Larangan Memberi Uang Pengemis Sudah Tepat? Dosen UMM Beri Jawabannya

Author : Humas | Saturday, July 08, 2023 19:47 WIB | kompas.com -

Ilustrasi pengemis yang meminta belas kasihan orang lain.Ilustrasi pengemis yang meminta belas kasihan orang lain.(Reuters/The Independent)

Penulis Sandra Desi Caesaria

Editor Albertus Adit

KOMPAS.com - Tak semua pengemis, gelandang, gepeng, itu benar-benar miskin. Seringkali banyak pengemis yang ditangkap justru memiliki uang ratusan juta bahkan punya rumah, mobil, dan kendaraan mentereng.

Tetapi meski faktanya begitu, tidak sedikit pula masyarakat masih memberi uang kepada mereka karena kasihan.

Memang tidak semua pengemis benar-benar kaya. Tetapi, memberi pengemis seringkali dianggap membuat mereka tak ingin bekerja keras dan hanya berharap dari meminta-minta.

Ada usulan, untuk membuat aturan yang melarang memberi uang kepada pengemis. Meski hal ini masih pro kontra, namun tetap memberi uang kepada pengemis apakah akan ada efek jangka panjang bagi struktur sosial yang nantinya terbentuk di masyarakat?

Berkaitan dengan hal ini, dosen Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial (Kesos) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dra. Juli Astutik memberikan penjelasannya.

Menurutnya, pengemis adalah salah satu penyakit sosial dalam struktur masyarakat. Keberadaannya dapat mengganggu ketertiban dan berpotensi menimbulkan tindak kriminalitas.

“Dalam perspektif ahli pekerjaan sosial, pengemis merupakan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang akut dan berakar dari persoalan kemiskinan, yaitu Kemiskinan kultural. Di mana kemiskinan ini disebabkan karena mentalitas atau budaya,” jelasnya, dilansir dari laman UMM.

Lebih lanjut, Juli, sapaan akrabnya menguraikan bahwa di samping kurangnya akses pendidikan wajib, penyebab kemiskinan ini salah satunya bersumber dari mentalitas dan sikap hidup.

Seperti misalnya malas bekerja, boros, dan suka meminta. Oleh karena itu, pengemis mengalami ketidakberfungsian sosial (social disfunction).

Di lain sisi, jika dilihat peraturan pemerintah maupun daerah yang mengatur terkait pengemis ini, masih banyak celah yang seharusnya digali lebih dalam.

Termasuk mengenai tingkat efektivitas peraturanya agar dapat menyelesaikan akar permasalahan.

Contohnya saja, walaupun banyak kota sudah menerapkan larangan memberi uang kepada pengemis, tetapi pelaksanannya masih kurang maksimal.

Apakah larangan memberi uang kepada pengemis sudah tepat? Walaupun tepat, ternyata masih banyak orang yang memberi uang kepada pengemis.

“Memberi pengemis sebenarnya sama saja dengan kita membiarkan mereka (para pengemis.red) terjerumus dan terlena dalam kemalasan dan kemiskinan terus menerus tanpa adanya keinginan untuk menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif,” tegas Yuli.

Juli menambahkan, jika dilihat dalam perspektif agama, memberi orang yang tidak mampu merupakan salah satu ibadah yang dinamakan sedekah.

Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bersama oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari pemerintah hingga masyarakat untuk fokus memutus akar dari permasalahan. Yakni ketergantungan serta mentalitas pengemis untuk selalu meminta-minta dan tidak mengusahakan mata pencaharian yang lain.

“Pemerintah secara khusus harus mengkaji kembali peraturan yang berfokus pada pengemis itu sendiri. Bukan malah memberikan sanksi denda materiil kepada pemberi uang. Pemerintah juga harus membuat sistem pemberdayaan pengemis dengan menyediakan wadah yang luas, untuk pengembangan skill dan keahlian yang bisa menghasilkan,” kata Juli mengakhiri.

Harvested from: kompas.com/edu/read/2023/07/08/194700971/larangan-memberi-uang-pengemis-sudah-tepat-dosen-umm-beri-jawabannya?page=all
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: