MALANG - Lima dosen dan 24 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam waktu dekat segera dikirim ke Eropa. Mereka akan diberangkatkan ke universitas-universitas anggota konsorsium Erasmus Mundus External Cooperation Windows (EMECW) enam negara di Eropa. Yaitu, Italia, Austria, Turki, Jerman, Spanyol, Portugal dan Finlandia.
Kepala Humas UMM, Nasrullah menuturkan dua dosen, yakni Dr. Trisakti Handayani dan Fardini Sabilah, M.Ed, sudah lebih dulu berangkat ke Austria pekan lalu. Masing-masing untuk program post-doctoral dan staff exchange.
“Selebihnya akan berangkat pada Juli dan pertengahan Agustus mendatang,” kata Nasrullah yang juga menjadi peserta yang lolos seleksi EMECW. Ia berangkat ke Turki, Rabu (30/06) untuk program education staff exchange di Atilim University selama 40 hari.
UMM merupakan salah satu di antara tiga universitas di Indonesia, selain Unair dan ITB, yang proposalnya lolos menjadi mitra EMECW. Program yang diberi nama Bridging the Gap lot 12 ini dibiayai Komisi Uni Eropa dengan total beasiswa sekitar Rp 70 Miliar untuk periode 2010-2013.
Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri (BKLN) UMM, Suparto, menjelaskan program ini hanya untuk dosen dan mahasiswa UMM. Untuk dosen, ada dua skema, yakni post-doctoral dan staff exchange. Kegiatan utama selama di Eropa adalah mengajar dan melakukan riset bersama. Durasi post-doctoral dipatok enam bulan, sedangkan staff exchange selama satu bulan. “Tujuannya memang untuk memperkuat kerjasama akademik di antara universitas di negara-negara Asia dengan di Eropa,” terangnya.
Lebih lanjut, Suparto menambahkan, program untuk mahasiswa adalah kuliah satu hingga dua semester di universitas partner. Angka kredit dari universitas di Eropa dapat ditranfer ke UMM, demikian juga bagi mahasiswa Eropa yang kuliah di UMM, nilainya bisa dikonversi di Eropa.
“Jadi ada pengakuan kualitas akademik di antara universitas-universitas yang ditunjuk,” lanjut Suparto.
Selain mengirim mahasiswa, dalam program ini UMM juga menerima tujuh mahasiswa Eropa. Mereka akan mengikuti perkuliahan reguler selama satu semester dan berbaur dengan mahasiswa UMM lainnya. Seperti halnya dosen dan mahasiswa UMM, mahasiswa asal Eropa juga harus melalui tahap seleksi kelayakan. Di antaranya, kesesuaian program studi, mata kuliah dan penguasaan bahasa.
“Tidak semua negara Eropa berbahasa Inggris, jadi syarat bahasa ini juga diterapkan agar mahasiswa bisa mengikuti kuliah di UMM dengan baik. Demikian juga, dosen dan mahasiswa UMM diseleksi pihak Eropa, baik proposal research, teaching maupun kesesuaian mata kuliahnya,” terang Suparto lebih lanjut.
Keberhasilan UMM menjangkau kerjasama dengan universitas-universitas di Eropa ini tidak mengherankan. Sebab, sebelumnya, UMM juga dikenal sebagai perguruan tinggi yang sudah lama memiliki kerjasama permanen dengan konsorsium belasan universitas di Australia dalam Australian Consortium for In-countries Indonesia Studies (Acicis). Selain itu, dengan univeritas-universitas di Amerika Serikat dan Timur Tengah juga sudah terjalin baik.(oci/eno)