2019). Pendidikan Moderasi Islam KH. Asep Saifuddin Chalim; Mencegah Radikalisme Agama dan Mewujudkan Masyarakat Madani Indonesia. TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 8(1), 26–43.

Harvested from: https://jurnalpost.com/moderasi-beragama-sebagai-nilai-nilai-pancasila/39575/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: