MALANG - Tiga peneliti dari tiga negara memresentasikan hasil riset mereka tentang terorisme di hadapan dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (12/1) lalu. Mereka adalah Dr. Zifirdaus Adnan dari University of New England Australia, Ian Chalmers dari Curtin University Australia, dan Greg Barton dari Monash University Australia.
Penelitian berjudul "The Making and The Unmaking of Indonesian Mujahids" itu merupakan kerjasama riset antara ketiga universitas itu dengan UMM dan The Pennsylvania State University, Amerika Serikat.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti lintas empat negara ini menggunakan metode observasi dan wawancara kepada 50 narasumber yang terkait dengan permasalahan terorisme di Indonesia. Mereka melihat tiga proses dalam melihat kegiatan teroris di Indonesia.
“Ada proses engangement menjadi radikal, proses dari radikal menjadi teroris dan proses disengangement,” papar Zifirdaus.
Lebih lanjut Ian menjelaskan mengenai proses engangement ketika seseorang bisa masuk ke dalam kelompok dan melakukan tindakan teroris. "Sebenarnya di dalam kaum radikal, hanya segelintir orang yang mau menjadi teroris, bertindak teroris dan melakukan tindakan membunuh orang lain," ujarnya.
Ada berbagai alasan seseorang mau menjadi teroris, seperti karena diiming-imingi, ikut karena tradisi dari keluarga, terjebak dalam suatu situasi kondisi tertentu. Misalnya keluarganya pernah dibunuh, seperti kasus Poso, sehingga ia merasa marah dan ikut bergabung akhirnya walaupun pada awalnya tidak ada niatan untuk bergabung.
Para mujahid ataupun teroris yang tergabung dalam kegiatan radikal ini memperjuangkan jihad sebagai alasannya dengan menganggap jihad sebagai perjuangan global. Ide perjuangan global ini sebenarnya bukan dari Indonesia namun dari luar, seperti Afghanistan. Namun demikian tidak semua mujahid menjadi teoris ataupun masuk ke dalam jaringan terorisme. Penelitian ini ingin menggambarkan bagaimana jalan mujahid bisa merasuk dalam jaringan teroris dan bagaimana yang memilih bukan jalan teorisime.
Kepala PSIF, Dr. Nurhakim, melihat ada dua hal yang dilewatkan dalam pemaparan tersebut. Seseorang menjadi teroris bisa saja dilatar belakangi oleh kondisi psikologis tertentu.
“Selain itu ada kecenderungan cara yang mengimitasi dari cara berjuang kelompok militan Afganistan,” ungkap Nurhakim.
Di hadapan 30 peserta, para peneliti memaparkan berbagai temuannya. Disamping itu peserta yang terdiri dari berbagai elemen dosen UMM dan UIN Malang, termasuk dari Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) UMM, ikut memberi kritikan atas temuan-temuan itu. (oci/eno)