Nashihatud Diniyah Jahro Membangun Sekolah Murah untuk Kaum Lemah

Author : Humas | Saturday, March 18, 2023 08:26 WIB | kompas.com -

Nashihatud Diniyah Jahro

Nashihatud Diniyah Jahro

Nashihatud Diniyah Jahro (39) tak rela ada anak-anak tidak sekolah karena itu sama dengan membiarkan masa depan mereka suram. Untuk itu, dia merelakan sebagian rumahnya untuk ruang belajar bagi anak tetangga sebelum membangun kelas baru di samping rumahnya.

Belasan anak usia sekolah dasar duduk penuh konsentrasi menyimak Nashihatud Diniyah Jahro membacakan huruf-huruf Arab yang sudah ditransliterasi ke huruf Latin. Satu per satu anak itu lalu menirukan bunyi huruf yang dibaca Iin, sapaan Nashihatud Diniyah Jahro. Kegiatan di dalam ruang kelas bercat kuning dan beralas karpet itu dilanjutkan dengan menggambar.

Begitu cuplikan kegiatan belajar mengajar di Yayasan Anak Indonesia Belajar di Bojong, Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat. Di sekolah ini, Iin mengabdikan ilmu dan hidupnya untuk mencerdaskan anak-anak tetangga. Total siswanya 45 anak, yang kini sebagian sudah lulus dan melanjutkan studi ke SMP.

Cerita itu bermula ketika pada akhir 2014 Nashihatud Diniyah Jahro (39) pindah dari Jakarta ke perkampungan di Kota Depok. Dia kerap melihat anak-anak bermain ketika anak lain seusia mereka sekolah. Rupanya mereka adalah anak-anak tetangga Iin yang tidak sekolah karena keterbatasan biaya. Ayah mereka rata-rata bekerja sebagai kuli bangunan, sementara ibunya sebagai pembantu rumah tangga. Iin yang dibesarkan di lingkungan pendidik tergerak membantu mereka memperoleh pendidikan layak.

Tekad itulah yang mendorong Iin mendirikan sekolah dan yayasan tadi. Dia memanfaatkan teras rumah sebagai ruang belajar gratis. Bahkan murid-muridnya itu dia kasih uang jajan sebagai stimulus agar makin rajin belajar. ”Awal banget ada lima anak. Umur mereka tiga sampai enam tahun,” ujar Iin, Senin (13/3/2023).

Jumlah muridnya terus bertambah hingga belasan. Sebulan dua bulan memang berjalan lancar, tapi di bulan ketiga justru sebaliknya. Murid-murid yang belajar semakin tidak jelas. Hari ini yang masuk si A, besok ganti si B dan seterusnya. ”Belajar secara gratis, ternyata membuat mereka belajar sesuka hati, komitmen mereka untuk belajar juga rendah,” ujar perempuan kelahiran Kupang ini.

Kondisi itu membuat Iin kesulitan untuk memberikan pelajaran secara berkesinambungan. Tapi semangat Iin masih terang menyala untuk mencerdaskan para tetangga. Maka, dia kumpulkan para orangtua murid untuk membantu sekaligus meminta komitmen mereka dalam mendidik anak. Setelah musyawarah itu, mereka sepakat membayar infak Rp 25.000 per bulan sebagai ikatan komitmen. Jumlah itu jauh sekali dari kebutuhan operasional sekolah karena tujuannya bukan menyelesaikan masalah biaya, melainkan kesinambungan belajar. Efektif! Jumlah murid yang belajar makin pasti, bahkan bertambah.

Iin makin yakin dengan tekadnya sehingga dia memberanikan diri untuk mendirikan bangunan di samping rumah sebagai ruang kelas baru pada akhir 2015. Semangat yang menggebu kerap kali tidak sebanding lurus dengan kondisi kantong. Begitu juga dengan Iin yang saat itu hanya memiliki sekitar Rp 3 juta di tabungan. Tapi dia berani memanggil tukang bangunan untuk mendirikan kelas baru.

Kebetulan saat itu orangtua Iin yang tinggal di Sedayu, Brondong, Lamongan, berkunjung ke Depok. ”Maka, Abah saya minta untuk memandori tukang, sementara ibu menyiapkan makanan untuk para tukang,” ungkap Iin.

Tak mulus

Kegiatan Iin membuka kelas dan mengajar ini sempat ditentang sang suami. Dia khawatir kegiatan Iin menyebabkan anak-anak mereka tidak terurus. Iin waktu itu merupakan ibu dari dua anak. Si sulung masih berusia tiga tahun, sementara adiknya baru setahun. Kini dia mempunyai empat anak. Tapi karena keinginan menggebu serta kebutuhan beraktualisasi yang tinggi, pada akhir 2015 itu, pada saat suami keluar kota, Iin mendirikan ruang kelas tadi. Tahun 2018, Iin harus berdiskusi alot dengan suaminya ketika berencana menambah ruang kelas dengan merenovasi rumah sehingga memiliki dua ruang kelas.

Bagi Iin, sekolah belum lengkap tanpa ruang kantor. Rencana baru selalu memunculkan perdebatan dengan suami. Dari perdebatan kecil sampai yang menguras air mata. Bahkan ada yang menyebut Iin durhaka kepada suami.

”Tetapi prinsip saya, selagi apa yang saya lakukan tidak dalam rangka bermaksiat kepada Allah, maka Insya Allah tidak termasuk dalam kategori durhaka,” kata Iin tentang pedoman langkahnya yang kemudian didukung suami.

Baginya, semua yang dia lakukan untuk tujuan mulia: memberantas kebodohan dengan menyiapkan generasi melek baca.

Lambat laun pendangan negatif itu memudar berganti pujian setelah hasil kerja keras Iin terlihat nyata. Beberapa anak didiknya lulus sekolah dasar dan kini menjadi siswa SMP. Anak-anak didiknya yang masih di SD lancar membaca dan menulis. Itu juga disokong oleh upaya Iin untuk mencari cara pengajaran yang pas hingga dia menemukan metode Happy Easy pada 2017.

Metode membaca

Metode itu muncul setelah Iin memutar otak untuk menjawab tuntutan orangtua murid yang ingin anaknya segera bisa membaca. Iin mengidentifikasi murid-muridnya cenderung hiperaktif dan kurang bisa fokus dengan pelajaran lantaran terbiasa di luar ruangan. Happy Easy jawabannya.

”Happy Easy adalah sebuah terobosan belajar baca yang dirancang dengan cara yang mudah dan menyenangkan,” papar lulusan S-2 Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Metode tersebut mengajak anak belajar membaca melalui sebuah cerita bergambar (visual) bernyanyi (audio) dan bermain (kinestetik). Happy Easy mengajarkan anak mengenal huruf abjad dengan cara mengasosiasikan pada sebuah benda yang bentuknya mirip dengan huruf yang akan di hafal.

Untuk menyosialisasikan metode Happy Easy kepada masyarakat luas, Iin sering menyelenggarakan acara pelatihan gratis selama tujuh hari. Biasanya digelar saat liburan sekolah. Dalam setahun, setidaknya Iin dan timnya menyelenggarakan tiga kali pelatihan gratis. Hasilnya, banyak anak yang terbantu dalam kemampuan membacanya.

Tahun 2020, metode ini mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual dari Kementerian Hukum dan HAM. Sayangnya, ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menggunakan metode ini tanpa izin. Iin merasa tidak dihormati.

Kendala lainnya, sekitar 90 persen dana operasional berasal dari kantong pribadi Iin yang salah satunya bersumber dari gajinya sebagai dosen tetap di Universitas Muhamamdiyah Palangkaraya. Dana itu jauh dari cukup. Sejauh ini, dia masih mempunyai utang sekitar Rp 300 juta, terutama untuk mencicil tanah yang dia jadikan kelas. Meski demikian, Iin yakin pasti ada jalan keluar. Yang utama, jangan sampai anak-anak tetangga tidak sekolah. Itu tekadnya, membangun sekolah murah untuk kaum lemah.

Biodata

Nama: Nashihatud Diniyah Jahro

Lahir: Kupang, 1984

Pekerjaan: Dosen Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Pendidikan:

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang: lulus 2008

Magister Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang: lulus 2011

Prestasi: Penemu metode baca Happy Easy (2017)

Harvested from: kompas.id/baca/tokoh/2023/03/17/nashihatud-diniyah-jahro-membangun-sekolah-murah-untuk-kaum-lemah
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: