Ilustrasi pinjaman online (pinjol).
KOMPAS.com - Masyarakat banyak yang terjerat utang pinjaman online (pinjol) belakangan ini, baik dari generasi muda sampai orangtua.
Menurut Dosen D3 Perbankan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Aep Saepuddin menyampaikan, ada banyak alasan yang mendorong masyarakat untuk menjajal pinjol, seperti kebutuhan mendadak dan kecanduan, bahkan pengaruh hedonisme.
Aep mengatakan, dalam sudut pandang ekonomi, pinjam meminjam menjadi sah jika memenuhi syarat yang sudah di tentukan.
Saat seseorang mengajukan pinjaman ke bank, di tahap awal biasanya bank akan melakukan analisis 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition) ke nasabahnya.
Jika dirasa nasabah tidak memenuhi kriteria ini, maka bank berhak menolak ajuan pinjaman tersebut.
Beda halnya dengan pinjaman online, sistem yang digunakan tidak melalui analisis panjang 5C, sehingga tidak perlu memakan waktu yang lama.
Uang yang dipinjamkan pun segera cair dan masuk ke rekening peminjam. Inilah alasan mengapa banyak masyarakat, khususnya anak muda menyukai pinjaman online.
"Kebanyakan kasus pinjol hari ini dilakukan oleh anak muda, alasannya beragam tapi intinya mereka tidak bisa mengontrol keuangan," ungkap dia dikutip dari laman UMM, Kamis (16/11/2023).
Menurutnya, banyak anak muda hari ini tidak bisa menyesuaikan antara pemasukan dan pengeluaran keuangan.
Padahal pola pikir keuangan sangat penting bagi kehidupan. Besar kecilnya penghasilan yang didapatkan sebetulnya hanya nominal, selebihnya merekalah yang wajib mengatur uang tersebut.
Lanjut Aep menyampaikan, seseorang bisa saja berada dalam kondisi terdesak dan mau tidak mau harus mengambil bantuan pinjaman.
Pada keadaaan seperti ini, mereka harus waspada dan berhati-hati. Memastikan lembaga atau aplikasi sudah dijamin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berkomitmen melunasi utang.
"Jangan sampai kita meminjam uang untuk hal yang bersifat hedonisme saja, apalagi pinjamnya kepada lembaga tidak bersertifikasi OJK, karena dampak yang akan terasa sangatlah berbahaya," jelas dia.
"Di beberapa kasus bahkan ada peminjam yang stres dan mengakhiri hidup karena diteror oleh rentenir ilegal yang menagih utang secara kasar, tambah Aep ujarnya.
Dia berpesan agar masyarakat yang mengambil pinjaman online untuk tetap waspada. Meminjam bolah saja, asal tahu dan paham konsekuensi yang harus ditanggung.
Begitu juga tanggung jawab untuk melunasi utangnya dengan tepat waktu.
"Di tengah modernisasi seperti saat ini, pinjaman online itu memang bisa menjadi alternatif asalkan kita tau aplikasi yang kita gunakan sudah dilindung OJK. Penggunaan uang tersebut juga harus dipastikan untuk kebutuhan yang penting dan mendesak," pungkas Aep.