Para pemateri bedah buku Connected Leadership di panggung Muktamar Fair De Tjolomadoe. (Humas UMM/KLIKMU.CO)
Surakarta, KLIKMU.CO – Seorang pemimpin yang baik tak hanya mampu membawa perubahan dan menjadi eksekutor, tetapi juga dapat terhubung dengan para anggotanya. Salah satu caranya adalah mendengarkan isi hati para anggota serta membaur.
Begitulah kata pembuka dari Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Dr Mukhaer Pakkanna SE MM dalam acara bedah buku Connected Leadership. Bedah buku karya Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Nazaruddin Malik SE MSi ini diselenggarakan pada Sabtu (19/11) di Muktamar Fair De Tjolomadoe.
Lebih lanjut, Mukhaer mengatakan bahwa ada beberapa ciri pemimpin yang baik menurut buku Connected Leadership. Di antaranya sanggup mendengarkan anggota dan tidak langsung mendoktrin, mempelajari permasalahan, serta memberikan solusi yang tepat.
Hal-hal yang dituliskan dalam buku tersebut juga sesuai dengan bagaimana Rasulullah memimpin seperti penerapan sifat sidik, amanah, tabligh, fatonah, dan juga istiqamah.
“Jadi meskipun buku ini mengambil konsep Barat, namun masih bisa diterapkan di negara timur seperti Indonesia. Buku ini juga menjelaskan kepemimpinan yang ideal adalah kepemimpinan yang berjejaring, guyup rukun, serta mengutamakan kebersamaan. Menurut saya, buku berhalaman 134 lembar ini mampu menyajikan bagaimana seharusnya seorang pemimpin bertindak. Kalimat yang digunakan sangat komunikatif dan mudah dicerna,” kata Mukhaer.
Senada dengan Mukhaer, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dyah Pikanthi Diwanti SE MM mengatakan bahwa dalam kepemimpinan yang tekoneksi, ada beragam jaringan yang terhubung. Masing-masing jaringan juga memiliki ciri khas yang berbeda.
Hal itu sesuai dengan kemauan dan kemampuan masing-masing anggota. Menurutnya, buku ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta cara memanajemen SDM tersebut.
“Pada awal-awal halaman, buku ini menjelaskan tentang beragam fakta yang ada di masyarakat. Penyampaian fakta tersebut juga diiringi dengan penyampaian berbagai mitos tentang kepemimpinan. Uniknya puncak pada buku ini tidak terdapat pada akhir bab namun pada bab sembilan, di mana pada bab ini membahas tentang bagaimana sebuah kepemimpinan dapat membawa perubahan,” ujar dosen Program Studi Ekonomi Syariah itu.
Terkait kesannya terhadap buku ini, Dyah menjelaskan bahwa cara penyampaian buku ini sangat sederhana. Meski poin-poinnya disampaikan dengan tegas, namun tetap relevan dengan perkembangan zaman. Menurut Dyah, dalam buku tersebut Nazaruddin ingin menyampaikan tentang bagaimana seharusnya pengembangan kepemimpinan.
“Dalam kepemimpnan yang terkoneksi, akan muncul gagasan-gagasan baru dari para anggota. Cara ini juga mampu menumbuhkan kepercayaan dan juga kinerja anggota. Jadi, hubungan pimpinan dan anggota tidak terbatas dalam hubungan formal saja, tetapi juga membangun komunikasi dan kolaborasi. Harapannya, buku ini tidak berhenti sampai sini saja tetapi terus berlanjut sampai edisi-edisi selanjutnya,” ungkap pembina ruang imajinasi sastra UMY itu. (Wildan/AS)