FOTO: Haidar Taufiul Hafizh
Oleh : Haidar Taufiqul Hafizh
NIM : 202010170311007
Prodi: Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Malang
____________________________
OPINI – Harga komoditas energi cenderung meningkat sejak tahun 2021 karena pemulihan ekonomi pasca COVID-19 menyebabkan pemulihan permintaan energi global sementara pasokan masih terbatas. Situasi diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina, yang selanjutnya meningkatkan keamanan pasokan dan mendorong harga minyak dan gas alam ke level tertinggi dalam sejarah.
Harga minyak yang sempat mencapai $53,60 per barel pada Januari 2021, naik menjadi $116,8 per barel pada Juni 2022. Kenaikan harga minyak ini menjadi beban tambahan bagi perekonomian dan keuangan Indonesia mengingat bahan bakar di Indonesia, terutama solar dan bensin. , masih disubsidi oleh negara.
Pemerintah mengumumkan bahwa beban subsidi BBM adalah 502,4 triliun rubel, yang tentunya merupakan angka yang sangat tinggi. Untuk meringankan tekanan pajak ini, pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada awal September 2022.
Harga Pertalite naik dari Rp7.650 menjadi Rp10.000/liter (naik sekitar 30,7%), harga Solar naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800/liter (sekitar 32%) dan harga Pertamax naik. naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. Total kenaikan untuk ketiga jenis BBM tersebut sekitar 26%.
Dari segi ekonomi, kenaikan harga BBM secara signifikan meningkatkan biaya produksi, mempercepat inflasi (cost inflation), yang pada gilirannya berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil, dan konsumsi domestik. Padahal kita tahu bahwa konsumsi domestik menyumbang sebagian besar dari PDB (sekitar 50%) dan merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Secara sektoral, sektor-sektor yang paling banyak mengonsumsi BBM dipastikan akan mengalami penyusutan paling besar, terutama angkutan darat, angkutan laut, angkutan kereta api, jasa titipan dan distribusi. Bertahannya sektor-sektor ini tentu saja akan menaikkan harga, yang tercermin dari naiknya biaya transportasi.Kenaikan harga di sektor transportasi, di sisi lain, memiliki efek ganda pada sektor ekonomi lainnya. Dan kita tahu bahwa kenaikan harga komoditas secara simultan akan mempercepat inflasi di Indonesia.
Efek negatifnya akan semakin dahsyat ketika efek psikologis dirasakan kembali, ketika efek psikologis masyarakat dan negara diperhitungkan. Di sisi masyarakat, ada efek psikologis ketika masyarakat memiliki ekspektasi kolektif bahwa kenaikan harga BBM akan diikuti dengan kenaikan harga di sektor lain. Mengapa inflasi disebabkan oleh efek psikologis? Kenaikan harga BBM memiliki dampak psikologis bagi masyarakat, produsen (termasuk pengecer) menaikkan harga melebihi kenaikan biaya produksi atau distribusi. Jadi, ketika produsen menaikkan harga, mereka tidak memperhitungkan berapa banyak kontribusi bahan bakar terhadap biaya produksi yang mereka keluarkan untuk memproduksi barang/jasa tersebut.
Misalnya, jika harga bahan bakar naik 500 rubel per liter, pengemudi angkutan umum memutuskan untuk menaikkan harga 500 rubel per penumpang, pedagang grosir menaikkan harga 500 rubel/porsi, dan penjual sayuran juga menaikkan harga 500 rupee/porsi. kg / per penjualan sayuran. Dimana porsi bahan bakar per penumpang atau porsi bahan bakar biaya makan atau sayur per paket tidak begitu besar. Situasi diperparah dengan dinamika harga BBM yang diuntungkan oleh para pihak, kenaikan harga semua bahan baku, meskipun kenaikan biaya produksi tidak setajam kenaikan harga.
Jika produsen dan pedagang melakukan ini secara bersamaan di seluruh Indonesia, inflasi yang dihasilkan akan lebih besar dari dampak ekonomi yang seharusnya. Kenaikan harga secara simultan yang melebihi inflasi biaya menyebabkan inflasi yang tinggi, yang pada gilirannya dapat memicu keresahan di seluruh lapisan masyarakat, mulai dari produsen, pedagang, dan konsumen.
Dari sisi pemerintah, kenaikan harga BBM yang mengkhawatirkan akan mempengaruhi kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Apalagi menjelang tahun politik, saat oposisi menaikkan harga gas akan dijadikan dasar untuk meredam popularitas pemerintah. Terakhir, pemerintah harus memberi perhatian khusus pada dampak ekonomi dan psikologis dari kenaikan harga BBM. Peran pemerintah di sini adalah meyakinkan masyarakat bahwa tidak perlu panik saat harga BBM naik. Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa subsidi BBM akan diganti untuk membantu masyarakat terdampak, khususnya rumah tangga kelas menengah ke bawah.
Pembiayaan juga harus disediakan untuk sektor lain yang langsung bermanfaat bagi masyarakat, seperti pembangunan irigasi, subsidi harga pertanian, pembangunan jalan, pelabuhan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Subsidi bioenergi juga dapat digunakan sebagai alternatif penyaluran dana kompensasi BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Tak kalah pentingnya adalah keseriusan pemerintah dalam mengatasi praktik keuangan yang mahal di Indonesia. Kita tahu bahwa pemerasan, korupsi, dan tindakan penyewa membuat harga barang dan jasa di atas nilai ekonominya.
Dampak Kenaikan Harga BBM Bagi Masyarakat Ekonomi Bawah
1. Penurunan Daya Beli
Pertama, daya beli melemah dalam jangka pendek karena efek pendapatan menurun. Namun, beban tersebut bervariasi berdasarkan kategori pendapatan rumah tangga. Terutama kelompok rumah tangga terkecil atau termiskin, yang tidak memiliki cukup ruang untuk menghadapi kesulitan likuiditas jangka pendek.
2. Naiknya Harga Bahan Pokok
Kemudian muncullah kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok. Kenaikan harga ini
akan memukul keras kelas menengah ke bawah.
3. Peningkatan Angka Pengangguran
Ketiga, kenaikan harga BBM juga berdampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satunya adalah meningkatnya pengangguran. Karena bahan bakar merupakan bahan dasar untuk operasional perusahaan. Kenaikan harga BBM membebani biaya produksi. Akhirnya, perusahaan harus mempertimbangkan efisiensi produk. Oleh karena itu, perusahaan harus memutuskan untuk tidak mempekerjakan karyawan baru lagi sampai mereka terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga berpotensi menambah angka pengangguran.
4. Kemiskinan
Keempat, peningkatan angka pengangguran juga menyebabkan peningkatan kemiskinan di Indonesia. Kenaikan harga BBM disebabkan oleh kenaikan inflasi, kenaikan harga komoditas, penurunan daya beli dan pemutusan hubungan kerja, sementara bantuan keuangan langsung berupa subsidi mungkin hanya berlangsung beberapa bulan.
Masyarakat beranggapan bahwa pada akhir dari semua kondisi tersebut, pemerintah sendiri yang akan mengalami kerugian, kepercayaan masyarakat akan rendah, pemerintah akan dipandang tidak mampu mengendalikan perekonomian sedemikian rupa sehingga akan menimbulkan instabilitas akibat perlawanan rakyat. Dari kenaikan harga BBM ini menyebabkan inflasi yang tinggi yang menyebabkan sebagian besar rakyat tambah jatuh bangun untuk bertahan hidup mereka.