Oleh: Alamsyah Gautama
Ketua Umum HMI Komisariat Pertanian
Universitas Muhammadiyah Malang
Mahasiswa sebagai salah satu instrumen perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan intisari dari peran dan fungsi tertera secara tekstual maupun kontekstual. Keseharian mahasiswa pada dasarnya tidak luput dari membaca buku dan menulis kemudian mengaplikasikannya. Hal-hal yang mendasari itu adalah tentang kebijakan maupun persoalan yang terjadi di kalangan masyarakat, sebagaimana asas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian masyarakat.
Artinya bahwa mahasiswa memiliki kewajiban secara konsensus menjadi penengah sekaligus pengawas terhadap kebijakan pemerintah untuk rakyatnya. Bisa saja berupa perundang-undangan maupun kebijakan negara lainnya, sehingga antara masyarakat dan pemerintah di tengahi oleh mahasiswa. Karenanya lah mahasiswa disebut sebagai penyambung lidah rakyat.
Lantas apakah keharusan struktural oleh mahasiswa berjalan sebagaiman mestinya? Tentu pergerakan dan kesadaran mahasiswa dewasa ini mengalami degradasi dan perlu dievaluasi. Terdapat beberapa faktor yang melemahkan pergerakan dan kesadaran mahasiswa itu sendiri maka beberapa indikator perlu disampaikan dan dimaknai.
Degradasi Etika dan Moral Mahasiswa
Etika menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno merupakan ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam tindakan manusia. Pendapat ini diperkuat oleh Drs. Sidi Gajabla bahwa etika adalah teori tentang perilaku maupun perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik dan buruknya sejauh mana ditentukan oleh akal manusia.
Makna etika sebagaimana kutipan di atas berorientasi pada keharusan yang harus dipegang teguh oleh mahasiswa yang kemudian hari ini tidak lagi diindahkan. Cara pandang mahasiswa dewasa ini tergerus oleh demokrasi dan modernisasi zaman yang cenderung menutup mata pada nilai sosial dan tersandera oleh otomatisasi.’
Modernisasi membentuk mahasiswa yang individualistik sehingga apatis terhadap proses kehidupan sosial. Tanggung jawab sebagai mahasiswa kian dilupakan karena banyak dari kalangan mahasiswa yang tidak mengetahui etika sebagai mahasiswa yang kritis. Seperti membaca buku, menulis, berdiskusi, melakukan penelitian, pergerakan dan perubahan.
Degradasi nalar etika ini kian menakutkan apabila terus dibiarkan, sebagai siswa tertinggi dari proses pendidikan tidak seharusnya menyamakan peroses belajar di perguruan tinggi dan di bangku sekolah menengah atas (SMA). Cara berpikir pendidikan akan terus tergerus sebab paham etika berproses di perguruan tinggi gagal dipahami.
Kebebasan Akses Teknologi
Teknologi menurut Gary J. Angelin adalah ilmu perilaku serta alam dan juga pengetahuan lain dengan cara mensistem untuk memecahkan masalah manusia. Jika disimpulkan teknologi merupakan alat untuk mempermudah pekerjaan manusia, tentu saja secara pragmatis sangat dibutuhkan karena hasilnya bermanfaat. Seperti halnya media sosial, masyarakat akan lebih mudah bertukar informasi manakala walau dengan jarak yang berjauhan, kemudian dapat mengetahui berita di beberapa kota tertentu hanya dengan hitungan detik setelah dipublish ke media sosial. Di sisi lain masyarakat bisa berekspresi melalui sosial media, bahkan bisa menghasilkan cuan seperti endors, jualan online dan lain sebagainya.
Perkembangan teknologi dewasa ini kian tidak terbendung kecepatannya, awalnya jaringa 3G sampai saat ini sudah memasuki 5G. Lantas siapa sangka di balik kencangnya perkembangan itu tidak serta merta juga menimbulkan dampak negatif, khususnya bagi mahasiswa. Mengutip dari buku 21 lesson 21 adab untuk abad ke 21 karya Yuval Noah Harari bahwa persoalan baru teknologi bagi manusia dewasa ini adalah tidak mampu beradaptasi, karena kencangnya perkembangan teknologi yang menjadikan mahasiswa tidak lagi memiliki waktu untuk menganalisis tentang dampak dan pengaruh di dalamnya sehingga hanya terikut arus dari laju perkembangannya.
Mahasiswa dewasa ini penting membaca data-data agar bisa dijadikan motivasi untuk mengimprove diri supaya lebih fokus pada persoalan yang substansial daripada mengkritik sistem yang kompleks.
MenciptakanRole Model Baru
Sebagai mahasiswa yang tetap peduli terhadap pendidikan dan regenerasi bangsa Indonesia, sepatutnya mahasiswa sebagai individu menjadikan diri sebagai rule modelterhadap mahasiswa lainnya. Banyak cara mendorong arah pendidikan yang lebih baik tidak hanya dengan demonstrasi semata, bahwa dengan menjadikan diri sebagai magnet perubahan sebagaimana mendorong setidaknya 1 atau 2 orang yang bisa dipahamkan dan diajak untuk melihat lebih kritis pada pendidikan yang sedang terlaksana di Indonesia.
Banyak kunci perubahan yang diketahui mahasiswa dewasa ini hanya saja keberanian dan keberpihakan akan perubahan itu memang sulit diimplementasikan. Oleh karenanya sebagai mahasiswa seharusnya bisa menyelaraskan dan mengembalikan komponen inti dan substansial dari pendidikan itu sendiri.
Etika dan moral harus dipupuk dari individu mahasiswa itu sendiri sehingga bisa menyebarluaskan etika dan moral di perguruan tinggi kepada mahasiwa lainnya. Sehingga harapannya setelah selesai tahap etika maka moral sebagai jangkauan yang lebih umum kemudian luas bisa terealisasi secara pelan-pelan dan terawat sebagai moral yaitu agen of change.
Teknologi dan media sosial juga harus dikembalikan kepada asas pemanfaatannya. Otak manusia juga harus dipupuk dengan ilmu pengetahuan seperti membaca dan lainnya. Tidak ada asas otomatisasi tanpa kesadaran mencari tahu.
Tidak kalah penting juga adalah bahwa membatasi penggunaan media sosial apabila mengganggu produktivitas dan tidak menghasilkan manfaat malah membuat lalai. Sebab Artificial Intelejen (AI) dewasa ini mampu membaca kecenderungan si pengguna teknologi berupa smarthone yang menjadikannya kecanduan. Tentu kecerdasan penggunanya harus diikhtiarkan, sebab sepenuhnya embrio perubahan dari role model dewasa ini penting dan harus diupayakan.
Indonesia akan menyambut bonus demografi bersamaan dengan perubahan kecerdasan yang dipromotori oleh para mahasiswa hari ini dan mensosialisikannya ke lingkup yang lebih luas. Baik dari lingkup keluarga sampai dengan masyarakat di sekitarnya. Kepedulian harus ditanamkan sejak dini saat ini. Perangi apatisme sebab berbahaya sebagai pendorong proses sosial dan kemerdekaan masyarakat di masa depan.(*)